Setiap manusia pasti terlibat dalam proses belajar baik di dalam kelas maupun dalam kehidupan sehari-hari. Proses belajar menjadi sebuah situasi di mana terjadi transfer pengetahuan dan pembentukan karakter. Oleh sebab itu, pembelajaran dapat dilakukan dalam lingkungan sekolah secara formal, keluarga, masyarakat, dan gereja. Dalam pengajaran Yesus menunjukkan bahwa, anak-anak juga sangat dihargai. Richards menjelas bahwa Josefus, seorang bapa gereja, pernah mengatakan bahwa sangat penting untuk menanamkan pengajaran pada anak-anak sejak kecil, seperti tentang penerapan hukum Taurat, dan kekudusan bagi seluruh hidup orang percaya.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa pentignya menanamkan pemahaman pada anak-anak tentang kebenaran sejak mereka masih kecil, sebab pembentukan iman terhadap firman Tuhan sangat penting dilakukan agar mereka dapat menjadi pengikut-pengikut Kristus yang benar dan sungguh-sungguh memahami kebenaran firman Tuhan. Darmawan mengungkapkan bahwa anak-anak perlu diajar dengan baik dan berulang-ulang sehingga mereka dapat memahami nilai-nilai moral dan kebenaran iman Kristen. Sehingga pembelajaran keagamaan tidak berhenti di lingkungan gereja maupun keluarga saja melainkan dalam dunia pendidikan. Terkhusus dimasa anak mulai menginjak masa muda.
Rahmat menjelaskan “Karakteristik dimasa dewasa sungguh jauh berbeda dengan masa kecil. Berpikir terus menerus untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang selalu berdatangan. Dibandingkan dengan masa kanak-kanak yang tidak terlalu serius dalam menghadapi masalahnya. Diusia remaja menuju dewasa gaya hidup juga menjadi perhatian bagi para pemuda. Dunia sosial media menjadi sarana yang lebih sering diakses.” Sehingga dalam bagian ini penulis menekankan bahwa masa muda ialah mereka yang mulai mencari jati diri lewat berbagai media, lingkungan pergaulan, komunitas, keluarga, bahkan dunia kerja.
Dalam kaitannya pembelajaran keagamaan dilingkungan sekolah dirasa kurang efektif hal ini terbukti dengan kurang aktifnya peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini kemungkinan terjadi karena pembelajaran yang membosankan terlebih waktu pembelajaran jarak jauh (PJJ), metode yang digunakan kurang dirasa pas untuk kalangan anak menengah keatas atau kejuruan, atau bahkan lingkup belajar yang dirasa kurang untuk anak bebas berpendapat.
Demikian Arsyad mengatakan manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap dapat membangun relasi yang baik sehingga dapat tercapainya suatu tujuan pembelajaran. Sehingga guru, alat pembelajaran, dan lingkungan dapat menjadi sarana informasi. Selain itu pengembangan dalam mutu pembelajaran yang aktif dapat dilakukan guna tercapainya pembelajaran yang menyenangkan. Seperti yang dikatakan Joyce (1994) guru hendaknya menjadi desainer yang mampu menguasai teori, mengajarkan, dan menerapkan teori pada proses pembelajaran demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Sehingga dalam bagian ini penulis akan membahas proses pembelajaran dengan menggunakan keterampilan Problem Solving. Metode Problem Solving adalah suatu model belajar guna memecahkan suatu masalah (Yaqin, 2013). Disamping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan ketrampilan sosial siswa (Ong, 2009).
Langkah langkah pembelajaran Problem Solving adalah Pertama, pendidik menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. Di langkah ini pendidik diharapkan untuk menyampaikan materi yang bersangkutan “Praktik HAM dan Demokrasi. Dengan demikian maka anak dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya; Kedua, Menyajikan materi sebagai pengantar. Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini pendidik memberikan apersepsi dalam pembelajaran. Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari sini. Karena pendidik dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian siswa yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat peserta didik untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari.
Ketiga, pendidik memberikan contok gambaran peristiwa HAM dan Demokrasi di Indonesia. Dalam proses penyajian materi, pendidik peserta didik untuk ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sedang terjadi di masyarakat sesuai materi yang dibahas; Keempat, pendidik mulai memberikan kesempatan peserta didik untuk menyampaikan pendapat. Kelima, pendidik menanyakan alasan/dasar pemikiran tersebut. Dalam bagia ini pendidik melatih kepercayaan diri anak untuk meyampaikan pendapatnya, alasannya di depan umum; Keenam, Kesimpulan/rangkuman. Di akhir pembelajaran, pendidik bersama peserta didik mengambil kesimpulan sebagai penguatan materi pelajaran.
Dengan pembelajaran yang meyenangkan dan tidak memerlukan waktu yang banyak menjadi salah satu alasan mengapa penulis mengemukakan pendapat dalam hal menyampaikan pembelajaan terkhusus pembelajaran agama Kristen dengan sederhana tanpa menghilangkan maksud firman Tuhan dalam kehidupa manusia terkhusus peserta didik kelas XII . Dan dari hasil yang dicapai dari Problem Solving oleh peserta didik kelas XII SMK Negeri H. Moenadi sangat memiliki dampak yang baik, selain menyingkat waktu, peserta didik tidak bosan juga berhasil membuat peserta didik ingat bagaimana peran warga Negara Indonesia yang menjunjung nilai HAM dan Demokrasi.
Penulis : Diana Kristanti, Guru Pendidikan Agama Kristen SMKN H Moenadi Ungaran
Komentar Pengunjung