Menumbuhkan Sense of Humanity

Istilah humanity sering kita dengar dan melihat kata tersebut, namun untuk sampai mengetahui arti sebenarnya mungkin dibutuhkan telaah dan kajian yang lebih serius mengingat artinya mungkin akan sedikit berbeda tergantung konteksnya.

Dalan Bahasa Indonesia, humanity berarti kemanusiaan. Kemanusiaan merupakan suatu sifat yang seharusnya dimiliki oleh setiap manusia yang berada di muka bumi ini. Sifat kemanusiaan harus dijaga, ditumbuhkan dan dikembangkan dengan baik agar tercipta kedamaian di muka bumi, terlaksana keseimbangan moral dan terbangun jiwa merasa bagian dari orang lain terlebih yang sedang tidak beruntung. Walaupun sifat kemanusiaan merupakan sikap yang wajib dimiliki manusia, namun terkadang ada manusia yang kehilangan sifat kemanusiaannya. Mulai dari contoh kecil, saat ada orang yang mau memukul orang lain yang tidak bersalah, pastinya orang yang memukul ini tahu seperti apa rasanya dipukul, padahal dia tidak bersalah sama sekali, tetapi dia tetap memukul orang lain seperti itu.

Contoh kecil yang lain adalah ketika suatu pagi kami mulai mendampingi Siswa masuk sekolah, setelah hampir 2 tahun lebih sekolah tidak ada aktifitas pembelajaran tatap muka akibat pandemi covid 19. Pada pertengan bulan Juli 2022, Pemerintah mulai membuka kesempatan kepada sekolah yang berada pada level 1 dan zona hijau untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka. Pada awal tahun pelajaran baru, dilaksanakan upacara bendera bagi Guru, Karyawan, dan Siswa. Disinilah Penulis melihat pentingnya sense of humanity perlu ditingkatkan oleh seluruh warga sekolah.

Pertama, meskipun sebagian masyarakat menyambut baik keputusan Pemerintah tersebut, belum semua masyarakat siap, karena secara psikologis bagi Orangtua dan Siswa yang baru masuk sekolah masih ada rasa takut yang mendalam sehingga membawa mereka pada situasi seolah pandemi masih ada di hadapannya. Peran aktif Orangtua sangat penting agar Siswa memiliki kesiapan secara mental dan fisik Siswa, minimal memastikan kondisi kesehatan, bekal makan pagi, dan transportasi yang dibutuhkan Siswa.

Kedua, euforia seolah lepas dari belenggu pandemi dengan berperilaku bebas, harus tetap melakukan sikap disiplin menerapkan 5M, yaitu mencuci tangan, menggunakan masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas. Karena diakui bahwa pandemi ini belum berakhir.

Ketiga, kesiapan dari sekolah dalam ketersediaan personil Guru maupun tim Palang Merah Remaja (PMR) dari Siswa yang dipilih. Meskipun jumlah personil petugas tidak sebanding dengan jumlah Siswa, hal yang paling tak terduga adalah ketika ada yang sakit, Petugas merawat dengan hati, bahkan ada beberapa di antara siswa yang sakit tersebut yang menitikkan air mata seraya dari lisannya beruacap terimakasih. Mungkin mereka yang sakit merasa sedikit diperhatikan, di rumah Orangtua mereka saja belum sempat menyediakan makan pagi sememtara di sekolah hal itu bisa mereka dapatkan.

Nampaknya peristiwa-peristiwa ‘kecil’ yang Penulis amati ternyata terus berulang terutama di hari-hari ada kegiatan seremonial sekolah. Hal ini menuntut perjuangan sekaligus mengugah seluruh makhluk yang bernama manusia untuk memunculkan humanity mereka, jangan justru muncul di hati kecilnya ‘ah sudah ada yang mengurus’, ‘ah sakit ringan sebentar lagi sembuh’, dan berbagai komentar sumir yang sepantasnya tidak perlu muncul.           

Disinilah pentingnya menumbuhkan sense of humanity, menumbuhkan rasa peduli terhadap segala yang bersifat kemanusiaan, terlebih dalam suatu lembaga yang bersifat formal yang di dalamnya ada “managerial figur”. Diharapkan figur tersebut memberikan dorongan yang bersifat humanity policy agar langkah-langkah luhur memberikan pelayanan yang bersifat kemanusiaan berjalan simultan dengan upaya lembaga menjaga derajat kesehatan minimal bagi seluruh warga, khususnya Siswa sebagai amanat masa depan bangsa.

Banyak yang bisa kita lakukan sebagai sesama manusia, misal memberikan semangat, terlibat secara nyata, peduli kepada sesama dan senantiasa mendorong orang-orang yang terdampak humanity untuk bisa menghadapinya dengan sabar karena semua peduli, ‘nyengkuyung’ terhadap kondisi yang sedang dialaminya. Kita jangan menjadi pribadi yang hanya bisa bicara tapi tidak melaksanakannya sebagaimana Allah SWT berpesan dalam Al Quran : ”(Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah, jika kamu hanya bisa mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. As Shaff (63)/3).

Semoga dinamika sense of humanity di lembaga formal makin tumbuh subur agar tidak ada lagi orang-orang yang merasa sendiri, kesepian dalam menghadapi takdir kemanusiaannya. In sya Allah, niatan suci nan luhur ini akan terwujud dengan kerja kemanusiaan bersama.

“SMK Negeri 10 Semarang, dari Semarang untuk Indonesia”

Penulis: Drs. Mustofa, M.Si., Guru Mapel Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti

Editor: Tim Humas