MEMAHAMI KARAKTER SISWA DENGAN 34 CLIFFTON STRENGTHS

Apakah guru pernah menghadapi siswa nakal, banyak omong, ngeyelan, atau perilaku yang dianggap tidak sopan lainnya? Tentu pernah, bahkan mungkin sering. Apakah guru pernah mendengar bahwa siswa yang dulu di sekolah terkenal nakal, ternyata sudah lebih dulu bekerja dibandingkan teman-teman yang lain, yang dianggap siswa baik dan pintar? Atau bahkan anak-anak nakal itu sudah menjadi pengusaha? Tentu pernah, bahkan tidak hanya satu dua siswa yang dikabarkan demikian. Apakah pernah mendengar siswa yang dulu pandai, kemudian menjadi pegawai biasa bukan jadi pengusaha? Yang ini juga pernah umum. Berbagai kabar yang kita dengar tentang siswa setelah mereka lulus yang mungkin bertolak belakang dengan perilaku mereka saat sekolah. Mengapa bisa demikian? Ternyata salah satu faktor yang menjadi penyebabnya berkaitan dengan karakter bawaan.

Cliffton telah melakukan penelitian terhadap karakter manusia selama 30 tahun melakukan survey perilaku orang dari beberapa negara. Dari hasil penelitian tersebut, karakter manusia dikelompokkan dalam 34 tema. Masing-masing tema dikelompokkan lagi dalam 4 kluster. Meskipun penelitian ini bersifat umum dimana karakter yang ditemukan ada pada setiap orang, namun, dalam tulisan ini, karakter akan ditujukan pada siswa kaitannya dengan pemahaman guru dalam membimbing siswanya masing-masing.

Kluster yang pertama disebut strategic thinking yaitu berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menerima, mengolah, dan memahami informasi atau keadaan. Ada delapan tema yaitu analytical, context, futuristic, ideation, input, intellection, learner dan strategic. Karakter ini ditandai dengan perilaku siswa yang mudah menerima pelajaran, kritis, suka belajar, menunjukkan ketertarikan pada hal-hal baru dan bisa mengungkapkan gagasannya untuk masa depan. Bagi guru, siswa dengan karakter ini sangat ideal, tidak merepotkan dan kegiatan pembelajaran jadi lancar. Karakter ini memungkinkan siswa memahami pelajaran apapun dan melakukan tugas tanpa banyak penjelasan dari guru. Di samping itu, siswa ini punya kemampuan mencari informasi diluar materi yang diberikan guru, sehingga teknik diskusi dan penugasan individu bisa diterapkan dengan sangat baik. Maka kegiatan mengajar dengan teknik ceramah akan dianggap membosankan dan tidak menantang, sehingga siswa cenderung menyepelekan penjelasan guru. Dimasa depan siswa dengan karakter ini akan mengisi peran-peran kehidupan di bidang penelitian, pengembangan produk, konseling atau bahkan seni kreatif.

Kluster yang kedua disebut executing yaitu berhubungan dengan pelaksanaan tugas. Karakter ini terdiri dari 9 tema yaitu achiever, arranger, believe, consistency, deliberative, discipline, focus, responsibility, dan restorative. Karakter ini ditandai dengan siswa yang senang melakukan tugas, mengumpulkan tepat waktu dan sesuai dengan yang diminta guru. Siswa ini akan bertanya apakah tugasnya sudah sesuai atau belum dan tidak segan-segan memperbaiki apabila ada yang salah. Bagi guru, karakter ini sangat menyenangkan karena tugas apapun itu akan selesai dengan hasil yang cenderung baik. Kelemahan dari karakter ini adalah kurangnya sikap kritis dan analitis, sehingga tugas dikerjakan sesuai dengan yang diminta saja, tidak mengembangkannya lebih bagus. Di masa depan, siswa dengan karakter ini akan mengisi peran-peran kehidupan pada bidang-bidang pelayanan, mungkin sebagai human relation, relawan, anggota SAR dan sebagainya dimana petunjuk teknisnya jelas.

Kluster yang ketiga yaitu influencing berkaitan dengan kemampuan mempengaruhi orang lain. Karakter ini ditandai dengan kemampuan bicara yang baik sehingga orang lain bisa memahami kemudian menyetujui gagasannya. Karakter lain yang juga menonjol adalah kemampuan untuk mengendalikan, mengarahkan bahkan memerintah orang lain agar melakukan apa yang dimintanya. Siswa dengan karakter ini cenderung suka berdebat, kuat dalam mempertahankan pendapat dan kurang bisa menerima masukkan. Apabila guru bisa mengenali karakter ini, siswa bisa diberi tugas atau kegiatan yang berhubungan dengan mempengaruhi, memerintah dan mengarahkan. Bila menemui siswa yang suka ngeyel atau kurang ajar, misalnya, guru bisa membuka diskusi. Dalam hal ini kehati-hatian guru dalam memilih kata ketika berdiskusi sangat diperlukan karena jika guru bersikap otoriter, maka siswa dengan karakter ini akan menolak dengan berbagai sikap. Di masa depan, siswa dengan karakter ini diharapkan bisa menjadi pengusaha handal, supervisi atau pengawas.

Kluster yang keempat disebut relationship building berkaitan dengan sikap melayani. Tema yang termasuk dalam karakter ini ada 9 yaitu adaptability, connectedness, developer, emphaty, harmony, include, positivity, dan relator. Karakter ini ditandai dengan perilaku yang selalu merendah, toleransi tinggi, tidak suka berdebat dan selalu gembira. Kelemahan karakter ini adalah tidak bisa tegas mempertahankan pendapat, cenderung mengikuti arus dengan alasan agar tidak ada pihak yang dirugikan. Bagi guru karakter ini sangat menyenangkan karena dianggap memenuhi kriteria kesopanan sesuai nilai-nilai budaya dan agama. Kelemahan dari karakter ini adalah tidak mampu mendelegasikan tugas dengan baik. Maka apabila ditugaskan menjadi pemimpin, dia akan sibuk mengerjakan semua tugas sendiri. Karena karakter ini lemah dalam commanding maka akan sangat baik bila berelasi dengan karakter influencing yang bisa menutup kelemahan tersebut. Sedangkan bila berelasi dengan karakter executing maka akan terjadi tumpang tindih tugas karena kedua karakter tersebut sama-sama cenderung sebagai pelaksana. Dari sini guru bisa memilihkan tugas atau kegiatan yang sesuai untuk siswa dengan karakter ini. Di masa depan, siswa dengan karakter ini akan mengisi peran kehidupan yang memerlukan kemampuan diplomasi atau pelayanan publik seperti human relation, customer satisfaction, dan sejenisnya.

Apabila guru bisa mencermati dan mengindentifikasi karakter siswa dengan baik, maka akan sangat meminimalisir kenakalan siswa. Hal ini karena siswa mendapat perlakukan atau bimbingan sesuai dengan pembawaannya masing-masing. Teknik pembelajaran dikelas, penugasan atau kegiatan belajar mengajar menjadi lebih bervariasi karena bisa mengakomodasi semua karakter dengan baik. Kelas, diandaikan oleh Dryden (2000) adalah sebuah orkestrasi musik dimana masing-masing orang memegang instrumen yang berbeda. Selanjutnya dia mengatakan guru adalah pemimpin orkestra yang bisa mengorganisir segala instrumen agar menjadi musik yang indah. Maka bila guru bisa memahami karakter siswa dengan baik, sesungguhnya ia sedang menciptakan komposisi yang indah dalam pembelajaran.

 

Yuniati Akbariah, S.Pd, M.Li
Guru Bahasa Inggris SMK N 4 Semarang