Flipped Classroom, Pilihan Efektif Pembelajaran di SMAN 11 Semarang

Salah satu cara meningkatkan kualitas pembelajaran  adalah dengan melakukan perubahan dan peningkatan proses pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang guru harus melakukan penyesuaian dari penyusunan rencana pembelajaran, pemilihan model pembelajaran sampai pelaksanaan evaluasi. Seiring dengan perkembangan zaman yang menuntut peserta didik untuk lebih berwawasan lebih luas, maka guru setidaknya dapat masuk ke dunia mereka untuk membimbing dan masuk ke dalam model pembelajaran yang telah direncanakan.

Dewasa ini, blended learning banyak diterapkan pada pembelajaran di era digital karena dianggap mampu memfasilitasi kecepatan dan kebutuhan belajar peserta didik yang beragam (Prescott dkk, 2018). Secara ketata bahasaan istilah blended learning terdiri dari dua kata yaitu, blended dan learning. Blended berasal dari kata blend yang berarti campuran, bersama untuk meningkatkan kualitas agar bertambah baik (Collins Dictionary). Atau  formula suatu penyelarasan kombinasi dan perpaduan  (Oxford  English Dictionary). Sedangkan learning berasal dari learn yang artinya belajar. Sehingga secara istilah blended learning dapat diartikan sebagai campuran atau kombinasi dari pola pembelajaran satu dengan yang lainnya.

Model pembelajaran Flipped Classroom merupakan salah satu jenis model blended learning yang dapat digunakan guru untuk mengaplikasikan aktifitas pembelajaran online dan tatap muka. Menurut Yulietri dkk (2015), Flipped Classroom adalah model di mana dalam proses belajar mengajar tidak seperti pada umumnya. Yaitu dalam proses belajarnya peserta didik mempelajari materi pelajaran di rumah sebelum kelas dimulai dan kegiatan belajar mengajar di kelas berupa mengerjakan tugas, berdiskusi tentang materi atau masalah yang belum dipahami.

Dengan menggunakan model pembelajaran Flipped Classroom, guru dapat mengintegrasikan video atau handout dalam pembelajaran. Pembelajaran akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik ketika mereka diperbolehkan untuk menggunakan beragam peralatan digital dalam kelas. Mereka dapat berinteraksi dengan temannya dan dengan guru selama mengerjakan tugas. Guru dapat mengkombinasikan antara pembelajaran Asinkronus atau tak langsung, dengan pembelajaran Sinkronus atau tatap muka, agar dapat berinteraksi secara optimal dengan peserta didik.

Menurut Adhitiya dkk (2015), langkah-langkah model pembelajaran Flipped Classroom adalah yang pertama adalah tahap Asinkronus (tak langsung). Tahap ini dimulai sebelum tatap muka, yang mana guru memberikan materi dalam bentuk video atau handout pembelajaran. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Serta memberi tugas peserta didik untuk membuat rangkuman dari handout atau materi. Kegiatan Asinkronus dapat dilakukan melalui media seperti Google Classroom, Microsoft Teams atau WhatsApp.

Tahap yang kedua adalah tahap Sinkronus (tatap muka). Pada tahap ini guru bersama peserta didik mendiskusikan handout atau video yang telah dipelajari. Melalui tanya jawab, guru menguatkan konsep. Tahap diskusi ini bisa diperkuat dengan bantuan papan tulis online seperti Google Jamboard. Kemudian peserta didik melanjutkan latihan pemecahan masalah melalui lembar kerja. Peserta didik dapat berdiskusi dengan kelompoknya untuk menyelesaikan masalah. Selanjutnya, salah satu peserta didik mempresentasikan hasil diskusi dan peserta didik lain dapat menanggapi atau memberi masukan.  Langkah terakhir yaitu guru memberikan tes untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta didik. Kegiatan Sinkronus ini dapat dilakukan melalui media seperti Google Meet, Microsoft Teams atau Zoom.

Penulis merupakan guru matematika di SMAN 11 Semarang, mengidentifikasi pada periode Juli sampai November 2020 menggunakan pembelajaran online seperti umumnya. Guru menjelaskan melalui media online kemudian tugas diberikan setelahnya. Hal ini dirasa kurang efektif, karena waktu yang disediakan untuk setiap mata pelajaran dirasa kurang untuk menjangkau desain pembelajaran yang inovatif dan kritis. Kuota peserta didik juga banyak terpakai meskipun sudah mendapat bantuan dari pemerintah. Setelah menganalisa hasil belajar peserta didik, hasilnya masih dikategorikan di bawah standar ketuntasaan minimal. Untuk itu dilakukanlah evaluasi terkait variasi pembelajaran yang akan diterapkan pada bulan selanjutnya.

Pada periode Januari 2021, penulis mulai menerapkan model pembelajaran Flipped Classroom. Sehari sebelum melakukan kegiatan Sinkronus, guru terlebih dulu melakukan kegiatan Asinkronus. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik mempunyai waktu lebih banyak dalam mendalami materi yang akan didiskusikan pada kegiatan Sinkronus. Saat Asinkronus ini dimulai, peserta didik dapat berdiskusi dengan teman sekelas ataupun dengan guru melalui media sosial yang disepakati. Pada tahap ini akan terlihat mana peserta didik yang aktif dan berkomitmen tinggi dalam belajar, dan mana peserta didik yang masih membutuhkan dorongan agar lebih berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Setelah melalui tahap Asinkronus, peserta didik diharapkan mempunyai rangkuman dari materi yang disampaikan dan mengetahui bagian mana yang belum mereka pahami. Selanjutnya di sesi Sinkronus, peserta didik membahas kesulitan yang ia hadapi saat sesi Asinkronus. Waktu 60 menit yang diberikan saat sesi Sinkronus cukup untuk mendiskusikan kesulitan yang mereka temui. Dan kemudian dilanjut berdiskusi mengenai pemecahan masalahnya.

Dari pengaplikasian model pembelajaran Flipped Classroom, bisa kita temukan beberapa keunggulannya. Salah satunya adalah menyediakan layanan materi yang bisa diakses kapanpun dan di manapun tanpa terbatas dinding kelas, sampai peserta didik memahami materi yang diberikan. Serta peserta didik dapat lebih mengasah kemampuannya dalam menyelesaikan soal. Model pembelajaran Flipped Classroom juga melatih kemandirian dan cara belajar efektif di era digital. Di sisi lain model pembelajaran ini juga memiliki tantangan, yaitu peserta didik perlu dukungan dan komitmen dari orang tua dan guru untuk memastikan mereka melaksanakan kegiatan Asinkronus dengan baik dan efektif.

Editor : Nurul Rahmawati E, M.Pd, Guru SMKN 1 Tuntang