SMK "Bukan" Penyumbang Pengangguran

Berita mengagetkan muncul sebagai viral dimana SMK menjadi penyumbang terbesar angka pengangguran di negeri ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka pengangguran Indonesia pada Agustus 2017 mencapai 7,04 juta orang atau naik 10 ribu orang dibanding bulan sebelumnya yang tercatat 7,03 juta. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, jika dilihat berdasarkan indikator pendidikannya, lulusan tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) paling banyak mendominasi. “Untuk SMK paling tinggi di antara tingkat pendidikan lain yaitu sebesar 11,41 persen,” kata Suhariyanto di kantornya. Sementara itu untuk pendidikan lainnya setingkat Sekolah Dasar (SD) sebesar 2,62 persen, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 5,54 persen, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 8,29 persen, Diploma I/II/III sebesar 6,88 persen, dan universitas sebesar 5,18 persen.

Kondisi penyumbang pengangguran tertinggi tentu menjadi “aib” bagi SMK karena Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai bagian penting dari sistem pendidikan kejuruan memiliki tujuan yaitu “….. mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu ”. (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 pasal 15).

Pemerintah sudah tahu betul kondisi ini. Sampai Pak Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Inpres tersebut dikeluarkan pada tanggal 9 September 2016 di Jakarta dan ditujukan kepada 12 Menteri Kabinet Kerja (termasuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), 34 Gubernur, dan Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Dalam Inpres tersebut, Presiden Jokowi menginstruksikan kepada para menteri, para gubernur, dan Kepala BNSP agar mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk merevitalisasi SMK guna meningkatkan kualitas dan daya saing SDM Indonesia. Presiden juga menginstruksikan supaya disusun peta kebutuhan tenaga kerja bagi lulusan SMK sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dengan berpedoman pada peta jalan pengembangan SMK.

Sejalan dengan Inpres di atas, Kementerian Perindustrian bertekad mendorong terciptanya tenaga kerja Indonesia yang terampil sesuai kebutuhan dunia usaha melalui pendidikan dan pelatihan vokasi. Untuk itu, diterbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi yang Link and Match dengan Industri. “Peraturan ini akan menjadi pedoman bagi SMK dalam menyelenggarakan pendidikan kejuruan yang link and match dengan industri. Sedangkan, bagi perusahaan, untuk memfasilitasi pembinaan kepada SMK dalam menghasilkan tenaga kerja industri yang terampil dan kompeten,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Menperin menyebutkan, jumlah tenaga kerja industri manufaktur di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Misalnya, tenaga kerja di tahun 2006 sebanyak 11,89 juta orang meningkat menjadi 15,54 juta orang pada tahun 2016, atau dengan rata-rata kenaikan sekitar 400 ribu orang per tahun. “Berdasarkan perhitungan kami, dengan rata-rata pertumbuhan industri sebesar 5-6 persen per tahun, dibutuhkan lebih dari 500-600 ribu tenaga kerja industri baru per tahun,” ungkapnya.

Untuk itu, Airlangga berharap, pendidikan kejuruan yang memiliki konsep keterkaitan dan kesepadanan dengan dunia industri akan mampu memasok tenaga kerja terampil. “Pemerintah telah menargetkan jumlah tenaga kerja dalam program ini bisa mencapai satu juta orang pada tahun 2019. Oleh karenanya, sebanyak 200 SMK di seluruh Indonesia yang akan kami libatkan,” tuturnya.

Khusus untuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Presiden Jokowi memberikan enam instruksi. Keenam instruksi tersebut adalah: membuat peta jalan SMK; menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai kebutuhan pengguna lulusan (link and match); meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan SMK; meningkatkan kerja sama dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan dunia usaha/industri; meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK; dan membentuk Kelompok Kerja Pengembangan SMK. Kepada Kepala BNSP, Presiden Jokowi menginstruksikan untuk mempercepat sertifikasi kompetensi bagi lulusan SMK, pendidik, dan tenaga pendidik SMK, serta mempercepat pemberian lisensi bagi SMK sebagai lembaga sertifikasi profesi pihak pertama.

Upaya untuk mengurangi jumlah pengangguran dari lulusan SMK dilakukan dengan menyamakan kebutuhan dunia industri dengan mata pelajaran di SMK. Untuk itu tahun ini Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Vokasi) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah melakukan penyesuaian kurikulum SMK dalam rangka mendukung program link and match.

Ada lima aspek perubahan yang dibuat untuk memajukan pendidikan vokasi tersebut. Pertama, mata pelajaran yang bersifat akademik dan teori akan dikontekstualisasikan menjadi vokasional, misalnya matematika dan Bahasa Indonesia akan menjadi matematika terapan dan Bahasa Indonesia terapan.

Kedua, magang atau praktik kerja industri (prakerin) minimal satu semester atau lebih. Ketiga, terdapat mata pelajaran project base learning dan ide kreatif kewirausahaan selama 3 semester. Keempat, SMK akan menyediakan mata pelajaran pilihan selama 3 semester, misalnya siswa jurusan Tata Busana dapat mengambil mata pelajaran pilihan Multimedia. Dan yang terakhir, terdapat co-curricular wajib di tiap semester, misalnya membangun desa dan pengabdian masyarakat.

Penulis : Ardan Sirodjuddin, Kepala SMKN 1 Tuntang Kabupaten Semarang