Belajar dari Gelombang Hallyu

Hallyu mungkin masih asing bagi sebagian orang, tetapi bagi mereka yang mengidolakan BTS, Blackpink, dan K-Drama Start Up yang mampu membuat media sosial di Indonesia membicarakannya dari berbagai sudut pandang (bisnis, investasi, dan teknologi) pasti akan familiar dengan Hallyu atau Korean Wave (gelombang Korea).

Gelombang Hallyu ini terdiri dari beberapa konten kebudayaan yang menjadi komoditas ekspor kebudayaan yang utama bagi Korea Selatan, diantaranya; film, drama televisi (K-Drama), musik (K-Pop) dan K-Fashion. Konten-konten tersebut saling berpengaruh antara yang satu dengan yang lainnya. Kesuksesan K-Drama dan K-Pop di beberapa negara di Asia seperti; Cina, Indonesia, Jepang, Malaysia dan sebagainya berpengaruh terhadap peningkatan minat masyarakat internasional terhadap produk-produk Korea Selatan.

Selain K-Pop, tayangan K-Drama juga ikut mengambil hati para penggemar masyarakat Indonesia, alur cerita yang tidak berbelit-belit, setting yang natural, kisah yang menyentuh hati dengan akting yang mumpuni dengan aktor dan aktris yang visualnya menarik membuat para penonton terhipnotis dan selalu ditunggu-tunggu.

Hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan 842 dari 924 responden atau setara 91,1% menonton Drama Korea selama wabah. Jumlah ini meningkat 3,3% dari sebelum pandemi. Dilansir dari CNN Indonesia, menurut data Forrester layanan OTT seperti Netflix pada kuartal pertama 2020 melampaui jumlah pelanggan baru global sebesar 80%. Netflix dilaporkan mendulang 15,77 juta pelanggan baru berkat pandemi virus Covid-19 yang membuat semua orang beralih ke streaming yang tentunya membuat pilihan penggunanya lebih banyak jatuh ke drakor atau K-Drama.

Selain itu, beberapa tempat wisata yang dikenalkan melalui drakor juga sangat mencuri perhatian karena beberapa destinasi wisata Indonesia yang mengadopsi tempat-tempat wisata dan kuliner di Korea selalu ramai pengunjung. Sering juga dijumpai anak muda yang mengenakan fashion ala korea mulai dari tas, sepatu, baju, sampai make-up menyerupai artis korea walaupun bisa dibedakan mereka adalah remaja Indonesia.

Indonesia yang saat ini merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia merupakan rumah bagi jutaan K-Popers atau pecinta K-Pop. Pada tahun 2019, Twitter mengumumkan daftar negara yang paling banyak men-tweet terkait artis K-Pop sepanjang tahun 2019 dan Indonesia berada pada peringkat 3 setelah Thailand dan Korea Selatan, sedangkan untuk penayangan video-video K-Pop di Youtube berdasarkan negara, Indonesia menempati posisi ke-2 dengan persentase 9.9%. Sementara itu, Korea Selatan berada pada posisi pertama dengan persentase yang tak jauh berbeda dari Indonesia yaitu 10.1%.

Indonesia dikenal memiliki fanbase yang besar dan loyal dalam dunia K-Pop. Contohnya, NCTzen Yogyakarta yang merupakan tempat berkumpulnya para fans NCT (idol grup) di Yogyakarta. Mereka memiliki kepengurusan yang terstruktur layaknya organisasi pada umumnya dan aktif mengadakan event-event untuk fans NCT. Dengan kata lain, keberadaan artis K-Pop atau K-Drama saat ini banyak mempengaruhi preferensi para milenial dalam beberapa hal, misal penggunaan skincare atau make up korea, style Korea, konsumsi makanan Korea, dan lainnya.

Akan tetapi, kita juga tidak boleh menutup mata dan menyalahkan seutuhnya dengan kualitas dan keseriusan yang disajikan oleh tayangan K-Drakor dan K-Pop. Hal ini menunjukkan kesungguhan pemerintah Korea Selatan dalam memberdayakan popularitas artis mereka. Contohnya lainnya, pemerintah Korea Selatan mampu menjadikan sebuah halte bus, bekas tempat shooting video klip sebuah idol grup, di daerah pantai yang terpencil sebagai objek wisata populer. Ketika sebagian besar Asia mengalami krisis keuangan, akhir dekade 1990-an, Korea Selatan justru membentuk Kementerian Kebudayaan dengan departemen khusus K-Pop. Pemerintah Korea Selatan juga membangun auditorium konser raksasa, membuat teknologi hologram lebih sempurna, dan mengatur noeraebang demi melindungi industri K-pop. Oleh sebab itu, menjadi PR yang harus dikerjakan oleh Pemerintah Indonesia dan juga stasiun Televisi Indonesia membuat tayangan yang lebih berkualitas untuk dikosumsi masyarakat yang tentunya dapat membangun kebudayaan lokal Indonesia menjadi sebesar gelombang Hallyu dengan meningkatkan kualitas dan mendukung lokasi syuting drama Indonesia menjadi tempat wisata yang digandrungi dengan budaya lokalnya. Ditambah lagi dengan peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang juga turut andil dalam menyaring tayangan mana yang layak dan tidak. Oleh karena mayoritas sinetron Indonesia yang kejar tayang, dengan ending tidak tahu kapan berakhir, dengan judul yang tidak nyambung dengan alur cerita dan minimnya pesan moral, sehingga membuat sebagian masyarakat lebih memilih K-Drakor sebagai alternatif hiburan drama. Dari Korea Selatan, kita dapat mempelajari bahwa strategi mereka, benar-benar down to earth yang didasarkan pada budaya mereka sehingga mengantarkan Korea Selatan kepada pencapaian seperti saat ini.

Dari hal ini kita harus meningkatkan wawasan mengenai kekayaan budaya nusantara dan memupuk rasa cinta tanah air dan tentunya diiringi peran pemerintah agar masyarakat tidak lagi mengimitasi budaya Korea sehingga diperlukannya pendidikan karakter yang kuat guna membangun bangsa yang kuat dan mencintai, menjaga, dan melestarikan budaya agar budaya Indonesia tidak punah.

Penulis: Kalim, S.Pd, Guru SMK N 8 Semarang