Apakah hari ini saya bahagia? Pertanyaan itu tentu diri saya yang bisa menjawabnya. Apakah berangkat kerja setiap hari membuat kita bahagia? Bisa ya bisa tidak. Ada orang yang antusias bekerja dan sebaliknya ada yang bermalas-malasan dalam bekerja. Maka pertanyaannya apa itu bahagia?
Dari sudut pandang filsafat, bahagia itu ada beberapa jenis antara lain yang pertama Hedonisme. Bahagia ini bisa didefinisikan sebagai sebuah pandangan yang berpegangan bahwa tingkah laku itu digerakkan oleh keinginan atau hasrat terhadap kesenangan. Dengan demikian, para hedonisme adalah orang-orang yang menghindarkan penderitaan dan boleh jadi merupakan tipe orang yang akan tetap mencapai kesenangan meski pun membuat orang lain menderita.
Kesenangan (pleasure) dianggap oleh filsuf Aristoteles sebagai pandangan yang menjadikan manusia sebagai budak dari keinginan-keinginannya sendiri. Manusia yang seperti ini akan merasa nyaman apabila memakai pakaian bagus dan mahal. Ia akan bahagia jika memiliki mobil baru atau mempunyai rumah mewah. Kehidupan seperti ini dikritik sebagai kehidupan yang semu. Bagi orang-orang hedonis, mereka hidup untuk mencari kenikmatan, bukan sekedar untuk menikmati hidup.
Bahagia yang kedua adalah Eudaimonia. Bahagia ini memandang cara hidup yang berfokus pada makna hidup itu sendiri. Jika hedonisme berpusat pada kesenangan, maka eudaimonia adalah bagaimana manusia tumbuh dan berguna bagi orang lain. Tipe eudaimonia juga berarti manusia yang mengerti kelebihan dan kekurangannya. Ia menjalani hidup dengan tujuan untuk kebahagiaan yang hakiki.
Kebahagiaan Eudamonia, menurut Aristoteles, adalah kebahagiaan yang tidak kosong atau hilang setelah sumber kebahagiaan itu sudah tak terlihat oleh mata atau tak terasa oleh indera perasa. Sebagai contoh sebagai pemimpin kita bisa memberikan pekerjaan pada seseorang dengan upah yang layak disela himpitan ekonomi yang luar biasa.
Sementara itu kebahagiaan yang ketiga adalah Epicureanisme. Bahagia ini dibangun diatas tiga kriteria kebenaran yaitu sensasi atau gambaran (aesthesis), pra-konsepsi atau prasangka (prolepsis) dan terakhir ‘feelings’ atau perasaan (pathe). Epicureanisme memiliki perbedaan dengan hedonisme sebab paham ini mementingkan rohani atau batin dibandingkan materi. Kebahagiaan epicureanisme muncul dari ketenangan hati atas diraihnya kebahagiaan yang disebut sebagai the greatest good atau kebaikan yang sebenarnya. Pada intinya, epicureanisme bersumber dari pemenuhan batin, termasuk dalam pencarian materi sekalipun.
Kebahagiaan yang kami rasakan ketika disela pekerjaan yang bertubi-tubi, batin kita tetap terisi dengan lantunan Al Quran setiap pagi di mushola sekolah. Alhamdulillah menutup tahun 2021, warga SMKN 1 Tuntang mengkhatamkan tadarus Al Quran yang ketiga kali. Sebuah kebahagiaan hakiki yang mengisi relung jiwa setiap warga sekolah. Semoga ke depan target satu semester khataman Al Quran terus tertunaikan. Kerja Jalan Ibadah Tidak Ketinggalan.
Penulis : Ardan Sirodjuddin, Kepala SMKN 1 Tuntang
Komentar Pengunjung