Agar Pancasila Tetap Membumi

Setiap tanggal 1 Juni, Bangsa Indonesia diingatkan tentang arti pentingnya Pancasila. Pancasila terdiri dari 5 (lima) sila sebagai satu kesatuan utuh dan tidak terpisahkan satu dengan lainnya. Lima sila tersebut saling menjiwai dan saling dijiwai sebagaimana bunyi yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alenia keempat. Upaya mengingatkan arti penting Pancasila selalu relevan karena saat ini masih ada pihak atau kelompok yang ingin mengaburkan Pancasila. Selain itu kita juga harus mewaspadai munculnya ideologi lain yang dapat membahayakan persatuan kesatuan Bangsa Indonesia dan kedaulatan NKRI seperti neo komunisme, liberalisme, sekularisme, ultra nasionalisme dan lain-lain.

Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang dalam menggali dasar negara. Sejak masa kejayaan Kerajaan Majapahit, munculnya Kerajaan Islam Demak, sebelum merdeka sampai akhirnya bisa menjadi negara Indonesia merdeka secara de facto pada tanggal 17 Agustus 1945. Istilah ‘Pancasila’ muncul pertama kali saat sidang BPUPKI dari pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Selanjutnya pembentukan Panitia Sembilan yang terkenal dengan Piagam Jakarta atau The Jakarta Charter, tanggal 22 Juni 1945 sampai akhirnya disahkan resmi sebagai Dasar Negara melalui sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945.

Agar Pancasila tetap lestari sepanjang masa, diamalkan oleh siapapun termasuk generasi yang akan datang dan mampu mengatasi tantangan zaman, maka dijadikanlah Pancasila itu sebagai sebuah Ideologi terbuka. Ideologi yang bisa menyesuaikan diri dalam menghadapi berbagai zaman tanpa harus mengubah nilai fundamentalnya. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai yang ada di dalamnya, namun hanya mengembangkan konsep penerapan dari nilai tersebut agar bisa memecahkan masalah yang berkembang dan terjadi di kehidupan masyarakat Indonesia sekarang.

Terdapat tiga dimensi yang merupakan syarat Pancasila diklaim sebagai ideologi terbuka. Pertama, dimensi Idealistis. Bagian ini menyangkut nilai dasar yakni ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kedua, dimensi Normatif, merupakan nilai dasar yang terdapat dalam Pancasila musti diperjelas dengan aturan atau sistem norma negara. Bagian ini mengartikan bahwa Pancasila bisa mengatur sesuatu secara mendalam untuk pelaksanaannya melalui norma yang dibuat atau diubah. Ketiga yaitu dimensi Realistis. Poin ini mencerminkan Pancasila bisa hidup dalam segala keadaan yang sedang terjadi di Indonesia. Berkat dimensi ini, realita yang ada di Indonesia bisa diselesaikan dengan keterbukaan ideologi negara.

Berikut ini merupakan strategi atau langkah-langkah agar Pancasila tetap membumi pada masa sekarang dan yang akan datang terutama untuk generasi muda. Pertama adalah penanaman nilai Pancasila pada generasi milenial agar mereka bertaqwa, memiliki sikap toleransi, cerdas, kreatif, dan punya literasi yang baik. Metode doktrin dipandang sudah tidak relevan dengan sikap dan pola pikir generasi milenial, kedepankan budaya mendengar ketimbang mengggurui. Adakan lomba cerdas cermat wawasan kebangsaan bagi pelajar dan mahasiswa. Kemudian, manfaatkan platform media sosial maupun teknologi informasi yang ada. Hal ini bisa menjadi metode efektif untuk mengenalkan nilai-nilai luhur Pancasila yang memang terbukti ampuh menjaga Indonesia dari konflik, perpecahan dan ancaman pihak luar.

Langkah kedua yakni penguatan lembaga BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Negara) sebagai badan resmi milik negara yang mampu mensosialisasikan ideologi Pancasila. BPIP diharapkan bisa tampil menjadi lembaga yang dipercaya semua komponen bangsa karena independensi, profesionalitas dan kepakaran yang dimiliki dalam membimbing pengahayatan dan pengamalan Pancasila secara benar. Luasnya jaringan BPIP dan dana besar menjadikan lembaga ini diharapkan menjadi pelopor membumikan Pancasila di masyarakat, kalangan pejabat negara dan generasi muda milineal.

Langkah ketiga adalah menguatkan pemahaman Pancasila melalui wawasan kesejarahan. Langkah ini perlu agar bisa mengetahui kronologis dan sejarah bangsa Indonesia secara benar sesuai fakta sejarah, bukan dari opini, penyesatan sejarah apalagi hasil propaganda. Informasi ilmu pengetahuan tentang kesejarahan bisa diperoleh dari sumber informasi terpercaya, artikel dan buku yang bisa dipertanggungjawabkan.

Langkah keempat adalah memperbanyak dan mempopulerkan sifat keteladanan tokoh dan pemimpin. Hal ini dimaksudkan agar nilai-nilai Pancasila mudah ditiru dan dipraktekkan oleh generasi penerus bangsa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hidup berbangsa dan bernegara perlu kiranya sosok-sosok panutan yang berwibawa, jujur, konsisten, ucapan yang sesuai dengan tindakannya dan terbebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Mereka bisa berasal dari tokoh publik, tokoh agama, tokoh masyarakat, artis, akademisi maupun profesi lain yang mampu menginspirasi kalangan muda, menjadikan sebagai sosok idola atau role mode. Ketika terjadi krisis keteladanan dari pejabat negara dan tokoh nasional maka akan berdampak buruk pada cara pandang generasi muda terhadap nilai-nilai Pancasila.

Langkah terakhir adalah kerjasama media massa baik elektronik maupun cetak. Hal ini dilakukan agar terjadi kekompakan dan konsistensi dalam menyebarkan ‘ruh’ kebaikan seperti pembentukan watak akhlakul karimah atau berbudi pekerti luhur, toleransi, solidaritas dan tolong menolong.  Pesan moral kebaikan terus menerus disampaikan lewat tayangan sinetron, drama atau tulisan yang bermutu dan mendidik agar bisa menjadi suatu kebiasaan dan budaya  masyarakat Indonesia.

 

Penulis : Muhammad Rohib Hirzi, S.Pd., Guru SMAN 1 Tengaran

Editor : Nurul Rahmawati, M.Pd., Guru SMKN 1 Tuntang