Sebetulnya sudah lama sekali ingin menuangkan tulisan tentang perudungan atau bullying. Semakin hari semakin banyak kita dengar atau kita lihat baik di layar kaca ataupun di media sosial kasus bullying yang terjadi di sekolah. Ironisnya dengan era digitalisasi yang sudah sangat maju, kejadian yang tidak pantas tersebut direkam oleh pelaku dan di sebar luaskan ke dunia maya. Miris sekali. Cerita yang menarik dari seorang Putri Uti, salah satu finalis Master chef Indonesia season 8. Dia menuturkan menjadi korban perudungan oleh teman-temannya saat duduk di kelas 3 SD. Saking traumanya, dia tidak mau sekolah bahkan takut bertemu orang dan bersosialisasi. Langkah yang tepat diambil oleh sang Bunda, yaitu membantu Putri Uti belajar memasak sesuai hobinya.
Hasil pendataan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 mencatat kasus kekerasan pada anak mencapai 25 juta, dengan berbagai macam bentuk, dari yang ringan sampai berat. Kemudian data BPS tahun 2009 menunjukkan kepolisian mencatat, dari seluruh laporan kasus kekersan, 30% diantaranya dilakukan oleh anak-anak, dan dari 30% kekerasan dilakukan oleh anak-anak, 48% terjadi di lingkungan sekolah dengan motif yang bervariasi. Plan Indonesia juga pernah melakukan survey tentang perilaku kekerasan di sekolah. Survey dilakukan di Jakarta, Yogyakarta, Suranaya, dan Bogor, dengan melibatkan 1.500 siswa SMA dan 75 guru. Hasilnya 67,9% menganggap terjadi kekerasan di sekolah, berupa kekerasan verbal, psikologis, dan fisik. Pelaku kekerasan pada umumnya adalah teman, kakak kelas, adik kelas, guru, kepala sekolah dan preman di sekitar sekolah.
Sebetulnya apa sih perudungan atau bullying? Istilah ini pertama kali dikenal sebagai “Mobbing”, yang diperkenalkan oleh Heinemann yang merupakan seorang ahli fisika di sebuah sekolah di Swedia. Pada saat itu, oleh para ahli, mobbing diartikan sebagai serangan sekelompok hewan kepada seekor hewan lain. Seiring perkembangan jaman, istilah tersebut diganti menjadi bullying. Menurut para ahli pengertian bullying adalah suatu perilaku agresif yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman kepada korbannya karena diberikan secara berulang dan dalam jangka waktu lama.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), mengelompokan tindakan bullying menjadi enam kategori, yakni pertama kontak fisik langsung. Contoh tindakanya seperti memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain. Kedua kontak verbal langsung, seperti mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-downs), mencela atau mengejek, mengintimidasi, memaki dan menyebarkan Gosip.
Selanjutnya ketiga adalah perilaku non-verbal langsung. Contohnya melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek atau mengancam yang biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal. Keempat adalah perilaku non-verbal tidak langsung seperti mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan dan mengirimkan surat kaleng. Yang terakhir adalah cyber bullying yaitu tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik.
Perundungan memberikan dampak dari korban, pelaku dan penyaksi perudungan antara lain : pertama depresi dan kecemasan. Korban bullying biasanya akan memiliki gangguan depresi dan kecemasan. Hal ini karena meningkatnya perasaan sedih dan kesepian pada dirinya. Selain itu, perlakuan bullying yang diterimanya akan mengubah pola tidur, makan, hilangnya minat pada aktivitas yang biasa mereka nikmati. Bahayanya, permasalahan ini akan dialaminya jangka panjang hingga dewasa.
Kedua keluhan kesehatan, akibat adanya perlakuan kasar, atau ucapan yang membuatnya depresi, itu akan membuat dirinya tidak berminat untuk melakukan berbagai hal, seperti makan. Hal itu akan membuatnya mengalami gangguan kesehatan yang cukup parah. Ketiga prestasi akademik menurun, dimana biasanya korban bullying, nilai akademiknya akan menurun. Hal ini karena perlakuan bullying yang diterimanya, membuatnya tidak fokus belajar. Selain itu, jika pelakunya berada di instansi pendidikan yang sama, akan membuatnya sering bolos karena takut bertemu.
Seseorang yang terbiasa melakukan tindak bullying terhadap orang lain cenderung akan melakukan hal yang sama hingga dewasa. Lebih parahnya, ia dapat melakukan hal kekerasan yang menjadikannya seorang kriminal. Dampak yang dialaminya jika terus-menerus melakukan hal tersebut adalah pertama menyalahgunakan alkohol dan narkotika. Biasanya anak yang melakukan bullying kepada orang lain, tidak peduli dengan hal yang baik dan buruk. Oleh karena itu, pelaku bullying sangat berpotensi terjun ke dalam hal buruk seperti menyalahgunakan alkohol dan narkotika.
Kedua sering berkelahi. Seseorang yang melakukan bullying biasanya sering berkelahi, walaupun tidak dengan korban bullying. Mereka akan merusak properti yang ada di sekelilingnya. Selain itu ia juga berisiko putus sekolah karena banyaknya aturan yang telah dilanggarnya. Ketiga melakukan seks di usia dini. Seorang pelaku bullying tidak peduli dengan hal yang baik dan buruk. Oleh karena itu, pelaku juga sangat berpotensi melakukan hubungan seksual sebelum waktunya. Selanjutnya keempat berpotensi menjadi kriminal. Pelaku bullying sangat berpotensi menjadi seorang kriminal. Hal ini karena kebiasaan yang dilakukannya sejak usia muda menjadikan dirinya melakukan hal yang sama saat dewasa. Selain itu, ia juga berpotensi melakukan hal yang lebih buruk sehingga menjadi kriminal. Dan terakhir bersikap kasar terhadap pasangan. Sikap kasar yang biasa dilakukannya kepada seseorang juga dapat membuatnya melakukan hal yang sama terhadap pasangan. Hal ini akan terus dibawanya hingga ia dewasa.
Penulis : Ngesti Sukmawati Kunadi, Guru SMKN H Moenadi Ungaran
Komentar Pengunjung