SMKN H Moenadi Ikuti Webinar Keluarga Tanggap Cegah Pelecehan Seksual

Pada hari Rabu, tanggal 22 September 2021 Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah (DP3AP2KB) melaksanakan webinar keluarga pengasuhan keluarga terkait dengan topik “Keluarga tanggap cegah pelecehan seksual” yang di mulai pukul 08.30 WIB dengan narasumber pertama Ibu Dra. Reni Kusumowardhani, M.Psi., Psikolog (RSUD Cilacap, Ketua APSIFOR) dengan materi Deteksi Dini Perubahan Anak Korban Sexsual Abuse. Narasumber kedua dipaparkan oleh Ibu Anna Dian Savitri, M.Psi., Psikolog (PKBI Jawa Tengah) dengan materi Lindungi Anak dari Pelecehan Seksual, dan narasumber ketiga oleh Ibu Dra. Retno Sudewi, Apt.,MM (Kepala Dinas Perempuan dan Anak Jawa Tengah). Dibawakan oleh Moderator Cristina Setia Ningrum (FAN Jateng), webinar ini di ikuti oleh para guru Bimbingan dan Konseling SMKN H Moenadi dan SMA, SMK, dan SLB serta Madrasah Aliyah (MA) di wilayah provinsi Jawa Tengah secara virtual melalui zoom dan streaming di channel youtube DP3AP2KB JATENG.

Dengan diadakannya webinar ini di harapkan pelecehan seksual yang terjadi pada anak dapat dicegah. Dalam hal ini keluarga memiliki peranan penting dalam pencegahan pelecehan seksual anak, keluarga diharapkan mampu menjadi pelindung pada anak korban pelecehan seksual. Menurut penuturan ibu Anna Dian Savitri, M.Psi., Psikolog dalam webinar tersebut “Orang tua harus peka dengan perubahan anak, dapat memberikan rasa nyaman untuk anak bercerita dan dapat mengajarkan anak melindungi diri dan waspada kepada orang yang di kenal maupun belum di kenal“. Pelecehan seksual ini bisa terjadi dalam bentuk verbal maupun non verbal. Bentuk pelecehan seksual yang terjadi lewat sentuhan, rabaan dan kontak fisik lainnya tergolong dalam pelecehan seksual nonverbal. Sedangkan pelecehan yang berbentuk kata-kata termasuk dalam pelecehan seksual verbal.

Dampak dari pelecehan atau kekerasan seksual yaitu 1) merasa tidak percaya dengan linkungan, 2) trauma secara seksual, 3) merasa tidak berdaya, takut, phobia, mimpi buruk dan kecemasan oleh korban di sertai dengan rasa sakit, dan 4) stigmatization, korban merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk. Dalam hal ini peran guru bimbingan konseling diharapkan bisa menjadi mediator untuk bisa membantu memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang pelecehan seksual ataupun kekerasan seksual dengan memberikan materi Kesehatan Reproduksi atau melakukan konseling sebaya “peer group”  dengan beberapa peserta didik yang ditunjuk untuk bisa mengikuti pelatihan untuk menjadi fasilitator.

Keluarga cegah tanggap pelecehan seksual bukan hanya menjadi tugas pemerintah saja, tapi harus ada sinergitas dari seluruh elemen masyarakat. Tanamkan pola asuh mindfulness cinta tanpa syarat, komunikasi yang positif agar menjadi keluarga yang ramah anak. Mari kita membuat culture yang mendukung anak dan keluarga mampu realitas alias tidak tabu akan hal-hal yang sifatnya serius seperti pelecehan seksual.

Penulis : Rina Rosana, Guru BK SMKN H Moenadi Ungaran