Memantik Kesadaran Pentingnya Berkarya

Apa yang sering dilakukan guru untuk memantik kesadaran diri peserta didik? Sebagian besar guru memilih nasehat. Nasehat itu bagus, namun tidak selamanya efektif, karena nasehat pada saat waktu yang kurang tepat akan tertolak. Dalam ilmu coaching, untuk memantik kesadaran diri ajaklah peserta didik berdiskusi dari hati ke hati. Posisikan guru bukan seorang yang ahli menasehati, namun sebagai teman yang bisa diajak mengobrol. Dalam diskusi tersebut diperlukan pertanyaan pemantik yang memberdayakan atau the power question. Permasalahan yang sering saya temui pada peserta didik di jurusan Animasi SMKN 11 Semarang terkait dengan berkarya adalah ketidakkonsistenan dalam berkarya, mereka mudah bosan, pada situasi tertentu mudah goyah untuk melakukan kegiatan lainnya sehingga apa yang seharusnya dilakukan, dikerjakan dan diselesaikan justru tidak tercapai.

Mas Faqih, founder Pickolab yang selama ini bekerjasama untuk tempat magang dan project industri anak didik di jurusan Animasi SMKN 11 Semarang, menulis status yang menarik. Dalam tulisan tersebut diungkapkan bahwa salah satu keuntungan rahasia mempekerjakan pegawai jarak jauh adalah bahwa pekerjaaan itu sendiri menjadi tolok ukur untuk menilai performa seseorang.  Apabila anda tidak bisa melihat seseorang seharian, satu-satunya yang harus dievaluasi adalah karyanya. Apakah orang ini benar-benar bekerja hari ini? Bukan kapan dia masuk?  Atau dia lembur sampai jam berapa? Yang penting adalah karya yang dihasilkan. Tulisan ini sangat relevan dengan dunia SMK yang orientasinya adalah berkarya. Namun saat ini, tolok ukur yang banyak digunakan guru adalah kehadiran peserta didik, bukan karya yang dihasilkan.

Gambar di atas saya kirim ke grup WhatsApp kelas X Animasi, sembari memberikan pertanyaan pemantik, “Apa yang dapat dipahami dari tulisan ini? Ketika posisi sebagai karyawan, sejauh mana kalian melakukan ini?” Pertanyaan tersebut jelas bukan perintah, bukan pula nasehat. Pertanyaan tersebut memberikan kesempatan peserta didik untuk membaca tulisan yang ada pada gambar dan mencoba menyampaikan kesimpulan atas apa yang dipahami. Kemudian beberapa peserta didik memberikan respon secara cepat. “Yang saya pahami dari teks tersebut, sebuah karya adalah pencapaian kita tiap hari. Terlebih kita juga termasuk orang seni dan dari teks itu saya menafsirkan bahwa untuk berkarya kita butuh konsistensi, yang mungkin terkadang kita mencari referensi tapi lupa untuk membuat. Saya masih terlalu sering rehat, jadi sekarang jarang berkarya,” ungkap Iqbal memberikan kesimpulan serta menyampaikan kondisinya.

“Menurut saya, karena pekerjaannya dilakukan secara jarak jauh keaktifan tiap individu dalam mengirim karya bisa dijadikan tolak ukur apakah orang tersebut performanya baik atau buruk. Itulah mengapa saat bekerja jarak jauh sangat penting untuk menjaga komunikasi antar individu, memastikan setiap orang menjalankan peran dan tanggung jawab mereka masing masing secara benar. Dari sini saya juga menjadi sadar pentingnya menyampaikan sampai mana progress kita dalam berkembang, karena akan sangat penting nantinya di dalam dunia kerja,” ungkap Calista.

Dari respon beberapa siswa tersebut, selanjutnya satu demi satu saya menanyakan tentang kondisi yang dialami saat ini. Saya memberikan pertanyaan power yang menggiring untuk mengungkapkan peta diri sendiri sejauh mana kondisi peserta didik saat ini terkait dengan kinerjanya. “Terlepas dari perasaan capai atau bosan, saat sudah menjadi karyawan profesionalitas kitalah yang diperlukan. Itulah yang masih susah saya kontrol, saya terbiasa fokus dengan apa yang saya kerjakan sampai lupa kalau mengirim progres juga sama pentingnya. Karena sudah menjadi kebiasaan, mulai sekarang saya akan mengubah kebiasaan tersebut,” ungkap Calista.  “Dari perkembangan saya, saya merasa masih dihantui oleh kemalasan dan sering merasa bosan dalam mengerjakan karya-karya animasi. Tapi saat saya sadar bahwa pentingnya konsisten sebelum membuat karya harus dipikirkan dengan matang agar tidak berhenti di tengah jalan,” ungkap Khoirunisa.  Ungkapan tersebut menunjukkan adanya kesadaran diri yang terbangun. Dari pertanyaan pemantik tersebut memberikan dampak pada kesadaran diri Calista dan Khoirunisa untuk mengubah kebiasaan yang selama ini sulit mengontrol konsistensi. Demikian juga dengan Iqbal memiliki rencana untuk lebih konsisten dalam berkarya dan mempunyai planning sendiri untuk berkarya.

“Yang saya pahami adalah bukan kapan dia masuk dan dia lembur jam berapa, rata-rata orang tidak memandang kerja keras kita, yang terpenting itu adalah karya yang dihasilkan hari ini. Dari pengalaman saya magang, saya mengirimkan projek yang sudah ditargetkan, jika masih ada waktu yang tersisa terkadang saya mengerjakan untuk hari besok. Mungkin sejauh ini selama saya sekolah masih terlambat mengirimkan tugas, tetapi saya akan menyelesaikan tugas secepat mungkin sebelum deadline,” ungkap Aisya siswa kelas XI yang juga ikut memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan. Masih banyak siswa lainnya yang memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan di grup WhatsApp. Mayoritas siswa memandang setuju bahwa karya menjadi tolok ukur penilaian terhadap kinerja seseorang terutama di bidang seni. Mayoritas siswa menyadari bahwa selama ini masih kurang konsisten dalam membuat karya. Dari pantikan tersebut timbul kesadaran diri untuk memperbaiki proses tersebut.

 

Penulis       : Diyarko, Guru SMKN 11 Semarang

Editor        : Nurul Rahmawati, M.Pd., Guru SMKN 1 Tuntang