Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dn bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan memiliki budi pekerti yang luhur. Selain itu Peserta Didik juga harus memiliki ketrampilan dan pengetahuan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsa.
Mengacu kepada Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 3, menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi Peserta Didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Guru sebagai pendidik profesional dituntut mengembangkan model-model pembelajaran agar dapat merangsang kemauan Peserta Didik untuk lebih memahami serta menghayati makna materi ajar yang disampaikannya. Menurut Istarani dalam bukunya Model Pembelajaran Innovatif (2012), dijelaskan bahwa model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung dalam proses belajar mengajar.
Banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam menyampaikan materi ajar, antara lain ada metode diskusi, tanya jawab, demonstrasi, eksperimen, resitasi, karyawisata, drill, sosiodrama dan masih banyak lagi. Metode itu semua dapat digunakan dalam menyampaikan materi ajar. Sehingga Peserta Didik tidak merasa bosan dengan metode yang sama setiap menyampaikan materi.
Salah satu metode pembelajaran yang menyenangkan dan dapat membuat Peserta Didik aktif dalam proses belajar adalah dengan metode pembelajaran bermain peran (role playing). Metode pembelajaran role playing adalah metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada Peserta Didik untuk bermain peran sesuai dengan materi yang diajarkan. Dengan bermain peran, maka Peserta Didik diharapkan mampu memahami secara langsung tentang materi yang disampaikan oleh guru, karena Peserta Didik langsung berhubungan dengan materi tersebut. Peserta Didik juga dapat mengoreksi atau menambahkan dialog yang telah dibuat guru. Sehingga Peserta Didik dapat lebih aktif dalam belajar dan dapat berpikir kritis.
Demikian pula penulis merasakan akan adanya tantangan serta nuansa baru ketika hendak menggunakan metode Role Playing dalam pembelajaran Munakahat Peserta Didik kelas XII RPL 1. Hal ini disebabkan kelas tersebut didominasi oleh Peserta Didik putri sebanyak 23 dengan dihiasi sikap remaja dewasa pada umumnya serta paras cantik yang mendominasi dan hanya ada 11 Peserta Didik putra yang juga sudah menampakkan wajah-wajah tampannya. Maka muncullah ide penerapan metode role playing ini untuk menyampaikan materi Munakahat (Pernikahan Dalam Islam) agar ada pemahaman yang mendalam serta penghayatan yang total.
Agar lebih kompetitif, kami membagi Peserta Didik menjadi 2 kelompok model role playing dengan tugas masing-masing sebagaimana yang ada dalam praktek nyata pernikahan di masyarakat Islam. Misalnya ada yang menjadi pasangan pengantin pria wanita, wali, saksi, kepala Kantor Urusan Agama. Bahkan suasana dibuat seperti dalam prosesi pernikahan yang sesungguhnya, dengan melibatkan peran serta orang tua wali untuk mewujudkan acara akad nikah lebih sakral, nyata. Setiap Peserta Didik berperan sesuai dengan petunjuk dan arahan guru, seperti menjadi wali yang menikahkan sehingga pemeran wali harus belajar kalimat-kalimat yang harus diijabkan saat prosesi ijab qabul, petugas khotbah nikah pun berperan menghafalkan teks khotbah nikah.
Sebagai bentuk kreatifitas serta penghayatan metode ini, Peserta Didik menyiapkan sebuah ruang dengan dihiasi pernak-pernik pernikahan, sovenir, barang-barang seserahan bahkan yang berperan sebagai wali pengantin putra menyiapkan barang untuk mahar/maskawin sebagai bentuk bayaran yang harus diserahkan kepada pihak pengantin putri sebelum acara ijab qobul dilangsungkan. Yang lebih unik lagi penggunaan sound system untuk mengiringi acara pernikahan, yang dimulai dari penyerahan pihak penganten putra kepada pihak keluarga penganten putri. Ada petugas tersendiri yang menyerahkan penganten putra mewakili keluarganya dengan menggunakan kalimat dan bahasa Jawa sehingga menambah kesakralan prosesi pernikahan ini. Selanjutnya disambung dengan acara penerimaan penganten putra oleh pihak keluarga penganten putri yang diselingi dengan celetuk tawa hadirin di sana sini.
Satu hal yang sangat monumental adalah acara prosesi akad nikah dengan suasana yang hening karena masing-masing tegang memahami perannya masing-masing dengan harapan tidak terjadi kekeliruan baik dalam ucapan maupun perbuatan yang akan menyebabkan tidak syahnya acara akad nikah. Disinilah tampak sekali masing-masing pihak yang terlibat menghayati perannya agar tidak terjadi kesalahan yang akan berakibat diulanginya prosesi akad nikah.
Pernikahan itu indah dan dambaan setiap insan. Pernikahan itu sakral dan menjadi catatan indah dalam momentum hidup manusia. Dan ketika memasuki acara penutup, kritik dan saran maka guru mendapatkan pertanyaan-pertanyaan anekdot, entah karena tujuannya bergurau, atau memang benar-benar belum memahami sehingga muncul pertanyaan misalnya apakah pernikahan ini syah, apakah boleh mereka menjalani bulan madu, apakah boleh ada acara foto-foto mesra dan sebagainya. Guru harus tegas menjelaskan bahwa metode Role Playing iniadalah bersifat pembelajaran sehingga seluruh proses yang terjadi tidak bisa dijadikan legalisasi untuk menghalalkan segala hal yang sesungguhnya memang belum boleh. Boleh menjalani bulan madu antara pengantin putra dan putri tapi di rumahnya masing-masing. Demikian pula foto-foto mesra tidak diijinkan karena itu bagian dari larangan syariat Islam yang harus dijauhi. Semoga pembelajaran ini menjadi contoh nyata yang dapat dihayati oleh setiap Peserta Didik.
“SMK Negeri 10 Semarang, dari Semarang untuk Indonesia”
Penulis: Drs. Mustofa, M.Si., Guru Mapel Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
Editor: Tim Humas
Komentar Pengunjung