Tahun pembelajaran 2023/2024 yang baru dimulai pertengahan bulan ini terus mengimplementasikan kurikulum merdeka untuk tahun yang ke-3. Spirit implementasi kurikulum yang berorientasi pada kemerdekaan belajar peserta didik menekankan keberpihakan pendidik dan satuan pendidikan (sekolah) pada kebutuhan belajar setiap individu peserta didik sebagai pembelajar sebagai individu yang bebas, dengan karakteriktis setiap individu yang khas, berbeda satu dengan yang lain. Spirit keberpihakan pada peserta didik ini membawa pemikiran akan perlunya penerapan pembelajaran yang berdiferensiasi. Masih sering menjadi pertanyaan, haruskan guru mempersiapkan, menerapkan model dan strategi serta menilai pembelajaran secara bervariasi sebanyak peserta didik di setiap kelasnya? Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang memberi keleluasaan pada siswa untuk meningkatkan potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat dan profil belajar siswa tersebut. Dalam landasan penerapan kurikulum sebelumnya (permendikbud 22.tahun 2016) telah diamanatkan kepada setiap pendidikan pada satuan pendidikan untuk menyelenggarakan proses pembelajaran secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dalam pandangan penulis, kata terakhir dalam frasa tersebut telah menyiratkan muatan pembelajaran berdiferensiasi.
Dalam kurikulum merdeka lebih ditegaskan mengenai pembelajaran berdiferensiasi diorientasikan pada terwujudnya capaian pembelajaran (banyak memadankan dengan KI) yang merupakan sekumpulan kompetensi dan lingkup materi pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum (operasional) satuan pendidikan. Standar proses kurikulum merdeka (permendikbudristek No. 16 Th. 2022) yang merupakan pedoman dalam menerapkan kurikulum merdeka di satuan pendidikan juga memaksudkan agar proses pembelajaran menjadi efektif dan efisien untuk mengembangkan potensi, prakarsa, kemampuan, dan kemandirian peserta didik secara optimal. Pengembangan potensi, prakarsa, kemampuan, dan kemandirian peserta didik secara optimal diyakini akan terwujud dengan perhatian dan orientasi pendidik yang lebih intens pada heterogenitas setiap individu/siswa seperti perhatian/minat, potensi/kemampuan prasyarat terdahulu, latar belakang dan gaya belajar dalam kerangka kebutuhan belajar. Orientasi pada heterogenitas peserta didik dalam implementasi kurikulum merdeka menjadi roh dan spirit baru yang harus semakin dihidupi dan dikembangkan. Orientasi keberpihakan pada individu dengan heterogenitasnya mensyaratkan pengenalan pendidik pada kondisi dan karakter setiap individu (siswa). Namun demikian, dalam praktek pembelajaran keberpihakan tersebut bukanlah hal yang mudah dan menjadi tantangan tersendiri. Seorang pengampu berbagai mata pelajaran, guru kelas di pendidikan dasar (SD) tidak mudah untuk mengidentifitasi minat, gaya belajar maupun kesiapan setiap individu di kelas tersebut pada setiap mata pelajaran (non agama dan olah raga) yang diampunya. Sebaliknya guru mata pelajaran di satuan pendidikan menengah pertama (SMP) dan mengengah atas (SMA) dengan beban minimal 24 jam mengajar per minggu, guru tersebut setidaknya mengampu di 6 sampai 12 kelas yang melibatkan 210 hingga 420 peserta didik juga akan mengalami tantangan yang tidak jauh berbeda.
Di sisi lain, pembelajaran berdiferensiasi yang efektif sebagaimana dalam standar proses memerlukan perencanaan yang matang, pelaksanaan pembelajaran yang berkualitas dan penilaian yang autentik dengan memperhatikan heterogenitas tersebut. Perencanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud merupakan aktivitas untuk merumuskan tujuan belajar dari capaian pembelajaran dari setiap unit pembelajaran, perencanaan cara/strategi untuk mencapai tujuan belajar dan cara menilai ketercapaian tujuan belajar tersebut. Secara regulatif dokumen perencanaan pembelajaran tersebut setidaknya memuat tujuan pembelajaran, langkah atau kegiatan pembelajaran, dan penentuan alat penilaian atau asesmen pembelajaran. Diperlukan kejelian pendidik dalam menterjemahkan capaian pembelajaran menjadi tujuan belajar dengan mempertimbangkan karakteristik peserta didik dan sumber daya satuan pendidikan. Pembelajaran yang berkualitas yang akan dilaksanakan diharapkan dapat menjadi pengalaman nyata peserta didik, memberi kesempatan untuk menerapkan materi pada problem atau konteks nyata, mendorong interaksi dan partisipasi aktif peserta didik, mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang tersedia di lingkungan satuan pendidikan dan/atau di lingkungan masyarakat, serta menggunakan perangkat teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam konteks penilaian atau asesmen, implementasi kurikulum merdeka menerapkan jenis penilaian diagnostik, formatif dan sumatif. Penilaian diagnostik menjadi pintu masuk pembelajaran berdiferensiasi sebagai piranti untuk memotret kebutuhan belajar siswa, seperti minat, kebiasaan atau gaya belajar dan potensi awal siswa. Dengan hasil diagnostik dapat memberikan gambaran mengenai motivasi apa yang dapat menumbuhkan minat belajar, dan dapat menjadi referensi guru untuk menyiapkan berbagai sumber belajar seperti print out, media audio atau audio visual, maupun belajar di ruang virtual berbasis internet. Demikian pula dari diagnostik tersebut dapat menjadi dasar pemilihan strategi belajar yang akan dikembangkan yakni belajar mandiri, kolaborasi, tentang kemampuan awal akan berguna untuk menentukan dari level pengetahuan apa pembelajaran harus dimulai dan pengetahuan prasyarat apa yang perlu diperkuat untuk mencapai tujuan belajar. Penilaian formatif yang dikembangkan dalam kurikulum merdeka dilaksanakan pada akhir setiap unit pembelajaran guna memotret sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah dilaksanakan, sekaligus menjadi bahan refleksi dan umpan balik apabila dipandang perlu untuk perbaikan kualitas pembelajaran selanjutnya. Kedua penilaian ini berpulang kepada guru, bukan untuk menjustifikasi hasil belajar siswa. Kemampuan siswa dalam meraih capaian belajar diukur dengan penilaian sumatif pada tengah atau akhir fase. Melalui penilaian diagnostik yang tepat akan diperoleh gambaran mayoritas kebutuhan belajar peserta didik di kelas, juga kebutuhan belajar tertentu atau khusus untuk sebagian siswa yang akan membantu guru dalam memenuhi kebutuhan belajar. Menjadi tugas setiap pendidik untuk melaksanakan tes diagnostik sebelum pembelajaran dan memfasilitasi kebutuhan sebagian besar peserta didik serta memperhatikan kebutuhan khusus peserta didik tertentu. Dengan demikian, pembelajaran berdiferensiasi bukanlah variasi pembelajaran sebanyak siswa di kelas tersebut, namun upaya untuk memfasilitasi kebutuhan sebagian besar siswa dan keberpihakan pada sebagian siswa yang memiliki kebutuhan belajar tertentu agar dapat belajar secara bebas, dapat tumbuh kembang, meraih capaian belajar sesuai minat, potensi dan profil pribadinya.
Penulis : Y. Bangun Widadi, M.Pd., Guru SMAN 1 Bringin
Editor : Nurul Rahmawati, M.Pd., Guru SMKN 1 Tuntang
Komentar Pengunjung