Penilaian Sumatif Akhir Tahun (PSAT) berakhir pada 7 Juni 2023. Umumnya setelah itu siswa akan mencari guru meminta remedial, mengejar nilai-nilai yang masih kurang. Pola-pola ini ternyata tidak berlaku oleh sebagian besar siswa di jurusan Animasi SMKN 11 Semarang. Mereka fokus pada pengiriman karya-karya bebas yang bertujuan untuk melatih kompetensi di bidang gambar. Bagi mereka, penilaian dari pihak luar seperti pemilik studio kreatif dan market place jauh lebih bermakna sehingga dapat dirasakan benefitnya secara langsung. Beberapa hari ini, grup WhatsApp kelas X Animasi cenderung ramai oleh kiriman karya yang diposting di Instagram. Apakah mereka mengejar nilai? Saya rasa tidak karena rata-rata karya bebas yang dikirim sudah banyak yang memenuhi batas minimal jumlahnya. “Saya tetap mengirim karya bebas karena tidak ada kesibukan selain membantu orang tua. Di samping itu saya juga ingin mengembangkan skill untuk mengisi portofolio saya,” ungkap Felysa ketika ditanya alasan mengapa dirinya tetap mengirim karya bebas.
Cahaya Imania setiap hari tidak lepas dari proses menggambar. Ia selalu konsisten mengirim karyanya setelah diselesaikan. “Mengirim karya bebas di grup animasi merupakan sebuah apresiasi untuk diri saya sendiri. Saya ingin orang-orang melihat proses, perkembangan, terlebih memberikan kritik beserta saran mengenai gambar saya. Saya tidak terlalu memikirkan nilai karya bebas yang sudah memuaskan. Karena saya ingin orang-orang lebih mengenal karya saya,” ungkap Cahaya Imania. Ia tidak mengejar nilai-nilai di atas kertas, yang ia lakukan semata-mata untuk menambah portofolionya. Candra putri juga mengirim karya-karya bebas. Meskipun banyak karya yang dikirim, namun tetap saja mengirim karya. Bahkan ada yang unik dari karyanya, sehingga saya mengomentari untuk melanjutkan ke proses pembuatan cerita animasi dengan karakter yang sudah dibuatnya. Inilah yang sering saya lakukan untuk memantik mereka terus berkarya. Setiap individu mendapatkan respon yang berbeda satu sama lainnya, karena setiap individu adalah unik. Menurut Candra Putri ia tidak ingin menyia-nyiakan waktunya, jadi selama ia memiliki waktu luang akan membuat karya bebas dalam rangka mengasah skillnya.
Kilau, salah satu siswa yang secara kuantitatif sudah memenuhi standar penilaian, karena karya wajib sudah ia kirim, karya bebas sudah banyak, bahkan karya animasinya juga sudah selesai. Namun ia tetap mengirim karya bebas, karena baginya sebagai bentuk aktualisasi diri. “Saya ingin terus mengirim karya bebas, mungkin saya sudah mengirim banyak. Tapi banyak belum berarti cukup. Karena saya ingin terus belajar dan melatih gambar saya untuk terlihat lebih bagus,” ungkap Kilau. Evan Arya juga konsisten untuk berkarya. Bahkan malam ini ia mengirim 3 karya. Menunjukkan jika para siswa sudah merasakan konsisten membuat karya sudah menjadi kebutuhan. “Saya ingin terus mengembangkan karya, agar bisa menjadi lebih baik dan berkembang untuk ke depannya,” ungkap Evan. Masih banyak siswa lainnya yang terus mengirim karya bebas. Bagi mereka nilai hanya sebatas angka yang akan ditulis di buku raport. Mereka lebih memikirkan bagaimana karya mereka bisa tembus ke industri atau studio kreatif, bahkan bisa tembus ke market place yang bisa menghasilkan finansial. Bahagia ketika saya menemukan banyak siswa yang memiliki kesadaran untuk terus belajar. Belajar bukan semata-mata untuk mendapatkan nilai, namun belajar semata-mata meningkatkan kualitas dirinya.
Alasan-alasan inilah sebenarnya dapat menjadi masukan dan perhatian bagi guru-guru yang masih berorientasi pada ketuntasan nilai. Pembelajaran seharusnya berorientasi pada proses dengan feedback sebagai penilaiannya untuk melejitkan anak. Pembelajaran bukan bermuara pada nilai-nilai di atas kertas. Pembelajaran justru bermuara pada kepuasan siswa ketika mencapai versi terbaiknya masing-masing. Sejatinya pembelajaran itu sebuah permainan tanpa batas. Karena permainannya tanpa batas, maka cara-cara pembelajarannya bukan sekedar berakhir pada sebuah nilai. Jika sudah tuntas terus berakhir. Justru kita sebagai guru harus mampu memacu siswa untuk terus belajar dan berkarya, sehingga mereka akan menemukan perjalanan yang bermakna dalam belajar.
Penulis : Diyarko, Guru SMKN 11 Semarang
Editor : Nurul Rahmawati, M.Pd., Guru SMKN 1 Tuntang
Komentar Pengunjung