“Meta” Hatinya Pendidikan

Workshop Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) diselenggarakan oleh komunitas GSM Semarang Raya bersama MKKS SMK Kota dan Kabupaten Semarang pada Selasa, 29 November 2022. Dengan mengusung tema “Napas Pendidikan Masa Depan” hadir sebagai narasumber founder dan co-founder GSM yaitu Bapak Muhammad Nur Rizal dan Ibu Novi Poespita Candra. Workshop ini mampu menarik perhatian sekitar 400 guru dan kepala sekolah untuk bersama-sama menerapkan nilai-nilai GSM dalam proses mendidik siswa.  “Ketika kurikulum berganti terus, ketika tidak ada sekolah, apakah pendidikan berhenti?” Itulah pertanyaan yang dilontarkan Bapak Rizal kepada peserta. Tentu saja tidak berhenti, lalu apa yang menjadi napas pendidikan itu? Apakah kurikulumnya? Apakah sarana dan prasarana yang ada di sekolah tersebut? Kedua-duanya bukan sebagai napas pendidikan. Yang menjadi napas pendidikan adalah budaya sekolah yang terbentuk. Dari napaslah, oksigen akan masuk ke segala penjuru tubuh ini sehingga kehidupan akan berlangsung, demikian juga dengan pendidikan. Maka diperlukan napas yang akan menyalurkan energi-energi positif kepada seluruh peserta didik. Budaya sekolah yang positif terus dibangun inilah yang menjadi napas sehingga pendidikan akan tetap berlangsung dan tidak berhenti.

Di era industri 4.0, dunia pendidikan mengejar pada konten materi dan ketercapaian kurikulum dengan cara-cara yang rutin. Maka secara tidak langsung sebenarnya kita sedang mencetak para operator yang nantinya akan tergantikan oleh robot. Contohnya di SMK, ketika siswa hanya disiapkan keterampilan-keterampilan hard skill, maka setelah lulus mereka hanya akan menjadi operator yang jelas ke depannya akan tergantikan oleh robot. “Lalu apa yang perlu dipersiapkan sebagai pendidik di era 4.0 ini?” tanya salah satu peserta workshop.  Yang perlu dimiliki oleh setiap pendidik hanya satu, yaitu meta atau cinta kasih. Ketika pendidik memiliki meta atau cinta kasih tanpa syarat, maka mendidik dan di dalamnya ada proses pengajaran akan tercipta cara-cara yang memanusiakan peserta didik. Itulah salah satu penjelasan co-founder GSM, Ibu Novi ketika menjawab pertanyaan dari peserta. Ketika seorang guru merasa bahwa dirinya sudah merasa berkorban, namun peserta didiknya belum sesuai harapan, maka itu cinta kasih bersyarat. Cinta kasih seorang guru tidaklah bersyarat. Seperti matahari yang selalu menyinari bumi dan tidak peduli bahwa bumi itu berterima kasih atau tidak. Selamat hari Guru, semoga kita bisa selalu menebar cinta kasih (meta) tak bersyarat sehingga akan mengantarkan peserta didik memiliki kecakapan emotional yang tidak dimiliki oleh robot masa depan.

 

Penulis : Diyarko, Guru SMKN 11 Semarang

Editor   : Nurul Rahmawati, M.Pd., Guru SMKN 1 Tuntang