Meningkatkan Motivasi Intrinsik Peserta Didik dalam Proses Pembelajaran Melalui Case Study

Setiap proses pembelajaran, Guru dan Peserta Didik memiliki tujuan yang hendak dicapai bersama. Dalam hal ini, Guru sebagai fasilitator memiliki peran yang sangat penting saat merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran, sehingga mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendefinisikan tujuan pembelajaran sebagai deskripsi pencapaian tiga aspek kompetensi, yaitu: (1) pengetahuan, (2) keterampilan, (3) dan sikap, yang diperoleh Peserta Didik dalam satu atau lebih kegiatan pembelajaran.

Berbagai model dan strategi pembelajaran dapat digunakan oleh Guru dalam kegiatan pembelajaran, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Semua model pembelajaran yang hingga saat ini terus berkembang memiliki keunikannya masing-masing, sehingga salah satu model pembelajaran tidak dapat dijadikan sebuah patokan yang selalu dilakukan tanpa memperhatikan perkembangan jaman dan teknologi yang terus berubah.

Seiring dengan perkembangan jaman, kemajuan teknologi, dan karakteristik cara belajar Peserta Didik, menuntut setiap Guru dituntut terus mengembangkan diri dengan pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan strategi pembelajaran yang tepat, bermakna dan menyenangkan.

Penulis merupakan Guru Produktif Teknik Kendaraan Ringan kelas XI, yang mengampu mata pelajaran pada elemen sistem sasis kendaraan ringan. Salah satu materi atau deskripsi pada elemen tersebut adalah perawatan dan perbaikan sistem rem pada kendaraan ringan. Tujuan pembelajaran pada materi atau deskripsi tersebut adalah Peserta Didik mampu memahami, melakukan perawatan dan perbaikan sistem rem kendaraan ringan.

Sebelum memulai pembelajaran teori maupun praktik, Penulis memberikan pemahaman awal mengenai manfaat dan fungsi sistem rem pada kendaraan, melalui pembelajaran case study (studi kasus) dengan menggunakan media video.

Studi kasus merupakan proses pencarian pengetahuan yang empiris guna menyelidiki dan meneliti berbagai fenomena dalam konteks kehidupan nyata yang memunculkan suatu topik penelitian yang harus ditemukan jawaban atau solusinya (Yin, 1996). Sedangkan, menurut Susilo Rahardjo dan Gudnanto (2011), studi kasus adalah metode yang diterapkan untuk memahami individu lebih mendalam dengan dipraktekkan secara integratif dan komprehensif. Langkah tersebut dilakukan untuk memahami karakter individu yang diteliti secara mendalam. Selain mempelajari karakter individu, juga membantu menentukan solusi atas permasalahan yang dihadapi individu tersebut. Harapannya adalah ketika masalah yang dihadapi bisa terselesaikan. Maka individu tadi akan memiliki karakter dan cara berpikir yang lebih baik. 

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, tujuan menggunakan metode studi kasus dalam proses pembelajaran, antara lain:

  1. Lebih Fleksibel. Pendekatan studi kasus dinilai lebih fleksibel karena memang ditujukan untuk mengeksplorasi suatu permasalahan. Hal ini berbeda dengan pendekatan yang sudah didesain untuk menguji teori atau hipotesa. Karena sifatnya fleksibel, Peserta Didik bisa melakukan penelitian atau mengumpulkan data sesuai perkembangan kegiatan penelitiannya. Mereka bisa mencari ilmu sesuai dengan gaya belajar yang mereka sukai dan menyenangkan.
  2. Penekanan pada Pemahaman Konteks. Metode studi kasus memiliki penekanan lebih terhadap pemahaman konteks. Peserta Didik secara individu atau berkelompok harus memperdalam pemahaman kasus atau persoalan yang akan diteliti. Peserta Didik juga diarahkan untuk mengumpulkan data atau informasi lebih lanjut terkait persoalan tersebut. Luaran dari studi ini disebut thick description,yaitu deskripsi mendalam mengenai suatu persoalan atau kelompok orang serta konteks yang terkait permasalahan.
  3. Kolaborasi. Melalui studi kasus yang dilakukan secara berkelompok, Peserta Didik bukan hanya mempelajari pemahaman materi dari suatu permasalahan saja, tetapi juga belajar bersosialisasi dan berkolaborasi dengan orang lain. Peserta Didik bisa belajar cara menciptakan kerja sama yang baik untuk menyelesaikan permasalahan bersama.
  4. Belajar Mandiri. Metode pembelajaran studi kasus berfokus terhadap Peserta Didik. Artinya, Peserta Didik lebih aktif dalam kegiatan belajar dan Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan director(pengarah) bagi Peserta Didik. Secara menyeluruh, Peserta Didik akan mencari tahu sendiri sebab akibat dari suatu permasalahan, mencari solusi, mencari data, dan informasi secara mandiri.
  5. Disiplin dan Bertanggung Jawab. Metode studi kasus juga membentuk Peserta Didik menjadi pribadi yang disiplin dan bertanggung jawab. Dalam pelaksanaannya, Peserta Didik diberikan batas waktu untuk mengumpulkan data dan informasi serta menyimpulkan hasil analisanya. Hal ini membuat mereka jadi lebih disiplin dalam mengatur waktu dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya tepat waktu.
  6. Berpikir Kritis. Metode studi kasus juga bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis Peserta Didik. Pasalnya, dalam menganalisis suatu permasalahan, mencari informasi yang tepat dan mencari solusi tentunya membutuhkan kemampuan berpikir kritis.
  7. Komunikasi. Metode ini juga membantu meningkatkan kemampuan komunikasi yang baik dengan orang lain. Ini karena dalam metode studi kasus, Peserta Didik sebagai peneliti membutuhkan responden untuk diwawancarai. Saat wawancara, Peserta Didik akan mengalami berkomunikasi dengan narasumber.

Penulis menggunakan media video pada metode pembelajaran studi kasus, Penggunaan video sebagai media pembelajaran dapat menyajikan atau menyampaikan pesan dengan mengamati secara audio visual, bahasa, prosedur, serta teori aplikasi untuk membantu pemahaman dari teori pembelajaran (Slamet, 2012, dalam Buraeda Nur).

Materi video pada metode studi kasus yang ditayangkan Penulis adalah mengenai kejadian kecelakaan lalu lintas di jalan raya yang berkaitan dengan tidak berfungsinya sistem rem pada kendaraan, karena adanya gangguan atau kerusakan komponen atau sistem. Proses pembelajaran yang dilaksanakan tersebut mampu membangkitkan motivasi intrinsik Peserta Didik.

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tumbuh dari dalam diri individu. Peserta didik yang termotivasi secara intrinsik melakukan aktivitas belajar karena aktivitas itu sendiri, bukan karena yang lain, seperti ingin mendapat hadiah atau karena takut akan hukuman. Dengan demikian, Peserta Didik akan sungguh-sungguh belajar karena kemauan dan kepedulian yang muncul dari dalam dirinya sendiri.

Setelah mengikuti proses pembelajaran menggunakan metode studi kasus dengan melihat langsung kejadian pada media video, diharapkan Peserta Didik dapat:

  1. Memahami lebih mendalam mengenai fungsi dan cara kerja komponen maupun sistem rem pada kendaraan.
  2. Menyadarkan tentang manfaat sistem rem pada kendaraan sebagai salah satu sistem yang memberikan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan berkendara.
  3. Meningkatkan sikap tanggung jawab dan disiplin saat melakukan perawatan maupun perbaikan sistem rem dengan benar dan sesuai SOP.

Dengan meningkatnya motivasi intrinsik, Peserta Didik akan sungguh-sungguh belajar karena kemauan dan kepedulian yang muncul dari dalam dirinya sendiri, bukan sekedar untuk mendapatkan nilai di atas kertas tetapi sebagai bentuk tanggung jawab sebagai seorang mekanik otomotif.

“SMK Negeri 10 Semarang, dari Semarang untuk Indonesia”

Penulis: Arimurti Asmoro, S.Pd., M.Pd., Guru Mapel Produktif Teknik Kendaraan Ringan

Editor: Tim Humas