Penguatan Karakter Siswa Jawa Tengah melalui Tata Krama Kearifan Lokal

Beberapa waktu lalu mendapat surat undangan dari Biro Kesra Setda Provinsi Jawa Tengah untuk melaksanakan FGD (Forum Grup Diskusi) membahas tema Pemberdayaan Nilai Kearifan Lokal untuk Penguatan Karakter Siswa di Jawa Tengah. Pertemuan dihadiri juga oleh perwakilan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, perwakilan Cabang Dinas, Asosiasi Guru PPKn Indonesia Prov Jateng (AGPPKnI), AP3KnI, Ketua MKKS SMK, ketua MKKS SMA, Forum Bela Negara, Universitas Muhammadiyah Semarang dan beberapa perwakilan organisasi keagamaan di Jawa Tengah. Diskusi  ini dipandu langsung oleh Rektor UNIMUS Prof. Dr. H. Masrukhi, M.Pd dan didampingi oleh Prof. DR. Triyanto, M.Pd (UNS) dan Kepala Biro Kesra Pemprov Jateng.

Latar belakang kegiatan ini adalah tentang pentingnya penguatan pendidikan karakter di era globalisasi dan era digital yang menawarkan tata nilai asing yang tidak sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Jawa Tengah khususnya. Apabila tidak memiliki filter penyaring maka pengaruh negatif dari negara asing ini akan membahayakan keberlangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara juga sendi-sendi sosial kemasyarakatan.

Implementasi pendidikan karakter di lingkungan sekolah memerlukan keterlibatan semua komponen stakeholder termasuk komponen pendidikan itu sendiri meliputi isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan sekolah dengan keluarga siswa, sampai kualitas hubungan antara sekolah dengan lingkungan sosial. Sekolah memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan pendidikan karakter dalam kegiatan sehari-hari di sekolah baik berupa kegiatan intra kurikuler, ko kurikuler, ektra kurikuler maupun lingkungan budaya sekolah.

Dalam konteks demikian pemberdayaan kearifan lokal (Local Wisdom, Local Genious) dalam penguatan pendidikan karakter menjadi suatu keniscayaan. Dengan memberdayakan kearifan lokal maka peserta didik merasa tidak asing dengan tata nilai karakter yang dikembangkan bahkan tumbuh rasa memiliki dan memudahkan terjadinya proses internalisasi nilai pendidikan karakter. Masyarakat Jawa Tengah sangat kaya akan ajaran yang bersumber dari kearifan lokal. Hampir seluruh pola pikir dan pola laku masyarakat terdapat bingkai kearifan lokal yang berfungsi sebagai penentu arah tentang bagaimana mencari solusi atas problematika kehidupan dalam segala aspek.

Hasil diskusi para pakar pendidikan, tokoh masyarakat dan para sesepuh perwakilan yang hadir menyimpulkan paling tidak  ada 4 (empat) macam kearifan lokal masyarakat Jawa Tengah yang menjadi induk ajaran pendidikan karakter yang bisa dijadikan sebagai sumber menumbuhkembangkan pendidikan karakter untuk para peserta didik  era digital sekarang ini. Tata krama yang berlaku umum di masyarakat Jawa Tengah yang menjadi induk penguatan pendidikan karakter  tersebut adalah 1) Guyub-Rukun, 2) Andhap-Ashor, 3) Lembah-Manah dan 4) Tanggap-Tanggon. Keempat tata nilai ini cukup untuk bisa memadai keseluruhan tata nilai kearifan lokal bagi terbentuknya manusia yang berkarakter unggul secara komprehensif.

Pertama adalah Guyub-Rukun, menggambarkan terwujudnya masyarakat yang saling menghargai, saling membantu, empati dan tepo seliro. Gambarannya adalah masyarakat yang menghargai kebersamaan untuk menuju kemakmuran dan kebahagiaan bersama. Wujud guyub-rukun di masyarakat diantaranya ketika melaksanakan gotong rotong, rewang hajatan, menanam padi di sawah, gugur gunung dan lain-lain. Sedangkan kalau di lingkungan sekolah dengan melaksanakan kerja bakti kebersihan kelas dan lingkungan sekolah, menengok teman sakit ataupun takziyah menghadiri pemakaman temanyang meninggal dunia.

Kedua adalah Andhap-Asor, memiliki menghindari sikap congkak, sombong atau tinggi hati.  Sikap rendah hati ini bisa menunjukkan ukuran kedewasaan dan derajat kehormatan seseorang. Apabila seseorang memiliki karakter sikap andhap-asor dalam masyarakat Jawa Tengah akan dihargai dan dipatuhi oleh masyarakat lingkungan sekitar. Wujud andhap asor di sekolah biasanya terlihat pada saat berbicara/ bertutur kata diantaranya ketika  menyampaikan pendapat di forum rapat dengan bahasa yang sopan dan tidak menyinggung perasaan, Berpembawaan tenang / kalem, bisa menghargai yang lebih muda dan menghormati kepada mereka yang berusia lebih tua.

Ketiga adalah Lembah-Manah,juga merupakan sikap seseorang yang rendah hati, merasa sederajat atau tidak merasa lebih dari orang lain. Sikap yang muncul dari lembah-manah adalah bisa menghargai orang lain dan tidak meremehkan dan tidak menyombongkan diri. Wujud lembah manah dalam kehidupan sehari-hari diantaranya bisa menempatkan diri pada tempat kedudukan atau istilah jawa ngerti eman papan. Juga ajaran Ojo Adigang Adigung Adiguno yang artinya jangan menyombongkan kedudukan, kekuatan, kepandaian.

Keempat adalah Tanggap-Tanggon, merupakan nilai intelektualisme yang dibarengi dengan nilai keuletan dalam bertindak. Tanggap artinya memliki kecerdasan tinggi, kemampuan dan profesionalisme, mahir pada tugasnya yang diimbangi dengan kemampuan dan intelegensi yang memadai. sedangkan tanggon adalah memiliki mental yang tanguh, ulet dan sigap. Bermental dan bermoral tinggi dan siap ditugaskan dalam medan juang apapun.   Wujud sikap tangap tanggon ini kalau di lingkungan sekolah diantaranya seorang guru yang harus tanggap karena dituntut profesionalismenya, dia harus memiliki intelektual yang tingi dan terampil di bidang yang menjadi tanggung jawabnya yakni mendidik.

Nilai luhur bangsa yang bersumber dari kerifan lokal masyarakat Jawa Tengah ini dapat memberikan sumbangsih membentuk karakter peseta didik melalui terintegrasinya nilai-nilai guyub rukun, andhap asor, lembah manah dan tanggap tanggon pada mata pelajaran yang relevan seperti PPKn, IPS, Agama dan Budi Pekerti, Seni Budaya dan PENJASORKES.

Penulis : Muhammad Rohib Hirzi, S.Pd., Guru PPKN SMAN 1 Tengaran Kab Semarang dan Ketua Asosiasi Guru PPKn Indonesia (AGPPKnI) Wilayah Provinsi Jawa Tengah.