Rabu, 6 Juli 2022 lalu, ada “sinema” dadakan di Sekolah Penari, SMA Negeri 16 Semarang, di mana kurang lebih 70 (tujuh puluh) guru Seni Budaya sekota Semarang berkumpul di sini dalam gelaran IHT Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) mata pelajaran Seni Budaya. Sinema tersebut tercipta di mana masing-masing peserta menghadirkan olah ilmu, olah jiwa dan olah budaya dalam merumuskan implementasi penerapan Kurikulum Merdeka Seni Budaya. Mengapa disebut sekolah penari? Karena branded sekolah SMAN 16 Semarang adalah BERKREASI, yaitu Berkolaborasi, Religi dan Seni khususnya seni tari.
Seni tari mendapat tempat khusus di hati peserta didik dan masyarakat di lingkungan sekitar SMAN 16 Semarang. Mata pelajaran yang diampu oleh Penulis sejak tahun 2008 silam, mampu menggali potensi seni dan budaya siswa untuk terus tumbuh dan berkembang secara professional. Kegiatan masyarakat seperti hajatan, kegiatan berkesenian sejenis paguyuban seni, atau instansi pemeritahan sering mengundang peserta didik SMAN 16 Semarang untuk tampil menari. Peserta didik mulai dari kelas X (sepuluh) sampai dengan XII (dua belas) banyak yang bergabung dalam komunitas Kuda Lumping di daerah Mijen dan sekitarnya. Selain itu, kurang lebih empat dekade alumni SMAN 16 Semarang banyak yang diterima di perguruan tinggi negeri jurusan Seni Tari. Hingga saat ini terjalin hubungan yang intens dan professional, dalam berkegiatan seni khususnya seni tari. Hal tersebut dengan sendirinya memperkokoh citra SMAN 16 Semarang sebagai ‘Sekolah Penari.’
Maraknya gema kurikulum baru yakni KURMA, Kurikulum Merdeka Belajar program yang dicanangkan oleh pemerintah, guna memperbaiki kualitas pendidikan menjadi lebih maksimal. Akibat pandemi peserta didik mengalami learning loss yaitu, suatu kondisi hilangnya atau menurunnya pengetahuan dan keterampilan siswa yang disebabkan oleh kekurangan dan terputusnya proses pembelajaran secara berkelanjutan. Maka, pemerintah mencanangkan kurikulum baru yaitu Kurikulum Merdeka. Adapun hal penting dalam Kurikulum Merdeka adalah pertama, materi yang diajarkan lebih sederhana dan mendalam. Kedua, tidak ada peminatan atau jurusan untuk jenjang SMA, yang ketiga kurikulum Merdeka lebih relevan dan interaktif.
Pembelajaran dilakukan melalui berbagai kegiatan yang menghasilkan proyek dalam kelas. Tujuannya adalah agar peserta didik mendapat keterampilan, saat sudah lulus dan siap untuk menghadapi kehidupan nyata. Kurikulum Merdeka ingin membekali peserta didik untuk bisa bersaing dalam skill. Berdasarkan Kepmendikbudristek No.56 Tahun 2022 Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka Pemulihan Pembelajaran (Kurikulum Merdeka) sebagai penyempurna kurikulum sebelumnya. Dalam hal ini yaitu Kurikulum 2013.
Kepala sekolah SMAN 16 Semarang, Ibu Sri Wahyuni, S.Pd,. M.Pd., menyatakan bahwa sangat mendukung kegiatan IKM MGMP Seni Budaya Kota Semarang. Dorongan senada disampaikan pula oleh wakil kepala sekolah bidang Kurikulum, Bapak Sunarno, S.Pd., dengan mempersilahkan anggota MGMP ini untuk berkarya dengan kondisi SMAN 16 Semarang yang apa adanya, terletak jauh dari keramaian kota alias sekolah pinggiran.
Hampir semua MGMP baik kota maupun daerah sedang gencar melaksanakan IKM. Begitu juga dengan MGMP Seni Budaya Kota Semarang, yang diketuai oleh Bapak Ade Gunawan, S.Pd. Pemateri pada IKM yang diselenggarakan adalah Ibu Anik Purwati, S.Pd,. M.Pd., yang telah mengikuti pelatihan IKM sebelumnya untuk disampaikan kepada MGMP Seni Budaya di wilayah Kota Semarang jenjang SMA.
Hasil IKM Seni Budaya MGMP Kota Semarang adalah sebagai berikut. Pertama, menganalisa Capaian Pembelajaran (CP) masing-masing cabang seni sesuai karakteristik, yaitu seni tari, musik, rupa, dan teater. Kedua, membuat CP, TP (Tujuan Pembelajaran) dan modul sesuai kondisi sekolah masing-masing. Ketiga, membuat projek dalam satu tahun, dengan pertimbangan bisa diselesaikan. Keempat yakni tidak ada KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Kelima, guru bebas mengeksplor kondisi dan lingkungan sekolah masing-masing. Terakhir, memfokuskan pada konten cabang seni masing-masing.
Harapan Penulis ke depan adalah agar peserta didik bisa berkreativitas sesuai dengan bakat dan kemampuannya masing-masing. “Ayo ubah hobi menjadi profesi!”
Penulis : Yunik Ekowati, M.Pd., Guru SMAN 16 Semarang
Editor : Nurul Rahmawati, M.Pd., Guru SMKN 1 Tuntang
Komentar Pengunjung