Di era modern saat ini, menguasai bahasa Inggris sudah menjadi suatu kebutuhan. Bagaimana tidak, hampir semua tulisan di berbagai produk, tempat, aplikasi, website dan lain-lain, selalu memakai bahasa Inggris. Tak cuma itu, hampir semua jenis pekerjaan juga mencantumkan keahlian berbahasa Inggris sebagai kriteria. Selama bersekolah, jutaan (bahkan milyaran) orang di seluruh dunia pasti mempelajari satu atau lebih bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Namun, walau sudah belajar beberapa tahun, mayoritas tidak dapat membuat bahkan kalimat sederhana, apalagi lagi berkomunikasi dalam bahasa asing itu. Di Indonesia, kebanyakan lulusan sekolah menengah atas boro-boro mengungkapkan ide dalam Bahasa Inggris, memahami teks sederhana saja tidak bisa. Lalu, apa sih yang jadi penyebab perserta didik susah untuk bisa bahasa Inggris?
Menurut Pardede dalam artikelnya banyak faktor penyebab perserta didik dalam mengusai Bahasa Inggris. Pertama, di sekolah bahasa Inggris diperlakukan sama dengan mata pelajaran lain yang berbasis pengetahuan (knowledge-based subject), seperti geografi, sains, dan sejarah. Padahal bahasa lebih condong sebagai keterampilan yang dikuasai melalui pelatihan. Faktor kedua, sebagian besar peserta didik belajar bahasa Inggris secara pasif. Penelitian menunjukkan bahwa agar sukses mempelajari subjek apa pun, peserta didik harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran tersebut.
Ketiga, kebanyakan peserta didik tidak memiliki motivasi yang benar dalam belajar Bahasa Inggris. Padahal, dalam aktivitas apapun, motivasi yang salah akan memberi hasil yang salah. Faktor keempat, peserta didik jarang mempraktikkan bahasa Inggris dalam berkomunikasi di kelas dan lebih lagi, adalah komentar orang lain. Jika kita mencoba menggunakan Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari hari, yang ada hanyalah cemooh dari orang lain. “sok sokan banget sih pakai Bahasa Inggris.” Ini membuat peserta didik enggan berbahasa inggris. Bagaimana mungkin mereka dapat menguasai Bahasa Inggris jika mereka jarang mempraktikkan kemahiran bahasa Inggris mereka? Faktor kelima, sebagian besar peserta didik tidak pernah berlatih bahasa Inggris di luar kelas, mustahil bagi siapapun menguasai bahasa asing jika dia mempelajarinya hanya di kelas.
Di sekolah, cara paling efektif untuk mengoptimalkan pembelajaran saat peserta didik berada di luar kelas adalah dengan menerapkan sistem pembelajaran campuran (blended learning). Sistem ini mengkombinasikan pembelajaran tatap muka (face-to-face) dan pembelajaran dalam jaringan (online learning). Pembelajaran dalam jaringan menyediakan materi dan ruang bagi peserta didik untuk belajar dan berlatih kapan saja dan di mana saja selama mereka terhubung dengan jaringan internet. Sesi tatap muka digunakan untuk mengklarifikasi masalah yang berkaitan dengan topik bahasa mereka yang mungkin mereka temui dalam pembelajaran dalam jaringan.
Blended learning memadukan metode belajar klasik (tradisional) dan metode belajar berbasis teknologi. Metode belajar klasik menekankan pada interaksi secara langsung antara guru dan peserta didik di dalam kelas. Sementara itu, metode belajar berbasis teknologi mengandalkan pada pemanfaatan teknologi untuk memfasilitasi kegiatan belajar mengajar yang berlangsung antara guru dan peserta didik tanpa pertemuan secara langsung, seperti penggunaan aplikasi, video call, dan lain-lain.
Blended learning disinyalir sebagai jalan yang tepat dalam menyikapi perkembangan zaman, khususnya di era digital seperti sekarang ini. Apalagi penerapan metode blended learning dalam pembelajaran bahasa Inggris yang menuntut guru untuk kreatif dalam menyediakan platform pembelajaran bahasa Inggris berupa link YouTube, video atau powerpoint. Ini menimbulkan keaktifan siswa selama pembelajaran online sehingga sangat membantu kemajuan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama pandemi.
Penulis : Okti Partiana, Guru Bahasa Inggris SMKN H. Moenadi Ungaran
Komentar Pengunjung