Nggula-Wentah Generasi Mileneal Untuk Berkepribadian Dan Kebudayaan

Apa harapan kita terhadap generasi mileneal penerus bangsa? Pertanyaan besar yang mungkin dapat dijawab dengan kata-kata tetapi memerlukan effort yang sungguh-sungguh dari kita semua. Bagaimana keresahan kita menjumpai berita di media cetak ataupun elektronik yang memberitakan tawuran anak sekolah, penyalahgunaan obat terlarang, miras dan sebagainya. Seolah-olah anak jaman sekarang terlalu asyik ber-euforia dengan kemajuan kebebasan informasi sehingga adat istiadat ketimuran kita dianggap “jadul” dan bergaya seolah kebarat-baratan biar di bilang “anak gaul”. Generasi mileneal yang juga nge-pasi berada dan di support oleh revolusi industri 4.0. Di era revolusi industri 4.0 atau yang sering disebut dengan cyber physical system merupakan revolusi yang menitikberatkan pada otomatisasi serta kolaborasi antara teknologi saber, dengan ciri utama yang ada adalah penggabungan antara informasi serta teknologi komunikasi ke dalam bidang industri.

Menurut Schlechtendahl dkk (2015), mendefinisikan revolusi industri yang menekankan pada unsur kecepatan dari ketersediaan sebuah informasi, yaitu sebuah lingkungan industri dimana seluruh entitasnya dapat selalu terhubung serta mampu berbagai informasi dengan mudah antara satu sama lain. Adanya revolusi industri membuat adanya perubahan dalam cara hidup, bekerja, serta berhubungan manusia. Lalu apa yang wajib kita lakukan untuk mempersiapkan atau nggulo wentah anak kita di era revolusi industri 4.0.? Itu menjadi pertanyaan pertama.

“Beri Aku seribu orang tua niscaya akan ku cabut semeru dari akarnya, beri aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”; secuplik kutipan kata mutiara dari Sang Proklamator bangsa Indonesia Bapak Ir. Soekarno. Bung Karno memposisikan “pemuda” dalam strata yang penting untuk memajukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah mencatat peran pemuda sejak jaman pergerakan menuju kemerdekaan dimulai dari Organisasi Budi Utomo sampai dengan hari ini tercatat organisasi -organisasi kepemudaan seperti HIPMI, ICMI, yang berkiprah dalam mengisi kemerdekan Republik ini.

Yuk, kita intip sebenarnya apa itu generasi mileneal? Istilah tersebut sering kita dengar diwaktu sekarang ini. Generasi tersebutlah yang akan menjadi penerus tongkat estafet pembangunan dan keberlangsungan bangsa Indonesia. Riset yang dilakukan oleh lembaga Alvara Research Center mengatakan generasi mileneal menyimpan potensi besar untuk bisnis. Pada 2020 generasi mileneal akan mendominasi populasi di Indonesia dengan porsi sekitar 34%, diikuti 20% generasi X, dan 13% generasi baby boomers (kelahiran 1946 hingga 1964). Lalu pertanyaan selanjutnya sudahkan kita “nggula-wentah” generasi mileneal dengan kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia sendiri? Ini menjadi pertanyaan kedua.

Coba kita kenali dulu para founding father bangsa ini dalam berkepribadian dan menjaga kelestarian budaya yang dikagumi oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Kebudayaan Nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional atau jati diri bangsa. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya, dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. 

Tahun 2030 Indonesia diprediksi akan mencapai puncak bonus demografi. Momentum tersebut tentu harus dihadapi dengan persiapan yang matang. Dosen Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Lintang Ronggowulan, S.Pd., M.Pd. mengatakan, kondisi bonus demografi ditujukan ketika jumlah masyarakat usia produktif (15-64 tahun) lebih mendominasi dibandingkan masyarakat berusia non-produktif. “Menurut perkiraan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappenas), pada tahun 2030 Indonesia akan memiliki jumlah penduduk dengan usia produktif mencapai 64% dari total penduduk Indonesia,” ujar Lintang, Kamis (3/3/2022). Lintang melanjutkan, bonus demografi ini dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Tergantung bagaimana upaya pemerintah dan masyarakat dalam menyambut kehadiran puncak bonus demografi di tahun 2030 mendatang. “Bonus demografi adalah tantangan yang harus bisa dijawab. Karena bonus demografi dapat menjadi sebuah bencana demografi apabila tidak dipersiapkan dengan baik dan matang,” ungkap Lintang.

Menjawab dari 2 pertanyaan di atas, rupa-rupanya pemerintah sudah mempunyai formula jitu dalam membentengi dan mempersiapkan atau “nggulo wentah” melalui pendidikan yaitu Profil Pelajar Pancasila. Menelisik definisi Pelajar Indonesia adalah pelajar yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Keimanan dan ketakwaannya termanifestasi dalam akhlak yang mulia terhadap diri sendiri, sesama manusia, alam, dan negaranya. Ia berpikir dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan sebagai panduan untuk memilah dan memilih yang baik dan benar, serta menjaga integritas dan keadilan.

Pelajar Indonesia senantiasa berpikir dan bersikap terbuka terhadap kemajemukan dan perbedaan, serta secara aktif berkontribusi pada peningkatan kualitas kehidupan manusia sebagai bagian dari warga Indonesia dan dunia. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, Pelajar Indonesia memiliki identitas diri selaku representasi budaya luhur bangsa, menghargai dan melestarikan budayanya, sambil berinteraksi dengan berbagai budaya lainnya. Ia peduli pada lingkungannya dan menjadikan kemajemukan yang ada sebagai kekuatan untuk hidup bergotong royong. Pelajar Indonesia merupakan pelajar yang mandiri. Ia berinisiatif dan siap mempelajari hal-hal baru, serta gigih dalam mencapai tujuannya. Pelajar Indonesia gemar dan mampu bernalar secara kritis dan kreatif. Ia menganalisis masalah menggunakan kaidah berpikir saintifik dan mengaplikasikan alternatif solusi secara  inovatif. Ia aktif mencari cara untuk senantiasa meningkatkan kapasitas diri dan bersikap reflektif agar dapat terus mengembangkan diri dan berkontribusi kepada bangsa, negara, dan dunia.

Lantas bagaimana menerapkan profil pelajar Pancasila dalam pendidikan di sekolah-sekolah?. Enam elemen dalam Profil Pelajar Pancasila, yaitu: berakhlak mulia, berkebinekaan global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis, dan kreatif. Keenam elemen ini dilihat sebagai satu kesatuan yang saling mendukung dan berkesinambungan satu sama lain.

  1. Elemen Kunci Berakhlak Mulia: (a) Akhlak beragama: Mengenal sifat-sifat Tuhan dan menghayati bahwa inti dari sifat-sifat-Nya adalah kasih dan saying; (b) Akhlak pribadi: Menyadari bahwa menjaga dan merawat diri penting dilakukan bersamaan dengan menjaga dan merawat orang lain dan lingkungan sekitarnya; (c) Akhlak kepada manusia: Mengutamakan persamaan dan kemanusiaan di atas perbedaan serta menghargai perbedaan yang ada dengan orang lain; (d) Akhlak kepada alam: Menyadari pentingnya merawat lingkungan sekitarnya sehingga dia tidak merusak atau menyalahgunakan lingkungan alam, agar alam tetap layak dihuni oleh seluruh makhluk hidup saat ini maupun generasi mendatang; (e) Akhlak bernegara: Memahami serta menunaikan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik serta menyadari perannya sebagai warga negara
  2. Elemen Kunci Berkebinekaan Global: (a) Mengenal dan Menghargai Budaya: mengenali, mengidentifikasi, dan mendeskripsikan berbagai macam kelompok berdasarkan perilaku, cara komunikasi, dan budayanya, serta mendeskripsikan pembentukan identitas  dirinya dan kelompok, juga menganalisis bagaimana menjadi anggota kelompok sosial di tingkat lokal, regional, nasional dan global; (b) Kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama: memperhatikan, memahami, menerima keberadaan, dan menghargai keunikan  masing-masing budaya sebagai sebuah kekayaan perspektif sehingga terbangun kesalingpahaman dan empati terhadap sesame; (c) Refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan: secara reflektif memanfaatkan kesadaran dan pengalaman kebhinekaannya agar terhindar dari prasangka dan stereotip terhadap budaya yang berbeda, sehingga dapat menyelaraskan perbedaan budaya agar tercipta kehidupan yang harmonis antar sesama; dan kemudian secara aktif-partisipatif membangun masyarakat yang damai dan inklusif, berkeadilan sosial, serta berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan.
  3. Elemen Kunci Gotong Royong: (a) Kolaborasi: bekerja bersama dengan orang lain disertai perasaan senang ketika berada bersama dengan orang lain dan menunjukkan sikap positif terhadap orang lain; (b) Kepedulian: memperhatikan dan bertindak proaktif terhadap kondisi atau keadaan di lingkungan fisik sosial; (c) Berbagi: memberi dan menerima segala hal yang penting bagi kehidupan pribadi dan bersama, serta mau dan mampu menjalani kehidupan bersama yang mengedepankan penggunaan bersama sumber daya dan ruang yang ada di masyarakat secara sehat.
  4. Elemen Kunci Mandiri: (a) Kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi : Melakukan refleksi terhadap kondisi dirinya dan situasi yang dihadapi dimulai dari memahami emosi dirinya dan kelebihan serta keterbatasan dirinya, sehingga ia akan mampu mengenali dan menyadari kebutuhan pengembangan dirinya yang sesuai dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi; (b) Regulasi diri: mampu mengatur pikiran, perasaan, dan perilaku dirinya untuk mencapai tujuan belajarnya.
  5. Elemen Kunci Bernalar Kritis: (a) Memperoleh dan memproses informasi dan gagasan: memiliki rasa keingintahuan, mengajukan pertanyaan yang relevan, mengidentifikasi dan mengklarifikasi gagasan dan informasi yang diperoleh, serta mengolah informasi tersebut; (b) Menganalisis dan mengevaluasi penalaran: dalam pengambilan keputusan, menggunakan nalarnya sesuai dengan kaidah sains dan logika dalam pengambilan keputusan dan tindakan dengan melakukan analisis serta evaluasi dari gagasan dan informasi yang ia dapatkan; (c) Merefleksi pemikiran dan proses berpikir: melakukan refleksi terhadap berpikir itu sendiri (metakognisi) dan berpikir mengenai bagaimana jalannya proses berpikir tersebut sehingga ia sampai pada suatu simpulan; (d) Mengambil keputusan: mengambil keputusan dengan tepat berdasarkan informasi yang relevan dari berbagai sumber, fakta dan data yang mendukung.
  6. Elemen Kunci Kreatif: (a) Menghasilkan gagasan yang orisinal: menghasilkan gagasan yang terbentuk dari hal paling sederhana, seperti ekspresi pikiran dan/atau perasaan, sampai dengan gagasan yang kompleks untuk kemudian mengaplikasikan ide baru sesuai dengan konteksnya guna mengatasi persoalan dan memunculkan berbagai alternatif penyelesaian. (b) Menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal: menghasilkan karya yang didorong oleh minat dan kesukaannya pada suatu hal, emosi yang ia rasakan, sampai dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan sekitarnya.

“SMK Negeri 10 Semarang, dari Semarang untuk Indonesia”

Penulis: Mohammad Yunan Setyawan, S.Pd., Guru Produktif Teknik Pengelasan/Waka. Sarpras

Editor: Tim Humas