COVID-19 membuat dunia dilanda krisis, termasuk dunia pendidikan. Salah satu dampak krisis dalam dunia pendidikan adalah berubahnya sistem proses belajar mengajar tatap muka menjadi sistem dalam jaringan (daring). Kebijakan ini dilakukan untuk mencegah penularan dan memutus mata rantai wabah virus korona. Padahal sistem pembelajaran di negeri ini masih menggunakan pola tatap muka.
Ketidaksiapan menghadapi krisis menjadi keniscayaan yang dihadapi stakeholder dunia pendidikan. Di sinilah letak peran signifikan seorang kepala sekolah untuk tetap menjalankan kepemimpinannya dengan baik di tengah situasi krisis. Kepala sekolah dituntut menerapkan “manajemen krisis”, yaitu proses mempersiapkan dan mengelola situasi darurat atau tidak terduga yang memengaruhi siswa, guru, staf, dan pemangku kepentingan. Ini berbeda dari manajemen risiko, yang mengharuskan kepala sekolah untuk menilai potensi ancaman dan menemukan cara terbaik untuk menghindari ancaman tersebut.
Dalam manajemen krisis, ancaman ini sudah terjadi dan harus dihadapi. Pada awal pemberlakuan pembelajaran daring hampir semua pihak yang terlibat dalam pendidikan merasa gagap. Sekolah harus aktif mencari informasi yang valid bagaimana implementasi pembelajaran daring yang berkeadilan. Berkeadilan dalam hal ini adalah sekolah dan peserta didik mampu melakukan kewajiban dan menerima hak yang seimbang. Karena, kebijakan yang dikeluarkan stakeholder pada kondisi darurat tidak dilakukan dengan kajian akademis yang memadai, sehingga terkadang terasa sulit dalam implementasinya.
Kepala sekolah memegang peranan penting dalam membuat kebijakan terkait manajemen sekolah di saat pandemi Covid-19. Kepala sekolah memegang peranan vital sebagai leader dalam membangun atmosfer pendidikan dan memastikan peserta didik mendapatkan pembelajaran bermakna. Khusus dalam masa pandemi Covid-19 ini, kepala sekolah pertama harus mampu menunjukkan kepemimpinan krisis (crisis leadership).
Kepemimpinan krisis adalah respons seorang kepala sekolah dalam menghadapi situasi abnormal untuk meminimalkan dampak krisis atau bencana. Kemampuan lembaga pendidikan (sekolah) dalam melalui transisi maupun transformasi sangat ditentukan oleh kompetensi pemimpin krisis yang peka tentang berbagai potensi yang dapat mengganggu aktivitas organisasinya. Kepemimpinan krisis pertama adalah kemampuan kepala sekolah dalam memprediksi krisis. Kepala sekolah harus mampu membuat kebijakan before the crisis. Dalam hal ini kepala sekolah secara aktif memberikan edukasi literasi pencegahan Covid-19 dengan informasi yang valid, yaitu promosi 3M (mencuci tangan menggunakan sabun, menggunakan masker, dan menjaga jarak fisik). Kemudian, kepala sekolah juga harus mampu mengeluarkan kebijakan belajar daring yang menyenangkan (tidak memberatkan guru dan peserta didik).
Kepemimpinan krisis yang selanjutnya dapat dilihat dari kebijakan selama krisis kesehatan berlangsung (during the crisis). Pada kondisi ini, kepala sekolah harus secara aktif memonitor dan mengevaluasi pembelajaran daring. Kepala sekolah harus mampu memberikan arahan pada guru agar memberikan pelajaran yang lebih bermakna agar siswa tetap merasa nyaman dan produktif. Kemudian, kepimimpinan krisis dapat dilihat dari setelah berakhirnya krisis kesehatan (after the crisis). After the crisis merupakan tahapan terakhir ketika krisis telah terjadi. Dalam tahapan ini, kepala sekolah melakukan evaluasi atas strategi penanganan krisis yang dilakukan apakah memang memberikan dampak yang signifikan ataukah memang perlu pembenahan. Pertahankan Mutu Agar mutu pembelajaran dan penilaian dapat dipertahankan dalam kondisi keterbatasan interaksi sosial, maka kolaborasi antara kepala sekolah dan guru harus selalu dibangun.
Bagaimanapun peran guru sesungguhnya tidak bisa digantikan dengan teknologi. Karena guru bukan sekedar sumber ilmu pengetahuan, melainkan mesti menjadi contoh dan teladan yang mentransfer adab dan tata nilai. Keberadaan fisik seorang guru tetap dibutuhkan oleh peserta didik dalam proses belajar mengajar karena fungsinya tidak hanya menyampaikan materi dan transfer ilmu, namun mendidik karakter serta mengajarkan bagaimana memaknai dan menjalani hidup dengan lebih baik. Menjadi pendidik di era digital menghadapi generasi milenial ini ditantang untuk membangun komunikasi yang efektif dengan memanfaatkan teknologi. Hal itu bisa dimulai dari hal yang sederhana, misalnya menggunakan daftar hadir/presensi digital otomatis serta membagikan materi menggunakan platform berbasis teknologi cloud computing sehingga efektif untuk pengajaran dan memudahkan peserta didik berkomunikasi dengan pendidik.
Selanjutnya perbanyak diskusi dengan membuat kelompok-kelompok kecil. Saat diskusi peserta didik diizinkan berselancar terkait topik melalui sumber kredibel dan relevan. Menjadi tantangan untuk menciptakan interaksi antarpeserta didik dan kelompok agar suasana diskusi menjadi lebih hidup. Tentunya hal ini juga untuk meningkatkan skill berbicara di depan orang banyak. Kemudian berikan contoh yang relevan agar membantu peserta didik mencerna materi lebih mudah. Kepala sekolah harus aktif melakukan supervisi dalam tiap-tiap kelas tersebut. Hal ini guna mempertahankan mutu pendidikan yaitu kecakapan literasi, penguatan karakter, serta kecakapan akademis: berpikir kritis, kreatif, komunikasi, dan kolaborasi. Pandemi Covid-19 menguji kapasitas kepala sekolah sebagai pemimpin. Apakah kepala sekolah dapat menjadi solusi atau malah menjadi salah satu masalah?
Dra. Wiji Eny Ngudi Rahayu MPd, Kepala SMA 4 Semarang
Komentar Pengunjung