Membangun GRIT Melalui Challenge Menjual Karya

Mengajar dan mendidik itu bukan sekedar memberikan materi dan tugas. Seringkali kita sebagai guru terjebak dengan pola lama yaitu memberikan materi, memberikan penugasan dan berakhir dengan penilaian. Mengajar dan mendidik hanya berakhir dengan sebuah penilaian dengan angka-angka di atas kertas. Mindset inilah yang membuat peserta didik semakin kerdil, tidak bisa berkembang sesuai dengan passion dan talentanya. Guru sebagai pengajar dan pendidik, hendaknya memaknai tugasnya sebagai perjalanan spritual tanpa titik dan tak berujung. Ketika mendidik dan mengajar ujungnya pada pencapaian kompetensi yang tertuang di kurikulum saja, bagaimana peserta didik akan mampu melampaui ekspektasinya. Sebagai ilustrasi, seekor gajah yang dalam hidupnya selalu dirantai pada sebuah tiang dalam waktu yang lama, suatu ketika rantainya dilepas dari tiang tersebut, gajah pun tidak bisa lagi berlari. Ketika guru hanya membatasi pada capaian kompetensi yang tertuang pada kurikulum tersebut, peserta didik diibaratkan gajah yang tidak bisa berlari lagi karena terbiasa dibatasi. Pola pengajaran dan pendidikan seperti ini, sama saja memasung kebebasan peserta didik.

Mengajar dan mendidik hendaknya mampu membawa peserta didik mencapai GRIT (Guts, Recilience, Initiative, & Tenacity). GRIT merupakan kombinasi antara sebuah kesadaran secara mendalam tentang apa yang kita inginkan dan daya juang atau kegigihan (kerja keras dan sikap pantang menyerah). GRIT merupakan usaha untuk terus berupaya mencapai apa yang kita inginkan dengan konsistensi dan ketabahan, seperti memiliki kompas batin yang membantu memandu seluruh keputusan dan aksi kita. Mengapa GRIT penting? Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa bakat dan kecerdasan saja belum tentu bisa menentukan kesuksesan seseorang. Bahkan sebaliknya, bakat itu sendiri mampu menurunkan kualitas kinerja seseorang, dan tes bakat dan kepribadian yang ada saat ini cenderung lemah dalam mengukur potensi diri seseorang yang sebenarnya. Di sisi lain, upaya (yang didukung oleh Grit) dinilai dua kali lebih penting. Kita harus terus melakukan upaya untuk mengasah bakat dasar kita melalui praktek agar bakat tersebut mampu menjadi keterampilan yang terukur. Kita juga harus terus berupaya mengaplikasikan kemampuan-kemampuan tersebut untuk mengatasi dan memberikan solusi kepada masalah-masalah nyata untuk mecapai keberhasilan.

Praktik sederhana yang kami lakukan di jurusan Animasi SMK Negeri 11 Semarang untuk membangun GRIT peserta didik adalah memberikan tantangan menjual karya maupun jasa di bidang desain ilustrasi, animasi 2D, modeling 3D ataupun animasi 3D. Peserta didik diberikan kesempatan untuk membangun jejaring ataupun menawarkan karya di market place maupun social media. Ketika sudah ada pesanan, penyelesaian pekerjaan dan perolehan finansial, peserta didik segera melaporkan kepada guru ataupun melalui WhatsApp group untuk mendapatkan penilaian. Orang tua salah satu peserta didik bernama Reynaldy memberi pesan kepada saya, bahwa Reynaldy melanjutkan pemesanan kedua yang lebih besar ukuran areanya. Berupa design 3D Visual Klinik Kecantikan. Selanjutnya Reynaldy mengirim karyanya di grup kelas dan saya tanyakan berapa biaya yang ia dapat. Pertanyaan yang bersifat pribadi ini memang sengaja saya lontarkan di grup dengan harapan semua siswa di grup mengetahui tentang besarnya finansial yang diperoleh sehingga menjadi motivasi. Di luar ekspektasi, ketika minggu yang lalu ia mendapatkan Rp500.000,- sekarang ia mendapatkan finansial sebesar Rp1.200.000,-. Inilah yang kami lakukan, sederhana namun pantikan-pantikan dan tantangan-tantangan tersebut mampu menaikkan GRIT peserta didik. Ia menjadi lebih sadar tentang bakat, kemampuannya dan terus meningkatkan passion tersebut dengan berlatih hingga mencapai versi terbaiknya.

 

Penulis : Diyarko, Guru SMKN 11 Semarang

Editor : Nurul Rahmawati, M.Pd., Guru SMKN 1 Tuntang