Resonasi Pembelajaran

Runtuhnya tiga  jembatan legendaris di Amerika Serikat, Taccoma Narrows Bridge (TNB),  dan Manhattan Bridge dan  Golden Gate Bridge  tidak karena ledakan bom atau gempa. Konon, runtuhnya ketiga jembatan tersebut justru akibat angin sepoi-sepoi. Sebuah fenomena alam yang mempertontonkan keanggunan, kelemahlembutan yang mampu menghasilkan kekuatan yang amat dahsyat. Dalam alam imajinasi dan asosiasi penulis, angin sepoi-sepoi dan jembatan itu sebagai pendidik  dan peserta didik. Sentuhan halus guru bak sepoi-sepoinya angin yang selalu diharapkan mampu membangkitkan dan menyalurkan energi positif peserta didik guna meledakan potensinya. Konon, keruntuhan itu karena resonansi akibat kesamaan frekwensi angin dan frekwensi alami jembatan yang mampu menghasilkan efek vibrasi yang menghasilkan energi atau kekuatan besar. Lalu, dalam pembelajaran bagaimana membangun resonansi guru dan peserta didik agar sentuhan guru mampu mengeksplosifkan potensi peserta didik? 

Asesmen Diagnostik

Dalam praktik pembelajaran di kelas, ketidak efektifan pembelajaran yang berakibat tidak berkembangnya potensi peserta didik secara optimal sering terjadi karena kurang padunya, kurang sinkronnya perlakuan (sentuhan) guru dengan kondisi dan situasi peserta didik, termasuk kebutuhan  belajar peserta didik yang secara faktual sangat heterogen, termasuk minat, perhatian, dan talentanya. Ketidaknyamanan, kejenuhan, dan kekurang aktifan peserta didik menjadi rmasalah klise pembelajaran. Standar proses implementasi kurikulum merdeka mengamanatkan pelaksanaan pembelajaran dalam suasana belajar yang menyenangkan. Pembelajaran dalam suasana belajar yang menyenangkan dirancang supaya peserta didik mengalami proses belajar sebagai pengalaman yang menimbulkan emosi positif. Pembelajaran yang menyenangkan dimaksud dilakukan dengan menciptakan suasana belajar yang gembira, menarik, aman, dan bebas dari perundungan;  menggunakan berbagai variasi metode dengan mempertimbangkan aspirasi siswa, serta tidak terbatas hanya di dalam kelas dan mengakomodasi keberagaman gender, budaya, bahasa daerah setempat, agama atau kepercayaan, karakteristik, dan kebutuhan setiap peserta didik (permendikbud-ristek no. 16 th 2022). Guna mengakomodasi keberagaman latar belakang, minat, cara dan  kebutuhan  belajar serta kemampuan awal setiap siswa itulah pentingnya dilakukan asesmen diagnostik. Merujuk pada keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan riset dan teknologi nomor 719/P/2020, disebutkan bahwa asesmen diagnotik merupakan penilaian/asesmen kurikulum merdeka yang dilakukan secara spesifik dengan tujuan untuk mengidentifikasi atau mengetahui karakteristik, kondisi kompetensi, kekuatan, kelemahan model belajar peserta didik, sehingga pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan kompetensi dan kondisi peserta didik yang beragam. Dengan terlaksananya asesmen ini, sekolah dapat memfasiltasi sarana dan prasana pendukung pembelajaran dan para guru dapat melakukan penyesuaian dalam merancang metode, model dan media pembelajaran yang sesuai kemampuan peserta didik untuk menyampaikan materi capaian pembelajaran. Asesmen diagnosis ini mencakup pemetaan kemampuan dasar kognitif maupun situasi non kognitif awal peserta didik. Kemampuan dasar kognitif menjadi faktor yang peserta didik  sangat penting sebagai modal penguasaan materi pembelajaran maupun kecepatan dalam pencapaian capaian dan tujuan  pembelajaran atau kompetensi belajar, termasuk penentuan tindak lanjut pembelajaran, pengayaan atau remidial. Sedangkan dengan asesmen diagnosis non kognitif dapat dipetakan aspek psikologis dan kondisi emosional serta kesiapan peserta didik sebelum memulai pembelajaran seperti latar belakang keluarga, minat, perhatian dan gaya belajar peserta didik. Singkatnya, asesmen diagnotis menjadi upaya menyamakan frekwensi pembelajaran guru dengan peserta didik.

Pembelajaran Berdifferensiasi

Pembelajaran berdifferensiasi dikembangkan dari istilah diferensiasi pengajaran.. Manurut Carol A. Tomlinson (1995), diferensiasi pengajaran (Differentiate Instruction) merupakan suatu pengajaran yang memperhatikan perbedaan individu peserta didik. Di dalam pembelajaran berdiferensiasi, guru mengajarkan materi dengan memperhatikan tingkat kesiapan, minat, dan gaya belajar peserta didik. Peserta didik yang siap, memiliki kemampuan prasyarat dan memiliki minat serta perhatian dengan materi akan dipelajarinya akan cepat kompeten, mampu mendalami dan mencapai tujuan pembelajaran atau capaian pembelajarannya. Demikian pula strategi yang tepat dan media pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajarnya akan menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan untuk mendalami materi ajar bahkan tuntutan tujuan belajar dan capaian pembelajarannya sampai kedalaman yang mungkin melebihi potensinya. Sebaliknya pada peserta didik tertentu diperlukan perlakuan khusus, strategi tertentu dan media  pembelajaran yang sesuai dengan situasi psikologisnya agar tidak tertinggal dalam pencapaian tujuan pemebelajaran seperti yang lain. Asesmen diagnotik menjadi langkah awal pembelajaran guna mengetahui tingkat kesiapan, minat, dan gaya belajar peserta didik. Berdasarkan hasil asesmen diagnostik tersebut, guru dapat merancang pembelajaran sesuai heterogenitas situasi awal dan kebutuhan belajar peserta didik sampai asesmen akhir atau penentuan penilaian hasil pembelajaran. Dengan hasil asesmen kognitif menjadi dasar penyusunan materi/topik atau bahan ajar serta kedalaman materi yang adaptif untuk peserta didik yang sudah siap mengikuti pembelajaran dan pemantapan materi prasyarat atau matrikulasi untuk beberapa peserta didik yang mengalami masalah pada pengetahuan prasyarat tersebut. Hasil asesmen non kognitif dapat memetakan sejauh mana minat peserta didik terhadap materi yang akan dipelajari, serta kebutuhan belajar siswa yang menjadi landasan pemilihan strategi dan media pembelajaran yang akomodatif dengan gaya belajar dan aspirasi peserta didik.

Dngan demikian dalam penerapan kurikulum merdeka saat ini, asesmen diagnostik  dan pembelajaran berdiferensisasi menjadi upaya membangun resonansi pembelajaran, menyamakan frekwensi guru dan peserta didik menjadi sebuah kegiatan bersinergi dalam upaya menciptakan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan guna menciptakan eksplosivitas kemampuan belajar  dan aktualilasi diri setiap peserta didik sesuai dengan potensi masing-masing.

Penulis : Y. Bangun Widadi, M.Pd.. Guru SMAN 1 Bringin.

Editor : Annisa Erwindani, S.Pd. Guru SMA Islam Hidayatullah.