Membangun Sekolah Inspiratif Melalui Budaya Displin Positif

Sekolah diibaratkan tempat bercocok tanam sehingga guru perlu  menciptakan suasana sekolah aman, nyaman dan menyenangkan sebagai tumbuh kembangnya murid berdasarkan kodrat yang dimiliki murid.
 salah satu tanggung jawab seorang guru adalah bagaimana menciptakan lingkungan positif semua  warga sekolah yang saling mendukung, berkolaborasi dan berinovasi sehingga tercipta nilai-nilai kebajikan yang akan tumbuh menjadi karakter-karakter baik yang menumbuhkan motivasi intrinsik yang nantinya akan terbentuk suatu Budaya Positif.

Budaya positif disekolah dapat dimulai dengan menerapkan konsep disiplin positif, dengan membentuk keyakinan kelas, memahami posisi kontrol dan penerapan segitiga restitusi dalam penyelesaian permasalahan murid.

Tujuan Penerapan Budaya Positif: (1)Menumbuhkan motivasi intrinsik pada murid, (2) Meningkatkan keberanian dan kepercayaan diri dalam menyampaikan pendapat mengenai gambaran kelas impian, (3) Meningkatkan rasa tanggung jawab disiplin diri dan kemandirian pada murid, dan (4) Serta menumbuhkan budaya positif di kelas ataupun di sekolah.

Dukungan yang dibutuhkan dalam Penerapan Budaya Positif: (1) Kolaborasi dengan kepala sekolah, rekan sejawat dan murid dalam upaya menerapkan Budaya Positif, (2) Kolaborasi dengan wali murid agar dapat melanjutkan pembiasaan Budaya Positif dilingkungan keluarga, dan (3) Sarana dan prasarana yang mendukung dalam terciptanya suasana aman, nyaman dan menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran untuk mewujudkan budaya positif.

Apa pentingnya disiplin positif dalam mewujudkan budaya positif?

Dalam rangka menciptakan lingkungan positif, salah satu strategi yang perlu kita tinjau kembali adalah penerapan disiplin di sekolah kita. Apakah sudah efektif, apakah  perlu ditinjau kembali? Apa sesungguhnya arti dari disiplin itu sendiri? Apa kaitannya dengan nilai-nilai kebajikan?. Kita melakukan sesuatu karena adanya suatu dorongan atau motivasi, terkadang kita melakukan sesuatu ingin menghindari rasa ketidaknyamanan atau hukuman, terkadang pula melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman, pujian, atau penghargaan dari orang lain.

Tujuan dari disiplin positif adalah  untuk menanamkan motivasi agar  menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya .

Motivasi intrinsik, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai, atau mencapai suatu tujuan mulia. Menurut Ki Hajar Dewantara, bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks pendidikan kita saat ini, syarat utamsa untuk menciptakan murid yang merdeka adalah harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri. Hal ini berdampak jangka panjang dan membentuk murid memiliki disiplin positif yang merupakan unsur utama terwujudnya suatu budaya positif.

Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu, mereka melakukan suatu tindakan selain karena motivasi diri juga karena adanya beberapa kebutuhan yang harus terpenuhi yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Bagaimana kita sebagai seorang guru dalam menyelesaikan permasalahan murid atau yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan apakah harus diselesaikan dengan hukuman? Setiap permasalahan tidaklah selalu diselesaikan dengan menghukum, cara tersebut adalah pilihan terakhir yang dilakukan.

Dalam menyelesaikan permasalahan murid, kita berupaya memposisikan diri sebagai manager dan teman, posisi ini menangani kasus dengan menggunakan pendekatan Segitiga Restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004), adapun tahapan pada segitiga restitusi. Adapun tahapan-tahapan Segitiga Restitusi adalah: (1) Menstabilkan identitas, (2) Validasi tindakan yang salah, dan (3) Menanyakan keyakinan

Menangani permasalahan dengan langkah segitiga restitusi, guru berkolaborasi dengan murid menyelesaikan dan menemukan solusi permasalahan, dengan ini murid mampu menemukan solusi permasalahan berdasarkan kesadaran dari dalam dirinya sendiri. hal ini dapat membentuk siswa memiliki disiplin positif yang nantinya akan mewujudkan budaya positif diinginkan pada lingkungan sekolah.

“SMK Negeri 10 Semarang, dari Semarang untuk Indonesia”

Penulis: Dwi Palupi Widyasari, S.Pd, M.Si, CGP Angkatan 11

Editor: Tim Humas dan Literasi