Agenda 21 yang dihasilkan dalam konferensi dunia di Rio de Janeiro, Brasil pada tahun 1992 menegaskan mengenai konsep pembangunan berkelanjutan untuk semua aspek kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan. Salah satu Agenda 21 yang berkaitan langsung dengan sektor pertanian adalah program Sustainable Agriculture and Rural Development (SARD).
Konsep SARD didefinisikan sebagai pengelolaan dan konservasi sumber daya alam dan berorientasi pada perubahan teknologi dan kelembagaan dengan aturan tertentu untuk memastikan pencapaian dan kepuasan yang berkelanjutan bagi kebutuhan manusia saat ini dan generasi mendatang. Pengembangan berkelanjutan (dalam sektor pertanian, kehutanan dan perikanan) mengkonservasi tanah, air, tanaman dan sumber genetik binatang ini tidak mendegradasi lingkungan, sesuai secara teknologi, layak secara ekonomi dan diterima secara sosial . Pesan moranya adalah untuk mewujudkan kondisi lingkungan yang lebih baik bagi semua generasi. Selanjutnya pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi prinsip dasar pembangunan pertanian seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Salah satu konsep pertanian berkelanjutan yakni menggunakan sumber daya yang tersedia di lahan pertanian secara terintegrasi, dan memanfaatkan siklus biologis. Penerapannya antara lain melalui pengembalian nutrisi ke tanah dengan meminimalisasi penggunaan sumber daya alam non-terbarukan seperti gas alam (yang digunakan sebagai bahan baku pupuk) dan mineral (seperti fosfat). Berdasarkan konsep ini maka penggunaan pupuk dengan bahan dasar organik sangat disarankan dalam kegiatan pertanian berkelanjutan.
Konsep pertanian berkelanjutan ini seyogyanya menjadi bagian bagi proses pembajaran di SMK Pertanian. Sehingga, ketika generasi muda ini terjun pada dunia pertanian mampu mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan. Model Pembelajaran Problem Based learing (PBL) dapat dilakukan untuk memantik perhatian siswa tentang pertanian berkelanjutan. PBL adalah model pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah dalam kehidupan.
Model PBL ini didasarkan pada hasil penelitian Barrow and Tamblyn dan pertama kali diimplementasikan pada sekolah kedokteran di McMaster University Kanda pada tahun 60-an. Karakteristik dari PBL yaitu (1) Learning is student-centered, (2) Authentic problems form the organizing focus for learning, (3) New information is acquired through self-directed learning, (4) Learning occurs in small groups dan (5) Teachers act as facilitators.
Tahapan pembelajaran Problem Based Learning dibagi dalam 5 langkah, yaitu pemberian permasalahan, pengorganisasian siswa, menganalistis dan diskusi, mengembangkan dan menampilkan karya, mengkaji dan memberikan penilaian proses penyelidikan.
Salah satu contoh implementasinya dalam pembelajaran dalam rangka meningkatkan pemahaman SMK Pertanian mengenai pertanian berkelanjutan adalah dengan memunculkan pokok permasalahan limbah tanaman pangan, sayuran, dan buah-buahan yang banyak dijumpai di lingkungan produksi pertanian, lingkungan pengolahan hasil pertanian, pasar, maupun perumahan.
Selanjutnya siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang akan berdiskusi, mengkaji dan menganalisis dari berbagai sumber mengenai bagaimana menyelesaikan permasalahan limbah organik tersebut. Kelompok-kelompok ini kemudian melakukan kegiatan/aksi berdasarkan diskusi yang dilakukan guna menyelesaiakan permasalahan limbah tersebut. Langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap langkah yang dilakukan terhadap penyelesaian masalah limbah organik.
Pada akhirnya, pada model pembelajaran ini akan didapatkan berbagai solusi masalah limbah organik dari proses pembelajan yang dilakukan. Solusi yang diharapkan tentu saja mengandung prinsip pembangunan pertanian berkelanjutan diantara pemanfaatan limbah organik dalam pembuatan pupuk baik kompos maupun pupuk organik cair.
Penulis : Taufiq fahrurozi, S.TP, Guru SMKN H Moenadi Ungaran
Komentar Pengunjung