Kepala sekolah adalah pemimpin yang bertanggung jawab untuk mengelola dan mengembangkan sekolah sebagai lembaga pendidikan. Kepala sekolah harus mampu membuat visi, misi, dan tujuan sekolah yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Mereka juga harus mampu menggerakkan dan mengarahkan semua orang di sekolah, termasuk guru, siswa, karyawan, dan orang tua, untuk bekerja sama dan berpartisipasi dalam mencapai visi, misi, dan tujuan tersebut.
Kepala sekolah dapat mengambil inspirasi dari konsep kepemimpinan yang dikembangkan oleh Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, untuk menjadi pemimpin yang baik dan efektif. Ki Hajar Dewantara lahir pada tahun 1889 di Yogyakarta. Dia adalah seorang pejuang, guru, dan budayawan. Ia adalah salah satu pendiri Taman Siswa, sebuah program pendidikan yang didasarkan pada rasa nasionalisme dan kearifan lokal. Salah satu anggota BPUPKI yang berkontribusi pada pembentukan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah Ki Hajar Dewantara.
Tiga prinsip kepemimpinan diciptakan oleh Ki Hajar Dewantara: Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, dan Tut wuri handayani. Prinsip pertama mengacu pada memberi teladan kepada orang lain. Seorang pemimpin harus menjadi contoh moral, intelektual, dan profesional bagi bawahannya. Pemimpin harus mampu menunjukkan kinerja terbaik, integritas yang tinggi, dan komitmen yang kuat terhadap tujuan bersama, sesuai dengan prinsip Ing madya mangun karsa, yang berarti di tengah membangun kehendak atau niat. Seorang pemimpin harus berjuang bersama bawahan atau pengikutnya untuk mencapai visi dan misi yang disepakati. Seorang pemimpin juga harus mampu memberikan motivasi, inspirasi, dan dukungan yang diperlukan oleh bawahan atau pengikutnya untuk mengembangkan potensi dan kreativitas mereka.
Prinsip Tut wuri handayani berarti memberikan motivasi dari belakang. Pemimpin harus mendukung dan mendukung bawahan atau pengikutnya yang menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Pemimpin juga harus mampu memberikan umpan balik yang konstruktif, penghargaan yang memotivasi, dan koreksi yang mendidik jika mereka menghadapi masalah atau kesulitan.
Mengacu hasil penelitian dari Kusmanto dan Widodo di sekolah Taman Siswa Yogyakarta menunjukkan bahwa butir-butir kepemimpinan Ki Hajar Dewantara terdiri dari 12 butir, yaitu: memiliki visi dan misi yang jelas, memiliki komitmen yang tinggi, memiliki integritas yang tinggi, memiliki kinerja yang optimal, memberikan motivasi dan inspirasi, memberikan fasilitasi dan delegasi, memberikan umpan balik dan penghargaan, memberikan koreksi dan bimbingan, memberikan perlindungan dan pertanggungjawaban, memiliki kemampuan komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi, memiliki kemampuan kreativitas dan inovasi, dan memiliki kemampuan adaptasi dan perubahan.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pola kepemimpinan Ki Hajar Dewantara terbentuk dari tiga lingkaran yang saling berhubungan, yaitu lingkaran Ing ngarsa sung tuladha, lingkaran Ing madya mangun karsa, dan lingkaran Tut wuri handayani. Lingkaran Ing ngarsa sung tuladha berisi butir-butir yang berkaitan dengan peran kepala sekolah sebagai teladan yang baik bagi seluruh komponen sekolah. Lingkaran Ing madya mangun karsa berisi butir-butir yang berkaitan dengan peran kepala sekolah sebagai penggerak dan pengarah visi dan misi sekolah. Lingkaran Tut wuri handayani berisi butir-butir yang berkaitan dengan peran kepala sekolah sebagai pendukung dan pembantu guru, siswa, karyawan, dan orang tua dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Konsep kepemimpinan Ki Hajar Dewantara diterapkan dalam pengelolaan SMKN 10 Semarang. Penulis memberikan contoh tugas yang diberikan untuk mudah dipahami guru dan karyawan. Ketika memberi contoh membuat proposal bantuan, maka kepala sekolah sudah membuat satu proposal lengkap untuk bisa dicontoh oleh guru dan karyawan. Ketika guru diminta membuat artikel, kepala sekolah sudah mendahului dengan artikel yang siap dibaca oleh guru dan karyawan. Demikian juga untuk tugas lain, sudah dilengkapi dengan contoh. Hal ini menunjukkan bahwa prinsip Ing ngarsa sung tuladha, yaitu menjadi teladan yang baik bagi seluruh komponen sekolah diterapkan di SMKN 10 Semarang.
Dengan tagline bergerak bersama menghebatkan sekolah, penulis menggerakkan guru dan karyawan untuk melaksanakan program sekolah sesuai dengan visi dan misi. Penulis juga melibatkan siswa dan orang tua dalam berbagai kegiatan sekolah, seperti lomba, ekstrakurikuler, parenting, dan lain-lain. Penulis juga memberikan ruang bagi guru dan karyawan untuk mengusulkan ide-ide kreatif dan inovatif untuk mengembangkan sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa prinsip Ing madya mangun karsa, yaitu membangun kehendak atau niat bersama dengan seluruh komponen sekolah diterapkan di SMKN 10 Semarang.
Dalam menerapkan prinsip Tut wuri handayani, yaitu memberi dorongan dan bantuan kepada seluruh komponen sekolah, penulis memberikan dukungan maksimal agar program sekolah berjalan lancar. Penulis memberikan fasilitas, sarana, dan prasarana yang memadai untuk kegiatan belajar mengajar dan kegiatan lainnya. Penulis juga memberikan umpan balik, penghargaan, koreksi, dan bimbingan kepada guru, siswa, karyawan, dan orang tua secara tepat dan bijaksana. Penulis juga memberikan perlindungan dan pertanggungjawaban kepada guru, siswa, karyawan, dan orang tua yang mengalami kesulitan atau masalah.
Dengan menerapkan konsep kepemimpinan Ki Hajar Dewantara, SMKN 10 Semarang mampu menghasilkan lulusan yang siap bekerja melalui program Kawal Bekerja, melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri melalui Program Kawal Kuliah dan Mencetak Wirausahawan handal melalui Program Kawal Wirausaha dengan berbasis Literasi dan Digitalisasi. SMKN 10 Semarang mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, kekeluargaan, dan kearifan lokal dalam mengelola sekolah, sesuai dengan konsep kepemimpinan Ki Hajar Dewantara.
Penulis : Ardan Sirodjuddin, M.Pd, Kepala SMKN 10 Semarang
Komentar Pengunjung