Yayasan Setara dan UNICEF Indonesia Gelar Webinar Cegah Kekerasan Online

Semarang – Yayasan Setara bekerjasama dengan Dinas Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Tengah dan didukung UNICEF Indonesia melaksanakan Program SETARA-OCSEA. Program ini bertujuan untuk mempromosikan lingkungan yang aman melalui Pendekatan Kesadaran dan Respons untuk mencegah dan menangani kekerasan berbasis gender, eksploitasi dan pelecahan seksual anak online (OCSEA).

Dalam rangka Peringatan Hari Internet Aman 2024, Yayasan Setara mengadakan serangkaian kegiatan yang bertema Together for a Better Internet, Jaga Bareng Lawan OCSEA. Salah satu kegiatannya adalah Webinar Umum “Ayo Jaga Bareng Cegah Kekerasan Online” yang akan dilaksanakan pada Selasa, 6 Februari 2024, pukul 08.30 WIB hingga selesai melalui Youtube Channel Setara.

Webinar ini menghadirkan narasumber yang ahli di bidangnya, antara lain Andy Ardian, Program Manager ECPAT Indonesia dengan materi Mencegah dan Menangani Eksploitasi Seksual Anak Online, dan Isti Ilma Patriani, M.Psi dari TP PKK Provinsi Jawa Tengah dengan materi Pola Asuh Anak dan Remaja di Era Digital (PAAREDI).

Andy Ardian menjelaskan tentang definisi, jenis, dampak, dan cara pencegahan dan penanganan eksploitasi seksual anak online (OCSEA). Ia mengatakan bahwa OCSEA adalah bentuk kekerasan berbasis gender yang melibatkan anak-anak sebagai korban atau pelaku, yang terjadi melalui media online seperti internet, media sosial, aplikasi, dan game.

“OCSEA dapat berupa grooming, sexting, sextortion, cyberbullying, pornografi anak, perdagangan anak, dan prostitusi anak. OCSEA dapat menyebabkan trauma psikologis, fisik, dan sosial bagi anak-anak, seperti depresi, kecemasan, stres, isolasi, gangguan tidur, penurunan prestasi, dan bahkan bunuh diri,” ujar Andy.

Andy menekankan pentingnya peran orang tua, guru, dan masyarakat dalam mencegah dan menangani OCSEA. Ia menyarankan agar orang tua dan guru melakukan komunikasi yang terbuka, hangat, dan empatik dengan anak-anak, serta memberikan edukasi tentang hak-hak anak, keselamatan online, dan kesehatan seksual.

“Orang tua dan guru harus menjadi teman dan mitra anak-anak dalam menggunakan internet. Jangan melarang atau mengawasi secara berlebihan, tetapi berikan bimbingan dan dukungan. Jika menemukan kasus OCSEA, segera laporkan ke pihak berwenang dan berikan perlindungan dan pendampingan kepada anak-anak,” tutur Andy.

Sementara itu, Isti Ilma Patriani membahas tentang pola asuh anak dan remaja di era digital (PAAREDI). Ia mengatakan bahwa pola asuh adalah cara orang tua atau pengasuh memberikan pengaruh, bantuan, dan dukungan kepada anak-anak dalam proses tumbuh kembangnya.

“Pola asuh di era digital harus memperhatikan aspek-aspek seperti kebutuhan dasar, kesehatan, pendidikan, sosialisasi, hobi, dan keamanan anak-anak. Orang tua harus menyesuaikan pola asuh dengan karakteristik, minat, dan bakat anak-anak, serta perkembangan teknologi dan informasi,” kata Isti.

Isti mengajak orang tua untuk menerapkan pola asuh yang demokratis, yaitu memberikan kebebasan yang bertanggung jawab, menghargai pendapat dan perasaan anak-anak, serta memberikan konsekuensi yang adil dan konsisten. Ia juga mengingatkan agar orang tua tidak melakukan pola asuh yang otoriter, permisif, atau abai.

“Orang tua harus menjadi teladan dan inspirasi bagi anak-anak dalam menggunakan internet. Orang tua harus menunjukkan sikap yang positif, kritis, dan kreatif, serta mengajak anak-anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang bermanfaat dan menyenangkan, baik online maupun offline,” pungkas Isti. 

Webinar ini juga diikuti oleh Kepala SMKN 10 Semarang, Bapak Ardan Sirodjuddin, M.Pd, yang memandang materi yang disampaikan sangat menarik dan bermanfaat. Ia mengatakan bahwa kekerasan online merupakan isu yang serius dan perlu mendapat perhatian dari semua pihak, terutama para pendidik dan orang tua.

“Kami sangat mendukung program ini karena kami ingin memberikan perlindungan dan pendampingan kepada siswa kami yang menggunakan internet. Kami juga ingin meningkatkan kesadaran dan keterampilan mereka dalam menghadapi risiko dan ancaman kekerasan online,” ujar Bapak Ardan.

Selain Kepala SMKN 10 Semarang, webinar ini juga diikuti oleh Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) SMKN 10 Semarang yang mendampingi kepala sekolah. Tim ini terdiri dari waka kesiswaan, Pembina OSIS, dan siswa yang bertugas untuk mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan di sekolah, termasuk kekerasan online.

Salah satu anggota TPPK, Bapak Helmi Yuhdana, S.Pd, MM mengatakan bahwa webinar ini sangat membantu mereka dalam memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang kekerasan online. Ia juga berharap bahwa webinar ini dapat meningkatkan kerjasama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak.

“Kami berterima kasih kepada Yayasan Setara dan UNICEF Indonesia yang telah mengadakan webinar ini. Kami berharap kegiatan ini dapat berlanjut dan menjangkau lebih banyak sekolah dan komunitas. Kami juga berkomitmen untuk terus berpartisipasi dalam program SETARA-OCSEA dan menyebarkan informasi penting tentang pencegahan dan penanganan kekerasan online,” tutur Bapak Helmi.

Webinar ini merupakan salah satu dari serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Setara dan UNICEF Indonesia dalam rangka Peringatan Hari Internet Aman 2024. Program SETARA-OCSEA sendiri telah berjalan sejak tahun 2022 dan telah melibatkan lebih dari 100 sekolah, 200 guru, dan 10.000 siswa di 10 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Program ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi anak-anak dan remaja dalam menggunakan internet secara aman, sehat, dan bertanggung jawab.

Penulis : Beni Legowo, Anggota TPPK SMKN 10 Semarang