Jika kita tidak mau belajar, kemungkinan akan kehilangan peluang berharga untuk pertumbuhan pribadi dan profesional kita sebagai pendidik. Namun, jika kita bertekad untuk belajar, kita dapat mengatasi rintangan yang dihadapi dan mencapai hal hal hebat dalam hidup kita.
Dengan sikap positif dan kemauan untuk belajar, kita dapat alternatif jawaban apapun dari yang kita pikirkan. Ingat, belajar tidak hanya terjadi dikelas atau melalui pendidikan formal. Belajar bisa terjadi dengan berbagai cara, mulai membaca buku dan artikel, menonton vidio, berbicara dengan orang lain dan mengajukan pertanyaan, bahkan belajar dari setiap orang di lingkungan kita berada ini
Kuncinya adalah menjadi penasaran dan terbuka terhadap ide ide baru, dan memandang setiap pengalaman sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh. Saat ini, kita sangat mudah tersesat dalam komunikasi digital dan melupakan kekuatan koneksi fisik yang sederhana. Kita begitu sibuk, sehingga kita lalai, memberikan jabat tangan dengan menepuk bau kanan anak didik kita dengan tulus kepada seseorang yang dekat dengan kita yaitu anak didik kita. Jabat tangan dengan menepuk bau bisa menyampaikan lebih dari kata kata, ia memberi energi cinta, perhatian, kenyamanan, dan dukungan. Ini adalah bahasa universal yang berbicara langsung ke hati. Jangan meremehkan gerakan kecil namun memiliki daya ini. Lagi pula, terkadang, yang kita butuhkan hanyalah jabat tangan yang membuat hari kita lebih baik.
Kita semua menghadapi berbagai emosi, pikiran, dan pengalaman. Beberapa hal positif, mengisi kita dengan sukacita dan optimisme. Beberapa hal tidak begitu positif, mengaburkan pikiran kita dengan keraguan, ketakutan, dan kenegatifan. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap orang, bahkan yang paling positif di antara kita – memiliki pikiran negatif. Mereka adalah bagian yang tak terhindarkan dari kehidupan manusia. Tapi inilah bagian pentingnya: Kita tidak harus membiarkan pikiran negatif itu mendikte hidup kita.
Sebaliknya, kita dapat mengakui mereka (pikiran positif), memahami sumbernya, dan kemudian memilih untuk tidak membiarkan mereka (pikiran negatif) mengendalikan kita. Sehingga Pikiran positif adalah benih yang akan tumbuh menjadi bunga-bunga indah dan tanaman yang subur. Pikiran negative ? Mereka adalah rumput liar. Jadi, teruslah cenderung pada pikiran Kita. Pelihara yang positif. Kenali yang negatif, tetapi jangan biarkan mereka (pikiran negative) berkembang. Ingat, Kita adalah tukang kebun pikiran kita.
Ada kemungkinan 99% kita akan berjuang jika kita keluar dari zona “DIAM”, tetapi ada kemungkinan 100% kita tidak akan pernah tumbuh jika kita tidak menerima tantangan. Perjuangan kupu kupu ketika dari ulat menjadi kepompong yang layaknya seperti penjara, tetapi ada usaha bergerak menumbuhkan sayap, sampai akhirnya kelaur kepompong dengan keindahan warna warninya. Ulat harus menanggung ketidaknyamanan dalam kepompong sebelun akhirnya bisa terbang bebas. Dan seperti ulat, kita harus menari dengan ketidaknyamanan, melangkah keluar dari zona “DIAM” kita. Mari kita hadapi tantangan, hadapi hal yang tidak diketahui “infinite game” atau “PERMAINAN TANPA BATAS” dan tumbuh menjadi guru yang luar biasa yang dirindukan anak didik, dan inspirasi untuk sesama.
Dalam setiap individu anak didik kita selalu ada potensi yang berbeda, walaupun pada mereka yang dikatakan ‘pengganggu’ itu ada dan layak dikeluarkan. Terlalu mudah untuk membuat stempel pada mereka karena mungkin sudah terlalu capek atas segala usaha yang dijalani untuk membimbingnya. Tetapi pendekatan seperti ini mengabaikan kebenaran bahwa setiap anak, terlepas dari perilaku mereka, memiliki sesuatu yang unik, atau cahaya yang dapat bersinar cemerlang jika dibimbing dan dipelihara dengan benar. Peran kita sebagai guru melampaui ranah akademis. Ingat kita juga mentor, pemandu, pelatih, dan pemelihara potensi. Ketika kita bertemu siswa abnormal, lihatlah cahaya di dalam diri mereka, percayalah suatu saat cahaya itu akan menuntun mereka tumbuh, belajar, menemukan dirinya, dan sukses. Menjadi guru yg melihat cahaya dalam diri anak didik, berarti kita berkomitmen untuk setia pada profesi kita mendidik bukan menjudgement, hal ini memang tdk mudah, membutuhkan kesabaran, kasih sayang,dan dedikasi.
“SMK Negeri 10 Semarang, dari Semarang untuk Indonesia”
Penulis: Joko Suwignyo, S.Pd., ST
Editor: Tim Humas dan Literasi
Komentar Pengunjung