Sederhana tapi Mendalam: Prinsip Pembelajaran Animasi SMKN 11 Semarang

Sederhana tapi mendalam itulah prinsip dari kurikulum merdeka. Bagaimana merealisasikannya? Diperlukan kemerdekaan jiwa dari seorang guru untuk merealisasikannya, karena tanpa itu guru hanya akan terbelenggu oleh rutinitas mengajar dengan pola-pola lama yang terkungkung oleh tuntutan ketuntasan materi. Di satu sisi, setiap siswa memiliki passion dan talentanya masing-masing. Di SMK peserta didik sudah mengerucut ke jurusan tertentu sesuai pilihannya, namun belum ada jaminan bahwa setiap individunya memiliki passion yang sama dengan jurusan yang mereka pilih. Bahkan banyak pula siswa yang memilih jurusan tersebut karena itu pilihan terakhir dan yang penting mereka bisa masuk di sekolah negeri, dengan alasan agar tidak membayar biaya sekolah. Peserta didik yang diterima di jurusan Animasi SMK Negeri 11 Semarang juga mengalami hal serupa. Tidak semua siswa memiliki passion di bidang gambar. Banyak dari mereka yang kemampuan menggambarnya kurang baik. Lalu apa yang perlu dilakukan guru? Ketika pembelajarannya dilakukan seragam, maka pembelajaran hanya akan disukai oleh peserta didik yang memiliki passion tersebut. Bagaimana dengan siswa yang tidak memiliki kemampuan menggambar baik?

Peserta didik kelas X (sepuluh) Animasi SMKN 11 Semarang mendapatkan tantangan wajib dan tantangan bebas. Melalui tantangan bebas, peserta didik dapat memilih salah satu dari animasi 2 dimensi (2D) atau animasi 3 dimensi (3D). Bagi siswa yang merasa passionnya di bidang gambar, mereka dapat menekuni membuat karya bebas terkait dengan animasi 2D, sedangkan yang merasa kurang mampu menggambar maka dapat menekuni animasi 3D. Namun siswa yang memiliki kemampuan menggambar dengan baik dan memilih dua-duanya juga diperbolehkan. Inilah sebuah kemerdekaan yang diberikan kepada siswa untuk mengembangkan passionnya. Farel, adalah salah satu siswa kelas X Animasi yang memiliki kemampuan menggambar kurang. Selanjutnya ia pantik untuk membuat karya bebas dengan fokus ke animasi 3D. Ia menekuni animasi 3D yang diawali dengan modeling 3D. Ia belajar blender secara mandiri dan berusaha membuat modeling 3D berdasarkan referensi yang ada. Tidak hanya membuat modeling 3D, ia terus meningkatkan skillnya secara mandiri. Dengan tutorial dari YouTube dan berdiskusi dengan teman-temannya, akhirnya Farel mencoba membuat animasi 3D. Diawali dari membuat animasi yang paling sederhana yaitu gerakan bendera berkibar.

Motivasi untuk terus belajar membawa Farel memperdalam skillnya. Di minggu ini ia membuat karya animasi 3D yaitu gerakan coklat yang tumpah dari cangkir satu ke cangkir yang lainnya. Proses ini diperlukan keahlian yang lebih komplek dibandingkan karya-karya sebelumnya. Untuk membuat karya seperti ini dibutuhkan effort yang tinggi dan tentu saja harus mengalahkan kemalasan. Farel yang awalnya menghabiskan waktu dalam bermain game akhirnya ia mampu menguranginya. “Saya harus mengurangi  kegiatan yang kurang bermanfaat seperti bermain game,” ungkapnya. Saat itu ia memiliki rencana untuk belajar memperdalam 3D modeling. Dari perkembangan yang diraih, Farel mendapat dampak yang positif. Saat ini ia dipilih ketua Jurusan untuk bergabung dalam project riil pembuatan modeling 3D gedung-gedung di SMKN 11 Semarang bersama siswa kelas XI (sebelas) Animasi. Proses pemberian tantangan untuk Farel ini sebagai contoh penerapan pembelajaran diferensiasi dengan harapan akan diperoleh hasil yang mendalam. Sederhana yaitu fokus ke animasi 3D namun ia akan mempelajari lebih mendalam.  Kompetensi ini jika dilihat pada capaian kompetensi seharusnya berada di kelas XI, namun dari proses inilah, ia sudah mencapainya di kelas X.

 

Penulis : Diyarko, Guru SMKN 11 Semarang

Editor  : Nurul Rahmawati, M.Pd., Guru SMKN 1 Tuntang