Kebutuhan dasar manusia yang paling utama adalah pangan, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Pemenuhan kecukupan pangan bagi seluruh rakyat merupakan kewajiban, baik secara moral, sosial, maupun hukum. Selain itu, pemenuhan kecukupan pangan merupakan investasi pembentukan sumber daya manusia yang lebih baik dan prasyarat bagi pemenuhan hak-hak dasar lainnya seperti pendidikan, pekerjaan dan lainnya. Indonesia sebagai negara besar harus dapat membangun sistem ketahanan pangan. Kecukupan pangan berkaitan erat dengan kemiskinan, gizi dan tingkat kesehatan masyarakat. Untuk itu upaya untuk membangun ketahanan pangan yang kokoh selalu menjadi fokus utama pembangunan pertanian nasional dari sejak penjajahan, orde lama, orde baru dan era reformasi sampai saat ini.
Keinginan pemerintah dan mayarakat Indonesia untuk mewujudkan ketahanan pangan yang kokoh tercermin dari adanya Undang-Undang Pangan. Dalam undang-undang tentang Pangan (UU No 18 Tahun 2012 ) secara tegas mengamanatkan perlunya Indonesia membangun ketahanan pangan mandiri dan berdaulat. Ketahanan Pangan (food security) adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (Rachmad, 2014).
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk menuntut penyediaan pangan dalam jumlah dan kualitas gizi/nutrisi yang baik. Jumlah penduduk Indonesia yang pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 271,1 juta jiwa, akan membutuhkan penyediaan pangan yang cukup besar dan berkualitas. Sementara itu, di sisi produksi, kegiatan produksi padi dan ikan dilakukan oleh 26,1 juta rumah tangga petani termasuk 2,8 juta nelayan dan 4,5 juta orang pembudidaya ikan (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2020). Dengan demikian lama-kelamaan keterbatasan produksi pangan akan menjadi kendala utama.
Keterbatasan produksi pangan akan mengakibatkan rumah tangga produsen ini sebagai rumah tangga yang rentan terhadap fluktuasi harga pangan. Untuk itu, menjaga harga agar tetap mendorong produksi padi, namun tidak menggerus pendapatan rumah tangga petani merupakan faktor penting untuk mengamankan akses pangan dan menjaga kualitas nutrisi keluarga. Oleh karena itu sangat penting peran pemberdayaan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia untuk hidup dan menghidupi keluarganya.
Dalam rangka mendukung ketahanan pangan sangat penting sekali dalam pemberdayaan masyarakat petani ini untuk memperhatikan kemampuan daya saing. Daya saing petani yang tinggi akan dapat diperoleh dari sektor pendidikan formal ataupun non formal. Pada sektor formal sangat penting peran serta Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian dan Perguruan Tinggi yang fokus pada bidang pertanian. Sedangkan pada sektor pendidikan non formal, petani mampu meningkatkan daya saingnya melalui kursus atau pelatihan keterampilan baik yang diadakan oleh pemerintah atau swasta. Skill petani yang berdaya saing tentu saja akan membuat petani semakin survive dengan kondisi masyarakat dunia yang semakin ketat persaingan produk yang inovatif dan berkualitas tinggi. Namun isu rendahnya minat generasi muda terhadap sektor pertanian akan mengancam keberlanjutan produksi pangan nasional.
Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga pengguna lahan di Indonesia pada tahun 2013 telah terjadi penurunan sebesar 4.668.316 (15,35%) rumah tangga dalam satu dekade (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2020). Artinya, setiap tahun, rata-rata sejumlah 466.800 petani pengguna lahan meninggalkan profesinya. Sedangkan petani di Indonesia di dominasi oleh penduduk usia tua yang menandai minat pemuda untuk bekerja di sektor pertanian juga rendah. Dalam jangka panjang hal ini akan berdampak besar dalam penurunan produktifitas hasil pertanian dan juga berpengaruh dalam stabilitas kegiatan agribisnis.
Upaya yang dapat dilakukan guna menumbuhkan minat pemuda untuk terjun dalam sektor pertanian adalah dengan pendidikan. Pendidikan formal yang potensial untuk meningkatkan minat pemuda untuk terjun dalam segala sektor adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pertanian, sebagai lembaga pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk bekerja pada sektor kejuruan (Kemendikbud, 2015).
Bakhrun (2018) menyatakan bahwa saat ini SMK Pertanian menjadi sasaran pengembangan pemerintah. Ditunjukkan dengan kenaikan siswa SMK Pertanian yang bisa mencapai 4-5% setiap tahunnya. SMKN H. Moenadi Ungaran adalah sekolah menengah kejuruan yang fokus pada bidang pertanian. Dimana siswa dididik untuk terampil dalam sektor pertanian dan diharapkan setelah lulus, mereka memiliki keterampilan untuk bekerja atau merintis usaha di sektor pertanian sehingga dapat membantu mewujudkan kedaulatan pangan bangsa Indonesia.
Penulis : Nyevi Ria Budiastuti, Guru SMKN H Moenadi Ungaran
Komentar Pengunjung