Ki Hadjar: Pendidikan Sebagai Landasan Pembentukan Manusia Beradab

Persoalan besar yang akan dihadapi masyarakat sebuah bangsa (Indonesia) dalam tiap kurun waktu adalah bagaimana upaya menciptakan masyarakat yang lebih berkeadaban sesuai dengan kodratnya. Dalam masyarakat yang beradab maka di situlah terdapat bangsa yang beradab, demikian konstruksi dasar dari pesan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Konstruksi pemikiran ini memberikan ‘pe-er’ (pekerjaan rumah) besar dan pesan mendasar bahwa Pendidikan menjadi faktor fundamental, yang menuntun segala kodrat anak-anak bangsa berkembang untuk dapat menemukan jati dirinya menggapai keselamatan hidup bahkan mencapai puncak kehidupan tertingginya yakni mencapai kebahagiaan hidup yang sejati. Ki Hadjar dalam lembaran historisnya, memberikan pesan monumental bahwa filosofi Pendidikan adalah sebuah proses mengasah potensi diri anak, menumbuhkan, untuk kemudian mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan ‘menuntun,’ yaitu sebuah proses mengkolaborasikan potensi diri anak dengan mendampingi dan mengantar anak dengan intensitas bimbingan kearah tujuan yang akan dicapai. Maka, pada posisi ini seorang pendidik dituntut sebagai guru pamong yang memberikan tuntunan dan arahan yang jelas agar potensi anak secara kodrati tidak kehilangan arah terlebih membahayakan bagi masa depannya.

Menuntun, mengandung pengertian, ibarat sebuah kertas, seorang anak bukan sebuah kertas kosong yang dapat ditulis atau dicoret dengan tulisan apapun, atau diperlakukan sesuai dengan keinginan orang dewasa.  Dalam konteks sosial budaya menuntun dimaknai,  sebagai suatu usaha yang membawa seseorang kepada suatu hal yang baik, memperbaiki perilakunya untuk hidup yang layak dan menjadi bagian dari masyarakat. Filosofi Pendidikan yang ditekankan Ki Hadjar adalah sebuah perubahan yang menyangkut tiga kerangka yakni pertama, Kodrat Keadaan yang meliputi kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman adalah sebagai sebuah perubahan yang berlaku sesuai dengan perubahan keadaan dari waktu ke waktu.

Kedua, Prinsip Perubahan, terdiri dari asas Trikon (tiga konsep), yakni bahwa penyelenggaraan pendidikan harus berdasarkan pada asas kontinuitas, artinya bahwa sebuah proses Pendidikan harus berjalan secara tepat dan berkelanjutan. Asas konvergensi, sebuah proses pendidikan harus berjalan secara bersama, terkoordinir dan terintegrasikan (keterpaduan), serta asas konsentris, dalam arti bahwa proses pendidikan memiliki akar yang menancap ke bumi, yakni tempat dilangsungkannya proses pendidikan itu sendiri. Ketiga, Budi Pekerti adalah kesadaran perbuatan atau perilaku seseorang berkaitan erat dengan karakter manusia. Ki Hajar menyebutkan bahwa guru harus selalu melakukan perubahan diri kepada yang lebih baik, selalu menempatkan dirinya sebagai seorang pembimbing, penasehat, pendidik, pengajar, motivator, sikap rendah hati, penuntun, tegas dan selalu menjaga kehormatannya sebagai teladan. Di samping itu seorang guru harus dapat melakukan identifikasi terlebih dahulu terhadap tiga aspek kebutuhan belajar muridnya yakni kesiapan belajar, minat belajar dan profil belajar murid.

Peran guru sebagai pendidik tertuang dalam semboyan Ki Hadjar; Ing Ngarso Sung Tuladha artinya seorang guru harus bisa memberi contoh dan panutan kepada anak didiknya, Ing Madya  Mangun  Karsa, artinya guru harus bisa membangkitkan semangat atau kemauan dalam diri muridnya untuk terus menerus belajar dan melakukan proses inovasi, serta Tut Wuri Handayani, guru dapat harus memberikan dorongan atau motivasi dan arahan yang tepat bagi anak didiknya. Secara faktual, seorang guru atau pendidik sebelum mengetahui filosofi pemikiran Ki Hadjar sering memandang bahwa seorang murid seperti kertas kosong yang siap dicorat-coret, sementara pembelajaran masih berpusat pada guru, kadang masih terlihat bahkan sering terjadi, mengejar terselesainya materi sesuai dengan silabus yang tersedia, dengan sumber belajar adalah buku atau bahan ajar seadanya dan melarang penggunaan gadget selama pelajaran berlangsung. Setelah mempelajari filosofi pemikiran Ki Hadjar, pendidikan dipahami adalah proses menuntun segala kekuatan kodrati yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki. Pendidikan harus berpihak pada anak, bukan kertas kosong yang bisa digunakan sesuai keinginan orang dewasa.

Anak terlahir dengan kekuatan kodrat yang masih samar-samar, maka tugas seorang guru adalah memperjelas perjalanan (proses-belajar) mereka, bahkan menebalkan pola pikir dari ketidakjelasan memahami yang ia pelajari atau sedang dihadapinya. Posisi pendidik dan buku bukanlah satu-satunya sumber belajar dan bahan ajar, masih banyak ragam sumber-sumber belajar lainnya, yang dapat dengan mudah diakses melalui smartphone yang mereka miliki. Pembelajaran harus berpusat pada siswa, posisi guru hanya menuntun, mengarahkan, juga sebagai fasilitator yang mengemas sebuah pembelajaran untuk lebih menyenangkan. Satu hal yang menjadi titik poin dalam menerapkan pembelajaran di kelas sebagai cerminan konstruksi pemikiran Ki Hadjar adalah dengan merencanakan pembelajaran yang inovatif, penuh kreatifitas serta proses interaksi yang berpusat pada murid. Upaya untuk mengangkat kearifan lokal dan budaya setempat dalam kegiatan pembelajaran menjadi kata kunci, di samping menerapkan kurikulum Merdeka Belajar untuk tercapainya pelajar yang berkarakter Profil Pelajar Pancasila, sementara guru mengemas sebagai fasilitator, pembelajar yang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman, yakni berinovasi dalam menciptakan pembelajaran menyenangkan.

 

Penulis : Nika Dewi Indriati, Guru SMKN 6 Semarang

Editor : Nurul Rahmawati, M.Pd., Guru SMKN 1 Bawen