Ketahanan ideologi Pancasila kembali diuji ketika dunia masuk pada era globalisasi, di mana banyaknya ideologi alternatif merasuki ke dalam segenap sendi-sendi bangsa melalui media informasi yang dapat dijangkau oleh seluruh anak bangsa kata (Reni Mayerni, Lemhanas:2020)
Era globalisasi yang paralel dengan disruptif teknologi memberikan peluang setiap anak bangsa untuk mengakses derasnya pertukaran informasi secara bebas dan terbuka yang berpeluang sebagai karier masuknya berbagai anasir ideologi dengan perspektif baru, dan dimensi budaya serta muatan aspek multi kehidupan antar bangsa. Perspektif, dimensi, dan muatan aspek kehidupan itu secara masif akan merasuki, mempengaruhi cara pandang dan berpikir anak bangsa yang tidak mustahil tidak koheren dengan falsafah dan ideologi bangsa sendiri. Bila tidak ada atensi akan hal tersebut, kekhawatiran akan perubahan perilaku generasi muda saat ini yang nota bene sebagai aktor kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di masa mendatang menjadi absurd dan mengaburkan karakter asli bangsa yang seolah-olah dilupakan yang menjadikan perilakunya seakan tercabut dari akar kehidupan dan jati diri serta ideologibangsanya. Apalagi efek globalisasi-disruptif teknologi tersebut diperparah dengan multi dampak pandemi yang variatif dalam tiga tahun terakhir ini. Lalu, bagaimana agar ideologi Pancasila tetap sakti dan lestari dalam pusaran globalisasi, distrupsi dan efek pandemi?
Dimensi Kurikulum Baru
Kurikulum baru, Kurikulim Merdeka yang baru saja digulirkan pemerintah didasarkan pada roh dan spirit kurikulum 2013 dengan tuntutan hasil belajar atau kompetensi yang disederhanakan serta dibuat lebih fleksibel. Implemetasi kurikulum merdeka dimaksudkan sebagai tindakan kuratif persekolahan atas pembelajaran selama pandemi yang dirasa kurang efektif akibat minimnya pengalaman belajar siswa. Dengan penyederhanaan dan fleksibilitas kompetensi dasar (KD) dalam kurikulum 2013 menjadi capaian pembelajaran (CP) dalam Kurikulum Merdeka memungkinkan pendididik atau guru lebih leluasa dalam memilih kompetensi yang dipandang lebih esensial dengan pokok materi ajar serta berbagai strategi pembelajaran yang memungkin pengalaman belajar nyata dan pembelajaran yang lebih bermakna. Pengalaman nyata dan pembelajaran bermakna ini memungkinkan peserta didik belajar sesuai minat, bakat dan perhatiannya yang memberikan peluang berkembangnya potensi, bakat dan minat setiap peserta didik. Di samping itu, pengalaman real peserta didik dalam pembelajaran bermakna memungkinkan kegiatan pembelajaran sebagai proses sosialisasi, interaksi sosial antar individu sekaligus latihan bermasyarakat. Kemungkinan ini selaras dengan harapan bapak pendidikan nasional, pembelajaran yang dipandang sebagai pendekatan anak-anak, kehidupan peserta didik dengan perikehidupan rakyat, agar mereka tidak hanya memiliki pengetahuan saja tentang hidup rakyatnya, akan tetapi juga dapat mengalaminya sendiri, bersama dengan rakyat atau masyarakatnya (Ki Hadjar Dewantara). Dengan demikian, implemetasiKurikulum Merdeka tidak hanya dipandang sebagai upaya perbaikan pembelajaran guna pencapaian hasil belajar ataucapaian pembelajaran saja, namun pembelajaran dalam kurikulum baru ini memiliki dimensi penciptakaan (kembali) miniatur masyarakat yang tereliminir selama pandemi, serta memberikan ruang tumbuh-kembangnya kesadaran hidup bersama antar peserta didik sebagai anak bangsa dalam kerangka menjiwai nilai-nilai luhur dan keutamaan bersama, yang bermuara pada penguatan penghayatan dan pengamalan dasar idelogi dan falsafah bangsa Pancasila.
Projek Penguatan Ideologi
Kerangka penghayatan dan pengamalan dasar idelogi dan falsafah bangsa menjadi dimensi yang dominan dalam implementasi Kurikulum Merdeka dalam rangkat penguatan profil pelajar pancasila. Profil pelajar Pancasila merupakan pelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Profil ini menekankan faktor internal yang berkaitan dengan jati diri, ideologi, dan cita-cita bangsa Indonesia, serta faktor eksternal yang berkaitan dengan konteks kehidupan dan tantangan bangsa Indonesia di Abad ke-21 yang sedang menghadapi masa revolusi industri 4.0, sesuai visi pendidikan Indonesia, mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. Upaya mewujudkan visi pendidikan dan profil pelajar Pancasila dilakukan dengan berbagai projek, berupa aktivitas diluar kegiatan intra sekolah. Berbagai projek kegiatan berupa eksplorai berbagai kegiatan real di masyarakat sekitar yang diletakan dalam bingkai berbagai tema seperti: bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Berbagai tema tersebut dieksplorasi dalam konteks nyata di masyarakat sekitar dengan melibatkan semua stake holder pendidikan yang ada. Dari eksplorasi ini diharapkan dapat menginspirasi peserta didik sehingga dapat mengaktualisaikannya kembali di sekolah sebagai bagian pembelajaran yang diharapkan dapat terinternalisasi sehingga menumbuhkan tekad untuk berkontribusi bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Keberhasilan pelaksanaan projek akan menjadi prestasi dan indikator dalam skema kurikulum (Kepmendikbudristek No.56/M/2022). Penguatan projek profil pelajar Pancasila ini diharapkan dapat menjadi sarana yang optimal dalam mendorong peserta didik menjadi pelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pofil pelajar pancasila yang digagas pemerintah merupakan perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila (Permendikbud 22 Th. 2020). Citra pelajar pancasila ini tertuang dalam rencana strategis Kemendikbud (sekarang kemendikbudristek) tahun 2020-2024 adalah pelajar yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Palajar yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia akan memiliki akhlak beragama, pribadi dan akhlak kepada sesama manusiaserta kepada alam sekitar; dan akhlak bernegara. Berkebinekaan global mencirikan pelajar yang mampu mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain, memiliki rasa saling menghargai dan memungkinan terbentuknya budaya luhur yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa.Insan pelajar yang memiliki kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama, dan refleksi serta tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan. Citra kemampuan bergotong-royong bagi pelajar Pancasila, yaitu dimilikinya kemampuan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Elemen-elemen dari bergotong royong seperti kolaborasi, kepedulian, dan berbagi. Perwujudan kamandirian nampak dalam diri pelajar yang yang bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya dengan elemen kunci kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta regulasi diri. Kemampuan bernalar kritis berarti mampu secara objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi dan menyimpulkannya yang ditopang dengan elemen bernalar kritis seperti memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses berpikir, dan mengambil keputusan. Jiwa kreatif pelajar pancasila akan memampukan dirinya dalam memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak. Elemen kunci dari kreatif terdiri dari menghasilkan gagasan yang orisinal serta menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal.Gagasan dan upaya melahirkan pelajar pancasila tersebut sejalan gerakan nasional revolusi mental guna membangun generasi emas yang gemilang sekaligus insan yang berkarakter Indonesia yang yang dipandang sebagai sumber daya unggul di masa mendatang. Sumber daya manusia indonesia yang memiliki moral etika, berbudi pekerti, nasionalis dan patriotis yang mempersatukan bangsa. Namun demikian, upaya mewujudkan sumber daya handal tersebut perlu usaha keras dan sinergi semua kompenen bangsa, khusunya tri pusat pendidikan: orang tua atau keluarga, masyarakat dan pemerintah. Upaya keras semua pihak guna melahirkan pelajar Pancasila merupakan sebuah kebutuhan dan keharusan, bukan sekedar mimpi yang diyakini akan mampu membangun generasi muda dengan citra karakter bangsa sebagai pelestari ideologi Pancasila sekaligus sebagai upaya merawat kesaktian ideologi Pancasila.
Penulis : Oleh: Y. Bangun Widadi, M.Pd., Guru SMAN 1 Bringin.
Editor : Annisa Erwindani, S.Pd., Guru SMA Islam Hidayatullah.
Komentar Pengunjung