Sinegritas Terbangun Karena Rasa Saling Asah, Asih, dan Asuh

Keningku (58 th) berkerut saat mendengar kalimat tentang  semboyan “Asih, Asah, Asuh, yang yang diucapkan teman sejawat saat itu, di ruang kantor SMA N 16 Semarang. Kami berdua sempat berbincang kecil untuk makna dari kata ”3 A “Asih, Asah, Asuh”, apakah sudah kami terapkan di lingkungan kerja kami saat ini? Lalu kami tersenyum simpul bersama.

Aku, tumbuh besar dilingkungan kerja SMA N 16 sejak tahun 1999 (kata orang Jawa: babat alas/ sekolah ini berdiri). Kurang lebih 24 tahun seusia anak sulung saya, membersamai teman sejawat guru dan karyawan dengan beragam pribadi yang berbeda beda. Malalui keberagaman itu kita harus belajar untuk hidup secara bersamaan tanpa memandang latar belakang.

Kadang kala saya merasa situasi dilingkungan kerja kurang kondusif dikarenakan terlupakanya makna : “Asih, Asah, Asuh dalam dunia kerja. Yang muda merasa mudanya  dengan ego yang kadang kadang kurang bisa mengontrol diri sehingga membuat  orang lain merasa tidak dianggap dan sakit hati, Yang sepuh kadang kala juga ambil sikap “diam”nya karena tidak mau ikut campur  dengan urusan orang lain, hal ini dikarenakan masih adanya penilaian perasan yang masih menekankan “saya”, “dia”, dan “mereka” tetapi bukan “kita”.

“Kalau tidak salah sih, silih asah itu saling mengingatkan satu sama lain. Silih asih berarti saling menyayangi, dan silih asuh itu, saling mengajari,” tutur kepala SMA N 16 Semarang Sri Wahyuni,S.Pd,M.PdTahukah teman kalau semboyan tersebut merupakan bagian dari kekayaan ‘pitutur basa Sunda’, yang mampu menghalau ancaman radikalisme? Salah satu contohnya silih asih, silih asah, silih asuh -meskipun yang populer didengungkan susunannya asah, asih, asuh, sesuai runutan huruf vokal.

“Silih asih sebenarnya diucapkan jadi yang pertama, karena menyayangi menjadi kunci jadi kunci awal. Jadi bagaimana bisa saling membenci dan menyakiti dengan adanya prinsip ini? Yang kedua, masyarakat saling membimbing dengan silih asah, lalu silih asuh, saling menasehati kepada kebaikan dan kebenaran,”

Kearifan lokal pada tiap daerah di Indonesia sangat beragam, tidak terkecuali kearifan lokal yang ada di Tanah Sunda. Falsafah Sunda tersebut membahas bagaimana caranya membangun sistem kemasyarakatan yang harmonis sesama manusia tanpa melupakan jati diri budaya sendiri. Nilai moral budaya Sunda mengandung konsep dasar tentang kehidupan yang dibentuk oleh manusia dan masyarakat yang menimbulkan tekad masyarakat Sunda untuk mewujudkannya. Salah satu falsafah yang masih selalu dijadikan pedoman dan pegangan adalah prinsip ‘Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh’ atau bisa juga disebut dengan istilah ‘Silas’ atau ‘3 SA’.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, silih memiliki arti saling, ganti, tukar. Kata silih yang memiliki arti saling, mengandung makna nilai transformasi yang bersifat resiprokal dan saling memberikan respon dengan penuh kesantunan. Kata ‘silih’ menjadi kunci pembuka untuk mendalami kosmologi atau tatanan ontologis dalam kebudayaan .Kata ini sendiri dalam leksikon merujuk pada kata kerja penyambung yang menyiratkan nuansa ‘berbalas’, ‘timbal balik’, atau ‘mengambil alih’.

Silih Asih

Silih asih dimaknai sebagai saling mengasihi dengan segenap kebeningan hati ,saling mengasihi dengan memberikan kasih sayang yang tulus. Kata asih berarti cinta, mengandung makna nilai ontologis bahwa keberadaan ‘asih’ berasal dari Tuhan Yang Maha Pengasih, sehingga nilai asih menjadi landasan kehidupan dalam membangun keharmonisan hidup manusia. Secara singkat silih asih berarti saling menyayangi. Silih asih adalah tingkah laku yang memperlihatkan rasa kasih sayang yang tulus, dengan maksud mewujudkan suatu kebahagiaan. Aspek penanda silih asih adalah sebagai berikut; adanya dedikasiyang tinggi, apapun halangan yang menghadang, akan selalu dilampaui, kemampuan berdisiplin, dalam halnya ketaatan, kesetiaan, dankemampuan untuk membatasi diri; sebagai pengorbanan, kemampuan mengorbankan kepentingan individu demi kepentingan yang dikasihinya secara benar; sebagai ekspresi diriseutuhnya dan sangat diperlukan guna menumbuhkan rasa percaya diri; dapat menimbulkan rasa bahagia sebagai hasil kerja sama yang berasal dari hasil jerih payah yang dicapai bersama.

Silih asih berarti saling menebar cinta kasih atau rasa saling menyayangi. Silih asih merupakan wujud komunikasi dan interaksi antara manusia dengan Tuhan yang menekankan pada cinta kasih Tuhan terhadap sesama manusia. Semangat silih asih merupakan semangat yang tertancap kuat prinsip keTuhanan dan kemanusiaan. Dengan budaya silih asih terjadi keharmonisan, ketentraman, dan keamanan antar umat masyarakat sehingga dalam berkehidupan tidak adanya kelas sosial, semua manusia tidak ada yang dianggap sempurna dan tidak ada manusia yang seluruhnya dicela. Silih asih sebagai falsafah yang nilainya spiritualistik, bagaimana manusia hidup mampu berdampingan dengan sekitar dan sesama ciptaan yang tumbuh dari pendalaman iman dengan Tuhan. Tradisi silih asih sangat berperan dalam menyegarkan kembali manusia dari keterasingan dirinya dalam masyarakat sehingga citra dirinya terangkat dan menemukan ketenangan. Karena dengan kesendirian masyarakat cenderung mengalami kegelisahan, kebingungan, penderitaan, dan ketegangan etis serta mendesak manusia untuk melakukan pelanggaran hak dan tanggung jawab sosial. Silih asih mengajak masyarakat untuk mensyukuri alam dan sumber daya didalamnya untuk digunakan secukupnya serta menjaga kelestarian agar alam tidak bersabda untuk mengembalikan keseimbangan bumi. Dengan adanya silih asih menjauhkan masyarakat dari tindakan-tindakan anarkis.

Silih Asah

Konsep dasar silih asah adalah saling mencerdaskan, saling menambah ilmu pengetahuan, memperluas wawasan dan pengalaman lahir batin. Capaian akhirnya adalah peningkatan kualitas kemanusiaan dalam segala aspeknya, baik pada tataran kognisi, afeksi, spiritual maupun psikomotorik. Semuanya bertujuan untuk mengatasi tantangan hidup manusia dan mewujudkan cita-cita dan harapannya dengan baik dan benar. Silih asah adalah proses aktivitas antara dua pihak, ada yang berperan sebagai pemberi pengetahuan dan ada pula yang berperan sebagai penerima pengetahuan. Untuk itu, perlu adanya situasi dan kondisi yang menyertainya seperti:berdiskusi dan saling bertukar pemikiran dengan sesama;memberikan tanggapan dengan cara yang baik terhadap ide yang diusulkan orang lain;memberikan ilmu pengetahuan yang kredibel dan bermanfaat;menciptakan sebuah karya yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan;mencari inovasi baru dalam berbagai bidang yang dapat bermanfaat untuk sesama.

Tradisi silih asah menjadi penghubung antara ilmu pengetahuan dengan dimensi etis sehingga ilmu pengetahuan bukan alat penindasan yang angkuh tetapi ilmu pengetahuan akan menjelma menjadi anggun yang akan membebaskan dan mengangkat derajat masyarakat dari keterbelakangan.

Silih Asuh

Silih asuh memiliki arti saling membimbing, mengayomi, membina, menjaga, mengarahkan dengan seksama agar selamat lahir dan batin. Secara singkatnya, silih asuh dimaknai kehidupan yang penuh harmoni dan cinta kasih. Silih asuh sebagai alat komunikasi dalam masyarakat untuk saling mengingatkan, memberikan teguran, memberikan masukkan, saran, dan pendapat sehingga ikatan emosional sesama masyarakat, ada ikatan batin yang menganggap bahwa dirinya diperhatikan dengan sesamanya. Silih asih berbicara bukan “saya”, “dia”, dan “mereka” tetapi “kita”. Budaya silih asuh merupakan penjaga ketika dalam penerapan silih asah dan silih asih sedang berjalan. Ada nilai-nilai luhur yang harus tetap dijalankan walaupun kehidupan terus berkembang ke arah modern. Disinilah letak silih asuh sebagai pengingat akan norma-norma/nilai-nilai agar tidak hilang dan terus terjaga dan diteruskan terhadap generasi berikutnya. Silih asuh dapat disimpulkan sebagai salah satu bentuk pola kehidupan yang berorientasi pada kultur saling menjaga dan memelihara sehingga tumbuh kesadaran untuk saling bersilaturahmi dan menjaga hak dan kewajiban antar sesama,untuk itu penanda silih asuh sebagai berikut: kesederajatan adanya kesadaran bahwa kedua belah pihak sederajat sebagai makhluk hidup, tidak saling menekan dan menjajah (membulying);menghargai dan dihargai akan mendorong suasana kemitraan yang nyaman; adil , sebagai kemampuan untuk menghargai atas kualitas yang dicapai tiap individu;bersifat satria sebagai kemampuan untuk tidak menyalahkan orang lain hanya karena ingin menyelamatkan diri sendiri; kaderisasi merupakan kiat untuk mempercepat proses regenerasi, dengan melakukan transformasi informasi dari pengalaman pendahulu sebagai rambu rambu perjalanan kebudayaan bangsa selanjutnya agar tidak mengalami kemunduran.

Contoh implementasi dasar dari prinsip silih asuh yaitu:memberikan teguran kepada sesama ketika melakukan kesalahan,membimbing sesama yang sedang berada dalam kesulitan,mengingatkan norma, nilai, dan aturan di masyarakat agar tidak hilang dan terus terjaga,menghargai dan menghormati semua perbedaan yang ada,menyamakan persepsi dalam rangka mewujudkan tujuan bersama.

Dengan ilmu pengetahuan membawa masyarakat untuk cerdas, cerdas dalam pola pikir, cerdas dalam bertingkah laku, cerdas dalam sikap. Ilmu pengetahuan membuka jendela informasi yang saat ini terus berkembang sehingga diharapkan masyarakat mampu sebagai pembawa arah / arus bangsa dan negara Indonesia menuju cita-cita yang harus dicapai. Kehadiran silih asah sebagai bahasa persatuan dengan membuka pikiran, mendekatkan diri dengan pendidikan, dengan ilmu-ilmu, dengan pandangan-pandangan yang membuat masyarakat berfikir bahwa dunia ini penuh dengan keberagaman dan harus hidup secara bersamaan tanpa memandang latar belakang.Semangat silih asah melahirkan etos dan memperkaya khazanah keilmuan sebagai upaya untuk menciptakan otonomi dan kedisiplinan sehingga tidak mudah tergantung dengan orang lain, karena dengan ketergantungan mempermudah masyarakat untuk tertindas dan terjajah serta mengajak untuk mengikuti paham-paham diskriminasi, intoleransi yang tidak sesuai dengan hati nuraninya.

Bila di lihat secara seksama falsafah Silih Asah, Silih Asih dan Silih Asuh dalam masyarakat sangat kental akan nilai-nilai spritualitas, keharmonisan, dan ketentraman. Nilai-nilai inilah yang seharusnya hidup sampai sekarang bukan berkembang nilai-nilai intoleransi yang digunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Cara memulainya yaitu dengan mendorong hadirnya pendidikan yang berkebudayaan. Agar budaya yang dimiliki bangsa Indonesia tidak hilang yang apabila ditelaah secara dalam bahwa budaya lokal mampu sebagai fondasi yang kuat untuk merajut kembali persatuan dan kesatuan yang saat ini mulai hilang. Mendorong pemuda untuk terlibat aktif dalam kesenian serta memberikan fasilitas seluas-luasnya agar ada kesempatan untuk berekspresi. Serta mengajak setiap masyarakat untuk mempelajari dan memahami budaya lain, karena budaya lain memiliki ciri khasnya masing-masing. Ada ruang-ruang yang bisa dijelaskan dengan jelas dan memberitahukan bagian-bagian yang tidak boleh/dilarang. Proses memberitahukan ini semakin menambah wawasan sehingga terjadi suatu pemaknaan yang sungguh luar biasa.

Asih asah asuh yang memiliki pengertian sebuah dinamika, merupakan suatu tindakan, keberadaan, dan pengalaman. Saling asih asah asuh, dengan demikian, bermakna saling mencintai ,saling mendidik, , dan saling membina, dalam meningkatkan kecerdasan anak, harus diciptakan suasana pendidikan yang tepat dan baik, yaitu pendidikan dalam suasana kekeluargaan dan dengan prinsip asih (kasih), asah (memahirkan), asuh (bimbingan).

Anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik ketika mendapatkan perlakuan dengan baik, yaitu mendapat perlakukan kasih sayang, pengasuhan yang penuh pengertian dalam situasi yang nyaman dan damai,agar dalam pendidikan anak memperoleh sesuatu yang mendapat mencerdaskan pikiran, menguatkan hati dan meningkatkan keterampilan tangan (educate the head, the heart and the hand).

Aktualisasi pembelajaran melalui prinsip asih, asah dan asuh dapat dilakukan dengan menciptakan suasana belajar yang akrab, hangat, ramah serta bersifat demokratis. Anak diberikan kesempatan untuk menentukan keinginannya sendiri karena dalam masa kanak-kanak itu mereka sedang membutuhkan kemerdekaan dan perhatian dalam belajar. Anak biasanya memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar yang ingin diwujudkannya. Guru dan orang tua diharapkan memiliki skill untuk mewujudkan rasa ingin tahu anak tersebut.

Saat ku tulis ini, aku, semakin tidak meragukan “senyum manis ku untuk teman teman ku di SMA N 16 Semarang dan dimanapun mereka berada.Tidak ada kata terlambat untuk melakukan sesuatu yang terbaik, mari belajar/ berkarya/bekerja/berkinerja dengan CINTA, karena disitulah akan ditemukan  makna asih,asah,asuh yang benar benar akan terbangun dengan baik.

Penulis : Petty Yuni Astorini, S.Ag., TAS Pengadministrasi Umum.

Editor   : Annisa Erwindani, S.Pd., Guru SMA Islam Hidayatullah.