Tidak terasa tiga tahun menjalani profesi sebagai kepala sekolah. Belajar menjadi kebutuhan mutlak sebagai kepala sekolah baru. Ketika pengalaman belum diperoleh maka belajar menjadi jalan untuk menapaki langkah ke depan dalam membangun sekolah. “Anda dapat mempelajari hal-hal baru kapan saja dalam hidup ini jika Anda mau menjadi pemula”, Kata Barbara Sher. Seorang penulis Amerika kelahiran 1943.
Membaca menjadi menu wajib bagi saya. Dalam seminggu saya bisa menghabiskan satu buku untuk ditamatkan. Di sela-sela pekerjaan kantor yang luar biasa, hiburan bagi saya adalah membaca. Apa yang telah saya baca kemudian saya buat catatan. Maka meluncurlah Catatan CEO SMKN 1 Tuntang. Lewat tulisan ini saya ingin berbagi pengalaman kepada siapa saja yang membacanya. Lewat platform Facebook, Whatsapp, Twitter tulisan saya menghiasi linimasa. Motif pertama menulis sebetulnya adalah faktor kebiasaan. Saya punya tagline pribadi, “membaca, menulis dan berbagi”. Membaca menambah nutrisi pengetahuan saya, menulis bagi saya untuk meninggalkan jejak dan berbagi menjadi menu jualan saya untuk bersedekah kepada banyak orang. Kalau kemudian tulisan saya terkenal itu adalah dampak. Hasilnya apa? Kepuasan. Ya saya puas jika sudah membaca dan menulis.
Dari membaca saya bisa mendapatkan hikmah kisah orang-orang hebat. Salah satu contohnya adalah Sunny Kamengmau, pemuda asal Nusa Tenggara Timur (NTT). Seorang CEO perusahaan pembuat tas tangan merek Robita. Anda pernah mendengar tas tangan merek Robita? Tas Robita yang begitu populer di Jepang ini bahkan kabarnya menjadi idaman oleh semua kalangan sosialita di negara sakura itu. Siapa sangka pemuda yang tidak pernah lulus SMA itu akhirnya menjadi pengusaha sukses yang mengawali bisnisnya dengan modal nekat. Setelah meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke Bali, ia bekerja sebagai tukang sapu di sebuah hotel. Selang beberapa lama ia pun diangkat menjadi satpam karena dianggap memiliki etos kerja yang bagus. Selama itu, ia juga memanfaatkan waktunya untuk belajar Bahasa Inggris dan Bahasa Jepang.
Kembali ke topik pemula tadi. Kebetulan saya ditempatkan di sebuah sekolah satu atap. Sekolah ini berjarak kurang lebih 50 km dari rumah. Jadi kalau dihitung secara matematika, selama tiga tahun menjadi kepala sekolah, saya sudah menjelejahi jalan sejauh 50 (km) x 20 (hari dalam sebulan) x 36 (bulan) x 2 = 72.000 km. Maka tak heran jika supervisor teknisi bengkel langganan saya berujar kok cepet sekali pak kilometernya. Harusnya 6 bulan masuk servis bengkel, saya lebih cepat dari itu.
Pengalaman mengelola satu atap dari modal nol rupiah menjadi sekolah mandiri merupakan pengalaman terbaik saya. Maka muncullah sebuah tulisan Best Practice berjudul Manajemen Sekolah Berbasis Wirausaha. Ada dua masalah dalam tulisan ini yaitu yang pertama bagaimanakah mengelola sekolah berbasis wirausaha di SMK Negeri Satu Atap Tuntang Kabupaten Semarang? Dan yang kedua bagaimanakah hasil dan dampak dari pengelolaan sekolah berbasis wirausaha di SMK Negeri Satu Atap Tuntang Kabupaten Semarang?
Merintis sekolah dari nol menjadi sekolah mandiri mendasarkan pada empat kata kunci yaitu kreativitas, kewirausahaan, keunggulan kompetitif dan manajemen strategis. Apa itu kreativitas? Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk dapat memikirkan dan mengembangkan ide baru, cara baru dalam melihat masalah dan peluang, sehingga muncul solusi kreatif. Sedangkan kewirausahaan adalah proses disiplin dan sistematis dalam menerapkan kreativitas dan inovasi terhadap kebutuhan, problem, dan peluang pasar. Sementara keunggulan kompetitif adalah sekumpulan faktor yang membedakan sekolah kami yang kecil dari para pesaingnya dan memberi posisi yang unik di pasar sehingga lebih unggul dari para pesaingnya. Adapun manajemen strategis adalah proses manajemen komprehensif dan berkelanjutan yang ditunjukan untuk memformulasikan dan mengimplementasikan strategi yang efektif.
Sebagai kepala sekolah saya harus mengembangkan visi yang jelas dan diterjemahkan menjadi misi. Visi adalah hasil dari impian saya atas sesuatu yang belum pernah terwujud dan kemampuan melukiskan impian yang menarik tersebut agar dapat dilihat orang lain. Visi menjawab pertanyaan “kemana kita akan pergi?”. Visi yang saya bangun membantu warga sekolah dalam hal memberikan arah, memberikan keputusan, memotivasi orang, dan memampukan sekolah untuk tetap tekun menghadapi kesulitan.
Menutup catatan ini saya suka dengan kalimat bijak dari Helvy Tiana Rosa, “Cantik itu pilihan. Ketulusan serta bahagia yang selalu kau upayakan hadir di hatimu bagi diri dan orang lain, senantiasa akan memancar hingga wajah. Itulah kecantikan sejati. Saya akan terus memancarkan kebahagiaan bagi diri sendiri, guru-guru saya dan guru-guru sekolah lain yang semangat datang ke sekolah kami untuk belajar.
Salam bahagia dalam menjalani profesi apa saja.
Penulis : Ardan Sirodjuddin, Kepala SMKN 1 Tuntang Kabupaten Semarang
Komentar Pengunjung