Budaya 5S dan Talking Stick Membakar Semangat Pembelajaran Puisi

Budaya 5S (senyum, salam, sapa, sopan, dan santun) sudah tidak asing lagi bagi kita. Baik  instansi pemerintah maupun swasta menerapkan budaya 5S. Budaya 5S untuk membiasakan diri agar selalu senyum, salam , sapa, sopan dan santun saat berinteraksi dengan orang lain. Pembiasaan budaya 5S di sekolah sering sebatas Guru menyambut kedatangan Peserta Didik dengan memberikan senyuman, sapaan, salam, sopan, dan santun. Hal tersebut sebagai salah satu bentuk pelayanan terhadap masyarakat. Budaya ini mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap sekolah.  Sekolah yang warganya mempunyai etika, moral, dan karakter yang berbudi luhur dengan siapa pun dan di mana saja akan mendapat simpatik di kalangan masyarakat.

Budaya 5S baik untuk dikembangkan tidak hanya dalam tegur sapa dalam kehidupan sehari-hari. Penulis mencoba membuat kolaborasi 5S dalam pembelajaran. Pembelajaran puisi melalui 5S dan talking stick. Menurut Carol Locust (dalam Ramadhan 2010) mengutarakan bahwa talking stick (tongkat berbicara) adalah model pembelajaran yang dilakukan dengan bantuan tongkat, di mana Peserta Didik yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Guru setelah Peserta Didik mempelajari materi pokoknya. Penerapan budaya 5S dan model pembelajaran talking stick diharapkan dapat menumbuhkan semangat Peserta Didik dalam pembelajaran puisi. Di samping itu, pembelajaran puisi bisa membentuk Peserta Didik berkarakter baik. Peserta Didik tidak memandang sebelah mata pembelajaran puisi. Bahkan pembelajaran puisi akan selalu dinanti-nantikan oleh Peserta Didik.

Berdasarkan pengalaman Penulis, pembelajaran puisi di SMK sering diabaikan oleh Peserta Didik. Peserta Didik malas bila sampai pada materi puisi. Mereka memilih tiduran daripada membaca puisi. Pembelajaran puisi cenderung membosankan.  Peserta Didik tidak antusias belajar puisi sehingga hasil yang dicapai kurang optimal.

Sehubungan dengan hal tersebut, Guru mengemas pembelajaran puisi secara inovatif. Pembelajaran puisi  melalui budaya 5S dan talking stick. Kolaborasi 5S dan talking stick memungkinkan Guru menciptakan kondisi belajar yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. Hal tersebut dapat mendorong Peserta Didik aktif mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas.

Penerapan 5S dalam model pembelajaran talking stick pada puisi sebagai berikut: (1) Guru mengawali pembelajaran dengan pembacaan puisi  sebagai apersepsi sekaligus sapaan kepada Peserta Didik;   (2) setelah  pembacaan puisi Peserta Didik bertanya jawab mengenai puisi dengan budaya 5S; (3) Peserta Didik menyimak penjelasan dari Guru mengenai unsur-unsur yang terdapat dalam puisi; (4) Guru membagi beberapa kelompok; (5) Guru dan Peserta Didik mendiskusikan jalannya pembelajaran; (6) Peserta Didik diminta mempelajari materi mengenai puisi; (7) perwakilan dari masing-masing kelompok yang mendapat tongkat harus menjawab pertanyaan dari kelompok lain  dan seterusnya sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari kelompok berikutnya; (8) masing-masing kelompok menunjuk salah satu anggotanya untuk membacakan puisi di depan kelas; (9) Peserta Didik mendengarkan pembacaan puisi; (10) kelompok lain  mengomentari pembacaan puisi dari kelompok yang tampil dan seterusnya secara bergantian; (11) peserta berdiskusi untuk menemukan unsur-unsur dari puisi yang telah dibaca; (12) kelompok membuat laporan hasil diskusi; (13) Peserta Didik dan Guru menyimpulkan hasil pembelajaran; (14) Peserta Didik dan Guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan; (15) Guru memberikan tindak lanjut berupa latihan untuk mencari sebuah puisi, kemudian mencari unsur-unsur yang terdapat dalam puisi.

Dari setiap kegiatan tersebut, Peserta Didik berusaha tidak meninggalkan budaya 5S. Peserta Didik dalam mengikuti pembelajaran puisi tersebut sangat antusias. Mereka melakukan pembacaan puisi tanpa rasa takut atau malu. Peserta Didik mampu mengapresiasi puisi dengan bersemangat. Keantusiasan Peserta Didik dalam pembelajaran puisi bisa mencapai hasil yang optimal dan membentuk karakter yang baik.  

Pembelajaran puisi dengan budaya 5S dan model talking stick tersebut membutuhkan kreativitas Guru dan kesiapan Peserta Didik. Adanya ketidakseriusan salah satu pihak akan mengakibatkan ketidakberhasilan pelaksanaan pembelajaran puisi. Oleh karena itu, pelaksanaan pembelajaran  puisi perlu disiapkan secara matang oleh Guru. Guru disarankan selalu kreatif dalam pembelajaran puisi agar Peserta Didik bersemangat belajar dan berkarakter.

“SMK Negeri 10 Semarang, dari Semarang untuk Indonesia”

Penulis: Digna Palupi, S.Pd., M.Pd., Guru Mapel Bahasa Indonesia

Editor: Tim Humas