‘Kaizen’ Dalam Kegiatan di Bengkel Otomotif

Keberhasilan Pendidikan di SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) tidak hanya diukur dari berapa jumlah Peserta Didik yang lulus ataupun yang berprestasi sehingga di muat di surat kabar atau berita, namun juga seberapa besar lulusannya terserap di dunia kerja. Oleh karena itu lulusan SMK harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan ketentukan kebutuhan  dunia Usaha/Industri. Namun kenyataannya, SMK sebagai lembaga yang mempersiapkan lulusan siap kerja justru sebaliknya belum mampu mempersiapkan secara maksimal. Angka pengangguran tertinggi berdasarkan jenjang pendidikan didominasi oleh lulusan SMK, mencapai  9,42 % , kedua SMA 8,57%  dan SMP 5,95%, untuk lulusan Diploma,  strata I,II dan III dengan masing masing 4,59% dan  4,80%.  dari 5,86% atau 8,42 Juta orang  penduduk Indonesia per Agustus 2022.

Melihat fenomena tersebut, beberapa faktor yang dianggap sebagai penyebabnya adalah kompetensi lulusan SMK yang belum atau kurang relevan dengan kebutuhan dunia usaha/industri. Juga sarana prasarana yang kurang/tidak memadai dan tidak/kurang sesuai dengan materi kompetensi  yang direncanakan seorang Guru.

Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan yang terkait dengan sarana prasarana adalah dengan diterapkannya prinsip-prinsip Kaizen pada bengkel praktik atau workshop tempat diklat tersebut dilaksanakan. Maasaki Imai (1997) menyatakan Kaizen merupakan budaya Jepang yang berarti “penyempurnaan” atau “perbaikan” berkesinambungan yang melibatkan semua orang, baik manajemen puncak, manajer, maupun seluruh karyawan, karena Kaizen adalah tanggung jawab setiap individu atau orang. Terdapat lima prinsip Kaizen yang dapat diterapkan dalam bengkel praktik ataupun ‘workshop’ oleh pihak sekolah, yaitu: ‘Seiri’, ‘Seiton’, ‘Seiso’, ‘Seiketsu’, dan ‘Shitsuke’. Kelima prinsip ini sering disingkat 5S Kaizen.

Penerapan Bagaimanakah penerapan prinsip Kaizen atau 5S Kaizen ini dalam bengkel praktik kompetensi keahlian Teknik Kendaraan Ringan (TKR) Otomotif? Untuk menerapkan prinsip-prinsip Kaizen dalam bengkel praktik harus dilakukan dengan langkah langkah berikut ini.

Prinsip ‘Seiri’ (pemilihan), meliputi pemeriksaan, pemilahan, dan pembuangan peralatan dan bahan praktik. Pemeriksaan bertujuan memeriksa peralatan dan bahan praktik yang tidak dipakai dan tidak berguna, mengecek peralatan yang jarang digunakan, memeriksa peralatan yang tidak pernah dipindahkan dan berdebu, memeriksa dokumen yang masih terpakai maupun tidak terpakai lagi, memeriksa tempat penyimpanan peralatan dan bahan praktik.

‘Seiton’ (penataan), meliputi penyimpanan, pelabelan (pemberian tanda), dan pemeriksaan peralatan dan bahan praktik. Penyimpanan bertujuan agar peralatan dan bahan praktik mudah ditemukan, aman dan sederhana, pembuatan tanda tempat penyimpanan sesuai dengan nomor lemari ataupun rak, dan penempatan bahan dan peralatan tidak membahayakan keselamatan Peserta Didik.

‘Seiso’ (pembersihan), meliputi pemeriksaan, pembersihan bengkel, peralatan dan bahan praktik, serta pelaksana kebersihan. Pemeriksaan kebersihan bengkel yaitu memeriksa kebersihan bengkel praktik serta peralatan dan bahan praktik sehingga memberikan dampak yang besar bagi setiap orang dan memberi pengaruh psikologi karena merasa nyaman dan tidak merasa stres.

‘Seiketsu’ (pemantapan), merupakan pemantapan standar dan control visual untuk mempertahankan 3S (‘Seiri’, ‘Seiton’, ‘Seiso’) dalam pelaksanaan prinsip Kaizen. Bertujuan untuk menetapkan standarisasi yang akan dicapai. Penetapan standar berlaku dalam menentukan setting bengkel, perawatan dan perbaikan peralatan bahan praktik serta dokumen yang berada dilingkungan bengkel praktik. Dalam menentukan setting bengkel meliputi penetapan standar control visual yaitu berupa pemberian label warna yang berbeda pada setiap peralatan dan bahan yang digunakan untuk praktik.

‘Shitsuke’ (pembiasaan), meliputi pembiasaan, revisi dan evaluasi pelaksanaan 5S. Pembiasaan 5S dilakukan pemeriksaan secara visual maupun dengan lembar pemeriksaan pelaksaanaan 5S secara bulanan sesuai dengan prosedur standar yang telah ditetapkan. Revisi 5S secara ketat setiap bulan dengan merencanakan jadwal tahunan berupa tanggal, waktu, area, dan pemeriksa untuk melakukan penilaian. Evaluasi pelaksanaan kegiatan 5S yaitu pembuatan nilai yang berhubungan dengan sasaran yang ditetapkan sebelumnya dengan bobot yang lebih tinggi ke arah kegiatan yang penting. Pemberian peringatan, ‘reward’ (penghargaan) maupun hukuman kepada Peserta Didik, Guru dan laboran sangat mungkin di lakukan.

“SMK Negeri 10 Semarang, dari Semarang untuk Indonesia”

Penulis: Soedjatmiko, S.Pd., Guru Produktif Teknik Kendaraan Ringan

Editor: Tim Humas