Ilmu Yang Baik Membuahkan Hidayah

Ketika berbicara tentang ilmu, kita akan terinat pada pendidikan sebab pendidikan adalah salah satu sarana transformasi ilmu. Adapun pendidikan, kita akan bertemu dengan tiga istilah yang menjadi landasan definisi dari pendidikan, yaitu; ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib. Ta’lim adalah proses transformasi pengetahuan kepada peserta didik. Tarbiyah adalah proses pengasuhan, pembinaan, dan bimbingan kepada peserta didik. Dan ta’dib adalah proses pembentukan karakter peserta didik. Sehingga jika kita padukan ketiga istilah tersebut, pendidikan secara umum dimaknai sebagai sebuah proses pengasuhan, pembinaan, dan bimbingan untuk membentuk akal “pengetahuan” dan kepribadian “adab” peserta didik.

Di dalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan nasional, tercantum pengertian pendidikan: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan susasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki keutamaan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Dari pengertian di atas, dapat kita lihat bahwa cakupan pendidikan bukanlah hanya pada pengetahuan yang meningkat akan tetapi juga karakter yang terbangun, jasmani dan rohani. Pendidikan sejatinya merupakan proses yang panjang, dalam sebuah pepatah arab menyebutkan “tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”.

Dalam sebuah forum ceramah almarhum KH Hasyim Muzadi menyampaikan bahwa di Indonesia ini tidaklah kurang orang yang pintar, tapi yang kurang adalah orang yang benar. Banyak orang berilmu namun tidak bertanggung jawab atas ilmu yang dimilikinya. Beliau menyampaikan bahwa ilmu dan pertanggung jawaban ilmu adalah dua hal yang berbeda. Kemudian beliau memberikan contoh beberapa peristiwa yang terjadi di Indonesia, “ada oknum hakim yang diadili, oknum aparat penegak hukum yang dihukum dsb, apakah mereka tidak punya ilmu? Tentu mereka punya, namun pertanggung jawaban ilmunya yang tidak dilaksanakan”.

Hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan Rasulullah dalam satu hadisnya, beliau menyampaikan “barang siapa bertambah ilmunya namun tidak bertambah petunjuk “hidayah” padanya, maka tidak bertambah padanya sesuatu selain semakin jauh dari Allah swt”. Imam al ghozali, salah seorang ulama besar abad ke 5 yang bergelar hujjatul Islam menuliskan dalam kitabnya yang berjudul “bidayah al hidayah” bahwa buah dari ilmu adalah hidayah. Ilmu sebagaimana yang disampaikan oleh al ghozali merupakan sebuah proses yang menjadi salah satu sebab turunya hidayah pada seseorang.

Imam waki’ guru dari Imam as-syafi’i menyampaikan bahwa ilmu hakekatnya adalah cahaya, sehingga ilmu adalah  perantara “wasilah” yang dengan itu terbukalah apa yang sebelumnya tidak jelas menjadi jelas, yang tidak terlihat jadi terlihat. Selain penambahan pengetahuan, diperlukan “takiyah nafs” penyucian diri untuk mendatangkan hidayah dalam ilmu, sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S Ali Imron (3): 164 :

لَقَدْ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًۭا مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَـٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَـٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا۟ مِن قَبْلُ لَفِى ضَلَـٰلٍۢ مُّبِينٍ

Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. [Surat Ali-Imran (3) ayat 164].

Oleh karena itu, hendaknya bagi pendidik (orang tua dan guru) memperhatikan aspek “tazkiyah nafs” dengan melakukan pembinaan akhlak dan adab seorang anak, membina perilakunya. Sebab ketika pribadi seorang anak telah terbentuk dengan baik, dia mampu untuk berusaha untuk bertanggung jawab atas keilmuan yang telah dimiliki, dan mendapatkan hidayah sebagai buah dari ilmunya.

Penulis : Nur Wahid Al Ghufron, S.Pd, Guru PAI SMKN H Moenadi Ungaran