Gisella dan Siska, peserta didik kelas X (sepuluh) Animasi SMK Negeri 11 Semarang, tanpa diminta untuk membersihkan ruang inkubasi, ia melakukannya dengan kesadaran diri. Saya pun kaget, setelah kegiatan pembelajaran selesai, kedua siswa tersebut datang lagi ke ruang inkubasi dengan membawa vacuum cleaner yang diambil dari ruang guru dan segera membersihkan debu menempel di karpet. Saya bertanya kepada kedua anak tersebut mengapa melakukan hal itu padahal tidak ada yang meminta. “Saya melihat ruang yang mulai kotor itu tidak nyaman, maka menjadi tanggungjawab saya untuk membersihkan, meskipun pada pertemuan berikutnya bukan kelas kami yang akan menempati,” ungkap Gisella. Merinding saya mendengar ungkapan yang tulus dari Gisela dan melihat olah laku dari kedua siswa tersebut. Saya merasa lebih bangga dengan peserta didik yang memiliki kepekaan tinggi terhadap lingkungan sekitar dengan kesadaran dirinya. Ini merupakan salah satu dampak dari penerapan social emotional learning (SEL) dalam rangka membangun ekosistem yang menyenangkan di SMKN 11 Semarang. Salah satu penerapan SEL yang saya bersama rekan guru terapkan di jurusan Animasi adalah penggunaan buku saku kebaikan. Setiap siswa kelas X Animasi diwajibkan membawa buku saku. Buku saku tersebut digunakan untuk mencatat kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh mereka.
Ketika pertemuan saya bertanya kepada peserta didik di kelas, “Apakah kalian ingin buku saku kosong tanpa tulisan?” Tidak ada satupun yang menjawab. Namun ketika saya tanya, “Apakah kalian ingin buku saku berisi tulisan catatan-catatan kebaikan?” Semua siswa mengangkat tangan. Dari situlah saya berkeyakinan bahwa ada kesadaran diri pada siswa untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan. Buku saku tersebut sebagai buku catatan dan diparaf oleh guru yang melihat langsung atau mendapatkan laporan tentang kebaikan yang dilakukan siswa. Cara ini merupakan proses untuk menumbuhkan perilaku baik menuju pada proses well-being dan menuntun siswa untuk mencapai kebermaknaan hidup. Sekecil apapun, ketika itu adalah perbuatan baik akan dicatat di buku saku dan akan kami berikan tanda tangan. Buku saku kebaikan ini sebagai media dan sarana menghargai siswa yang telah melakukan perbuatan baik. Hal ini sesuai dengan nilai atau value yang disepakati di jurusan Animasi SMKN 11 Semarang yaitu “Menghargai.”
Ketika di dalam pembelajaran, saya memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan pendapat, dan ada satu siswa yang berani menyampaikan pendapat tanpa harus ditunjuk, hal tersebut termasuk perbuatan baik yang menginspirasi bagi teman-temannya. Seketika saya meminta buku saku dan membubuhkan catatan bahwa anak tersebut memiliki inisiatif tinggi dan berani untuk menyampaikan pendapat dan ditandatangani. Proses ini langsung diketahui oleh banyak siswa dan hal itu memang saya sengaja agar siswa mengerti bahwa perbuatan baik itu harus dilakukan. Coba kita bandingkan dengan cara-cara lama yang masih memberikan point-point pelanggaran, dampak apa yang dirasakan siswa. Saya yakin, dengan point pelanggaran justru akan timbul tekanan dan yang diingat oleh siswa adalah pelanggarannya. Berbeda dengan buku saku kebaikan, justru yang diingat siswa adalah bagaimana siswa akan terus berbuat baik. Semoga menginspirasi.
Penulis : Diyarko, M.Pd., Guru SMKN 11 Semarang
Editor : Nurul Rahmawati, M.Pd., Guru SMKN 1 Tuntang
Komentar Pengunjung