Membangun Budaya Akademik Pendidik, Sebuah Keniscayaan

Semenjak pemberlakuan peraturan menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi nomor 16 tahun 2009 yang salah satunya mengatur dan mensyaratkan komponen publikasi ilmiah dalam daftar usulan penilaian angka kredit (DUPAK) jabatan fungsional guru, salah satunya berimplikasi pada kewajiban pendidik (guru) untuk melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). PTK dengan diseminasinya menjadi salah satu jenis publikasi  ilmiah sering dirasa sebagai simpul tersendatnya kenaikan pangkat atau jenjang karir sebagai pendidik (baca: guru). Syarat penelitian dan publikasi ilmiah yang dimaksudkan satu upaya penguatan guru sebagai motor komunitas belajar (learning society) sekaligus upaya penciptaaan iklim akademik pada satuan pendidikan/sekolah. Namun hal tersebut tidak terlepas dari masih kurangnya kegiatan menulis dan meneliti sebagai budaya (akademik) di satuan pendidikan atau sekolah. Lalu, bagaimana mejadikan kegiatan menulis dan meneliti sebagai budaya akademik di satuan pendidikan atau di sekolah?

Posisi pendidik yang saat ini diakui pemerintah sebagai salah satu profesi, menuntut pendidik memiliki kompetensi di antaranya kompetensi profesi dan pedagogik. Kompetensi profesi terkait dengan penguasaan terhadap ilmu atau bidang studi yang diampunya, sedangkan kompetensi pedagogik berhubungan dengan bagaimana membelajarkan, mentransfer ilmu tersebut. Bahkan untuk menyandang keprofesian tersebut (calon) pendidik  haruslah berstrata sarjana (S1). Di sisi lain, dalam melaksanakan tugas keprofesian pendidik yang selalu berinteraksi dengan banyak peserta didik (siswa), pendidik dihadapkan dengan tingkat pluralitas dan heterogenitas peserta yang tinggi, seperti latar belakang, potensi, kecerdasan, minat dan perhatian bahkan cita-cita dari setiap individu yang berbeda. Hal ini membutuhkan persepektif baru diferensiasi pembelajaran yang diyakini sangat berpengaruh pada tingkat pencapaian hasil belajar atau prestasi yang kurang optimmal bahkan kurang memuaskan. Hal inilah menempakan guru pada suasana dinamis pada berbagai kelas dan jenjang yang setiap tahunnya berubah. Posisi dan situasi demikian mengharuskan pendidik untuk peka terhadap perubahan dan terus belajar dan berinovasi dalam melaksanakan tugas pokoknya tersebut sekaligus menjadi topik kajian atau penelitian yang tidak pernah habis. Kajian ini dipandang sebagai nilai lebih yang harus dimiliki guru pada jabatan strata guru madya dan guru pembina dengan pencapaian angka kredit jabatan fungsional guru. Dalam konteks pemenuhan angkat kredit tersebut seperti yang tertuang pada Buku 4 tentang pedoman kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan dan angka kreditnya (Dirjen GTK, 2019) disebutkan publikasi ilmiah dapat berupa seminar/publikasi hasil penelitian, tinjauan ilmiah, penyususunan diktat/modul atau buku pembelajaran, penulisan artikel populer di media massa  dan sejenisnya. Karya dan publikasi tersebut tidak terlepas dari kemampuan pendidik dalam mengekplorasi atas ilmu yang telah didapatkannya dan atas proses transfer pengetahuan kepada peserta didik pada kegiatan pembelajarannya.

Agar pembelajaran semakin efektif, diperlukan kemampuan adaptasi dan penerimaan akan issue-issue terbaru pendidikan sepeti dinamika paradigma, pendekatan, model, teknik atau strategi pembelajaran baru seiring kemajuan teknologi pembelajaran, perkembangan sosial masyarakat dan kebutuhan kekinian peserta didik.  Issue dan gagasan baru pendidikan dapat diperoleh pendidik dan akan terasah (upgraded) melalui kepesertaan pendidik dalam berbagai forum ilimah: seminar, kolokium dan lokakarya. Munculnya ide dan gagasan tersebut dapat menjadi gagasan artikel ilmiah yang diterbitkan di media massa dan dapat  diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas, termasuk implementasi metode, pendekatan, teknik atau strategi pembelajaran masa kini. Implementasi ini bermuara pada pelaksanaan pembelajaran di kelas yang dapat diidentifikasi, diinventarisir dan ditulis sebagai penelitian. Kegiatan penelitian yang biasa dilakukan di satuan pendidikan adalah penelitian deskripsi, penelitian tindakan, maupun penelitian eksperimen. Penelitian tindakan (PTK) menjadi prioritas dalam penelitian pendidikan dimaksudkan sebagai kegiatan refleksi guru atas praktek pembelajaran yang telah dilakukannya selama ini untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran. Berbagai kegiatan tersebut tidak terlepas dari pemikian dan kegiatan yang mendasarkan pada ilmu dan kajian teoritis yang sudah diperolehnya saat menyelesaikan tingkat kesarjanaanya.

Dalam sharing penulis dengan beberapa sejawat, terungkap beberapa kesulitan dalam kegiatan menulis karya dan melakukan publikasi ilmiah di antaranya terasa minimnya gagasan/ide baru, susahnya menembus kolom ilmiah di media massa, terbatasnya referensi yang terkait dengan ide/gagasan pendukung atau landasan teori, dan sulitnya mengembangkan ide atau gagasan di sela-sela padatnya terkait tugas administratif, dan sebagainya. Terkait minimnya gagasan, support pimpinan satuan pendidikan dan institusi dinas di atasnya sangat diperlukan guru dalam berbagai forum ilmiah dan kegiatan kolektif guru termasuk penyediaan berbagai literatur di sekolah baik literatur (buku) konvensional maupun perpustakaan digital, pembudayaan diskusi yang masif dan kontinyu, pemberian fasilitasi presentasi atas karya pendidik. Juga ruang display karya ilmiah guru, seperti Web, atau blog dinas. Kepesertaan guru dalam berbagai forum ilmiah, kegiatan kolektif seprofesi terlebih dengan di bawah fasilitasi dan supervisi institusi perguruan tinggi akan membuka cakrawala dan gagasan baru serta kemungkinan tumbuhnya kreativitas dan daya inovasi guru. Jalinan kerjasama sekolah dengan perguruan tinggi dalam bentuk workshop/diklat penulisan atrikel dengan pemangku media massa akan mengasah kemampuan menulis guru sekaligus mewadahi karyanya serta memperbesar peluang bagi ruang display bagi karya guru sekaligus mewadahi karyanya. Pengefektifan kerjasama timbal balik, sekolah-perguruan tinggi dapat memberikan akses yang lebih pada kegiatan ilmiah kampus sebaliknya perguruan tinggi dapat menjadikan sekolah sebagai wahana mahasiswa melakukan pengalaman nyata maupun penelitian. Bukan tidak mungkin, pendampingan guru terhadap praktikan mahasiswa dapat melahirkan kolaborasi ide dan tema penelitian yang sangat berguna bagi guru dan sekolah. Kolaborasi guru-mahasiswa menjadi transfer isue dan gagasan baru, selain membuka peluang bagi ruang publikasi di sejumlah jurnal ilmiah. Dengan semangat dan upaya guru yang tidak kenal lelah untuk menjadi insan pembelajar dan  dukungan satuan pendidikan serta falisitasi-supervisi instansi di atasnya, budaya akademik pendidik dan satuan pendidikan akan menjadi sebagai sebuah keniscayaan.

 

Penulis : Y. Bangun Widadi, M.Pd., Guru SMAN 1 Bringin

Editor  : Nurul Rahmawati, M.Pd., Guru SMKN 1 Tuntang